10. A One Day

9 2 0
                                    

Halo guysss!!!
How ar u??

I'm so sorry karena nggak update cerita minggu-minggu kemarin. So, for today HAPPY READING karena saya doubble up cerita🤗🤗🤗🤗


One day without you, feels like a glass without water. Empty ....

 ***

BANDUNG, November 2025

Rintik hujan membasahi kota Bandung dari semalam tak kunjung reda, membuat aktivitas beberapa orang sedikit terbatas atau terganggu. Bahkan dicuaca seperti ini, mereka lebih memilih berdiam diri bahkan melakukan sebagian pekerjaan mereka dari rumah. Awalnya, sembilan manusia ini ingin melakukan hal yang sama. Namun ada saja hal yang membuat mereka harus pergi meninggalkan rumah masing-masing dan akhirnya bertemu di kafe yang sudah diklaim sebagai tempat tongkrongan sejak tiga tahun terakhir.

So, apa yang akan kita bahas dirapat dadakan ini?” Bara Argantha, si seniman itu mulai membuka percakapan. Matanya menatap satu per satu orang yang duduk di dua meja yang sengaja digabung di belakang kafe.

Rekasa Bumi Andrana, mahasiswa semester 7 jurusan Biologi, menyodorkan ponselnya ke tengah-tengah meja. “Gue nyerah.” Pada layar, terdapat puluhan bahkan ratusan panggilan yang tak dijawab oleh tujuannya.

Melihat nama tak asing yang tertera, Raya mengerutkan dahi. “Itu nomor Bianca, kan? Lo dapat dari mana?!”

Eka meringis mendapati tatapan tajam Raya mengarah padanya. Berbeda dengan Bara yang justru menyeringai tajam. “Nggak salah gue naruh curiga sama lo.” Laki-laki itu mengubah posisi duduk, menghadap tunangan dari sosok sahabatnya. “Di mana dia?” tanyanya dingin.

 Alih-alih menjawab, Raya justru ikut menyeringai tipis. “Kalo gue nggak mau ngasih tau, gimana?” katanya membuat suasana di meja itu menjadi gelap.

Mereka—Aska, Cakra, Devanya, Eka, Elsa, Marcho, dan Namina—terkejut. Selama ini, Raya menyembunyikan keberadaan Bianca dari mereka, bahkan Hamalaska Dargawana yang notabenenya adalah tunangannya sendiri. Sejak awal, dia memang mencurigai Raya karena gelagatnya seperti sedang menyembunyikan sesuatu. Dan tak menyangka jika yang disembunyikan Raya adalah tentang keberadaan Bianca yang selama ini Aska nanti kabarnya.

“Dari mana lo dapet nomor Bian—”

“Gue, Kak. Maaf.” Devanya menjawab dengan kepala menunduk.

Raya menoleh, matanya sedikit memelotot terkejut. “Lo? Se-sejak kapan?”

“Awal tahun 2023, gue nggak sengaja liat kontak ‘Bian ½’ yang lo pin di bawah kontak Kak Aska. Awalnya gue ngira itu sodara lo yang punya namanya mirip sama Queen kita, tapi waktu liat profil nomor itu. That’s our Queen. Gue salin nomornya dan kasih ke Eka, biar dia yang ngomong baik-baik sama Queen,” jelas perempuan itu masih dengan kepala yang menunduk.

Mata tajam Raya meluluh saat menatap Devanya yang ketakutan. Pikirannya tak kuasa untuk tidak berteori tentang hilangnya kabar Bianca dua tahun ini. Akhirnya terjawab sudah alasan mengapa Bianca tidak menjawab semua panggilan telepon, bahkan pesan WhatsApp darinya. Kemungkinan karena ini.

Perempuan itu menghela napas, dia bersandar pada punggung kursi sembari bersekap dada—adalah ciri khas seorang Raya Elmira ketika mode serius. “Gue tau kalian khawatir. But please, jangan ganggu dia dulu! Karena selain ngejar pendidikan, Bianca juga lagi mencoba buat nyembuhin diri sendiri dari luka,” jelas perempuan itu, kemudian melirik ke arah Bara sedikit sinis.

“Maaf, bukannya gue nggak mau ngasih tau di mana dia sekarang. Dan gue mohon kalian jangan desak gue karena ini permintaan Bianca, hargai keputusan dia.” Mereka hanya bisa saling bertatapan, kemudian menunduk lesu. Jika sudah seperti ini, apa boleh buat?

Antara Cinta dan Pendidikan [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang