“Setelah membaca sebagian ceritamu, masih pantaskah jika aku merindukanmu?” –Bara Argantha.
***
BANDUNG, NOVEMBER 2025
Suasana temaram di ruangan itu tampak kontras dengan suasana berisik di luar sana.
Jendela pada ruangan temaram itu sengaja dibuka lebar membiarkan udara dingin serta cipratan air hujan masuk ke dalam, gorden hitam yang terpasang pun menari-nari tertiup oleh angin yang menggila, serta cahaya kilat mewarnai cakrawala yang gelap gulita.
Sang penghuni kamar temaram itu duduk bersila di lantai dengan punggung bersandar pada pinggiran ranjang, memeluk sebuah buku novel yang baru saja dia beli di sebuah tempat yang menjadi surga para pecinta buku terutama novel di salah satu mall kota Bandung.
Novel berjudul ‘Antara Cinta dan Pendidikan’ yang baru saja selesai dia baca empat belas bab itu masih berada dalam pelukan, seakan tengah menyalurkan rindunya pada sang penulis buku yang sudah lama namanya tak pernah dia dengar lagi, pun dengan raganya yang sudah tak terlihat setelah sekian lama. Buku itu ditutup perlahan, bukan karena tidak menyukainya, tapi Bara tak siap melanjutkan membaca. Laki-laki berusia dua puluh satu tahun itu tak sanggup bila harus membaca rantaian kata yang tersirat luka di dalamnya, karena dialah yang menjadi alasan luka itu ada.
“Bia, where are you?”
Telapak tangan itu kemudian mengusap lembut tulisan dan beberapa gambar yang timbul pada cover buku tersebut. Gambar yang berupa siluet dua remaja yang saling membelakangi, tumpukan beberapa buku dan kertas bertulis angka seratus di ujung atasnya, serta gambar hati bersayap juga panah hati membuat senyum Bara Argantha sedikit terukir di wajahnya.
Di tengah sunyinya malam, laki-laki itu bergumam, “Setelah membaca sebagian ceritamu, masih pantaskah jika aku merindukanmu?”
Cahaya kilat kembali menghiasi langit bersama suaranya yang membuat telinga berdengung, cahaya putihnya sontak membuat Bara beranjak dari duduknya. Segera menutup jendela dan gorden kamarnya rapat-rapat, lalu menaruh novel itu di atas meja belajar kemudian disusul dengannya yang duduk di kursi.
Diembuskannya napas berat yang keluar dari mulut dengan kasar, telapak tangannya pun turut mengusap wajahnya gusar serta mengacak-acak rambutnya yang mulai memanjang. Lantas laki-laki itu meraih ponselnya yang—sengaja—tak dia sentuh selama lima jam lamanya karena sibuk membuat sketsa lukisan serta membaca buku.
angkasa.mhsa
stop cari tau dmna bianca skrang!!
karena lo nggk pny hak untk itu!!!Sebuah notifikasi Instagram tertera pada lockscreen ponselnya. Sebuah Direct Message dari seorang yang sedang Bara cari alamat rumahnya akhir-akhir ini, dan seseorang yang menaruh benci padanya akibat luka yang dia toreh pada hati seorang perempuan di tahun 2022. Angkasa Mahesa Sanjaya, sepupu Bianca Dirgantara yang paling protektif.
Lagi-lagi, helaan napas berat keluar dari mulutnya. “Sepupu lo aja masih nggak mau maafin gue, gimana elo, Bia?”
Mata obsidian itu kembali menatap buku tebal di permukaan meja, lalu beralih pada pigura yang berisi foto seluruh murid kelas 12 Bahasa 1. Dia tersenyum tipis dengan mata fokus menatap wajah berseri Bianca pada foto itu. Rasa sesak mulai menggerogoti hatinya, begitu pula dengan matanya yang mulai berair. Cairan itu kemudian meluruh karena laki-laki Argantha ini tak bisa lagi menahan sesak. Jejaknya membentuk sebuah parit di pipi, sebelum bening kristal itu terjun bebas dan mendarat di kaos hitam yang dipakai oleh si laki-laki.
Bara mendongakkan kepalanya, menahan matanya agar tak meluruhkan cairan bening lagi. Sebelah tangannya merayap di permukaan meja lantas menutup kasar pigura foto tersebut. Bara benci, teramat membenci dirinya di tahun 2022 karena sikapnya, dia kehilangan seseorang sampai detik ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Cinta dan Pendidikan [On Going]
Fiksi Remaja#SMANVERSE series 1 "Perasaanmu membuatku ragu untuk kembali jatuh cinta. Bersamaan denganku yang dibuat bingung karena harus memilih ... Antara Cinta dan Pendidikan." *** Ini cerita tentang Bianca Dirgantara dengan alur maju dan mundur. Maju untuk...