03. Perbandingan

21 2 0
                                    

Selamat membaca❤️❤️
Bila ada kesalahan pada bab ini, saya mohon maaf, kritik dan sarannya saya terima🙏🙏

Semakin lama kamu membandingkan dirimu dengan orang lain, maka semakin jelaslah sebuah selisih yang tak dapat diuraikan dengan kata..

 ***

“I will announce the daily English test scores last week!

Berbagai macam kata protes tercetus keluar, mereka yang semula tengah mengobrol pun segera menegakkan punggung masing-masing. Memasang kedua indra pendengaran dengan baik, siap menangkap pengumuman nilai ulangan minggu lalu.

The first is Bianca Dirgantara with a hundred points, the second is Hazara Saphire Cassandra with ninety-seven points, Devanya Carolline ninety-five points, and Raquella Angellica ninety-one points. The rest are under eighty-five,” sebut guru itu sembari membereskan beberapa map di atas meja.

Beliau menghela napas, melipat kedua tangan di permukaan meja guru itu berkata, “Congratulations, Bianca! Your score is very satisfactory. Continue to increase your enthusiasm for learning, and maintain the achievements you have achieved.”

Bianca mengangguk, “Yes Miss, thank you.”

And for others, don’t be discouraged. Continue to increase your enthusiasm for learning and i hope that in the next daily exam, there will be improvements. You understand?

Yes, Miss!” jawab serempak para murid.

Wanita itu menundukkan kepala, melirik jam tangan yang melingkar pada pergelangan tangan kanannya. “Well then, let’s end today’s lesson. We meet again in next week and don’t forget to memorize the material in the next chapter for the quiz later.”

Sepeninggalan guru Bahasa Inggris itu, kelas kembali ramai. Beberapa anak laki-laki mulai berhamburan meninggalkan bangku, berkumpul dan duduk lesehan di belakang kelas untuk bermain game. Lain dengan para anak perempuan yang tetap duduk di bangku dengan kepala menunduk bermain ponsel.

“Raquel.” Raquella menoleh ke samping, mengangkat sebelah alisnya kepada Vina. “Hebat! Lo masuk empat besar ulangan harian Bahasa Inggris, gabung sama Top Three kelas ini,” pujinya sembari sesekali menatap ke arah Hazara, Bianca, dan Devanya.

Raquella tersenyum kikuk. Hendak menjawab tapi Vina menyelanya, “Eh, kalian bertiga selamat ya! Kalian terbaik deh!”

Thank you, lo juga kok,” balas Hazara dengan senyumnya.

“Alah, caper bilang aja kali! Jangan sok banget, paling openbook tuh!” cibir Sila tak suka, lebih tepatnya dia menyindir Bianca.  

Devanya mendongak, menatap sinis perempuan itu dari belakang. “Kalo nggak tau apa-apa nggak usah nimbrung! Lo nggak diajak, bang—” Sebelum kata kasar itu benar-benar terlontar, Bianca segera menyentuh punggung tangan sahabatnya dan memberi isyarat dengan mengkedipkan kelopak matanya.

 “Queen tapi dia—”

“Udah sih, orang sirik emang suka gitu,” kata Bianca kembali menatap layar ponsel, dia tak begitu mempedulikan cibiran Sila. Devanya menghela napas, dia sempat menatap Sila sinis kemudian turut mengalihkan pandangannya.

Di bangku lain, Bara duduk terdiam mengabaikan sekitarnya yang berisik. Netra gelap obsidiannya tertuju pada permukaan meja Sheva yang kosong. Kedua tangannya memegang erat ponsel miliknya seakan tak ingin kehilangan benda itu. Bukan hal aneh lagi bagi Bara jika nilai ulangannya selalu di bawah delapan puluh lima. Bahkan dia tidak peduli jika nilainya berada di bawah KKM ( Kriteria Ketuntasan Minimal ) sekalipun. Hanya saja untuk kali ini, ada yang salah dalam pikirannya usai nilai ulangan harian tadi diumumkan.

Antara Cinta dan Pendidikan [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang