05. Filosofi Mawar Merah Berduri

25 2 0
                                    

Happy reading guyss❤️❤️

Banyak orang yang berfilosofi tentang Mawar Merah Berduri. Dan dia, memfilosofikan bunga itu ke dalam versinya sendiri.

 ***

 BANDUNG, November 2025

Ruangan itu dipenuhi dengan pajangan-pajangan kanvas yang telah ditorehkan berbagai warna serta bentuk oleh penciptanya. Tempat yang diberi nama ‘BARGANT ART’ itu baru saja dibuka dan diresmikan satu bulan kemarin sebagai galeri seni baru di Bandung.

BARGANT ART—atau BA singkatannya—merupakan galeri seni yang dibuat untuk memamerkan karya seni lukis dari putra bungsu keluarga pembisnis di kota itu. Ada sekitar lima ratus lukisan yang dipajang di setiap sudut ruangan, dan ada beberapa pula yang dipajang di ruangan khusus. Seperti lukisan yang di balik pembuatannya memiliki cerita sendiri bagi penciptanya, lukisan mawar merah berduri abstrak yang sedikit ditimpa cat berwarna hitam. Sang pelukis tak bosan-bosan menatap karyanya yang berhasil menarik perhatian banyak orang karena memiliki makna yang dalam.

“Bara!”

Laki-laki yang dipanggil namanya itu menoleh. Dia Bara Argantha, laki-laki berumur dua puluh satu tahun yang merupakan pemilik galeri seni sekaligus seniman dari lima ratus karya lukisnya, mahasiswa semester 7 yang mengambil jurusan Seni Rupa di universitas ternama di Bandung. BARGANT sendiri adalah namanya yang sengaja dia singkat.

Tubuh laki-laki itu sedikit terdorong ke depan akibat ulah temannya. “Ada apa nih, sama Seniman kita? Murung mulu lo gue liat. Kenapa?” Cakra bertanya sembari merangkul bahu Bara.

Nothing.”

Marcho yang berada di belakangnya berdecak tak suka mendengar jawaban dari sahabatnya ini. “Mau lo tutupi setebel apa pun, kentara kalo lo lagi nggak baik!” sarkasnya yang ditanggapi senyum tipis Bara.

“Serius gue baik, kok. Cuma ... ya gitu, I missed a girl in three years ago.” Laki-laki berambut gondrong yang diikat itu terdiam sejenak, mata sayunya masih mengarah pada lukisan di depannya. “MH 764, I called my art with that name,” katanya terdengar sendu.

Dahi Cakra dan Marcho sama-sama mengerut bingung. “MH 764? Kayak nama robot aja, anjir!” Cakra memberanikan diri bersuara, mempertanyakan arti dari nama yang diberikan Bara untuk lukisan ini.

“Motor yang sering dia pake waktu SMA warnanya merah-hitam, kan? Dan tiga digit angka itu artinya 07 Juni 2004, tanggal lahir dia.” Senyum Bara kian merekah, tapi terlihat sangat miris.

“Gue punya filosofi sendiri buat lukisan ini.” Laki-laki itu memberi jeda. “Gambar mawar abstrak itu ibaratkan dia, yang akan tetap cantik walau diliat dari sudut pandang mana pun. Dia yang bakal gue cari ke mana pun, meski banyak nama yang sama tapi manusia yang kayak dia cuma ada satu di dunia.”

“Duri di sana itu ... adalah senjata dia untuk melawan sekaligus tameng untuk dia berlindung,” jelas Bara masih menatap maha karyanya itu.

Cakra yang berada di sampingnya ikut tersenyum, merasakan sakit yang berbaur rindu pada diri Bara. “Lalu warna hitamnya?”

“Itu lukanya.” Laki-laki itu melirih, membuat Marcho mematung dan Cakra yang menyesal telah bertanya. “Harusnya, gue nggak pake warna itu biar luka dia tersembunyi. Tapi gue udah norehin banyak luka buat dia.”

Masih dengan senyum mirisnya, Bara kembali teringat akan cerita tiga tahun lalu. Cerita yang menjadi awal dirinya penasaran dengan seorang perempuan bermata sipit yang penuh misteri, karena lukanya ... selalu tertutup bersih tanpa meninggalkan jejak sedikit pun.

Antara Cinta dan Pendidikan [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang