00. Prolog

131 5 2
                                    

Happy reading all❤️❤️❤️

Tidak banyak orang tahu awal kisah mereka dibentuk, karena yang mereka ketahui hanya kecocokan antara muda dan mudi yang terpaksa masuk ke dalam cerita yang tidak seharusnya ada.

***

SEOUL, November 2025

Musim gugur di bulan November, semburat jingga hadir menyelimuti salah satu universitas di negeri Ginseng. Udara sejuk menyapa mahasiswa yang berlalu lalang dengan mantel melekat pada tubuh masing-masing. Banyak dari mereka yang berjalan-jalan di sekitar kampus menikmati senja, bercengkerama dengan teman di berbagai sudut kampus, bahkan berswafoto dengan background pemandangan jingga daun yang berguguran.

Namun, berbeda dengan salah satu mahasiswa asal Indonesia yang lebih memilih menyendiri di perpustakaan demi menyelesaikan tugas akhir yang membuat kepalanya hampir mengeluarkan asap. Sebenarnya dia tak sendiri, ada beberapa orang di sana. Hanya saja dia tidak terlalu mempedulikan hal itu dan lebih fokus pada kertas putih di permukaan meja, menuliskan kata yang harusnya ... sudah dilupakan sejak tiga tahun terakhir.

Dear Kenangan ....
Lama tak bertukar cerita, ya? Apa kabar hari ini?
Lalu, apa kabar dengan mereka? Apakah baik-baik saja?
Hahaha ... so funny!
Lagi-lagi gue nanyain kabar orang-orang yang harusnya nggak usah gue ungkit lagi
Oh come on! Mereka cuma orang-orang yang udah bikin luka di hati gue,
Bukankah itu semua udah selesai tanpa epilog? Atau justru ... belum sama sekali?

Bolpoin yang dipegangnya tadi, diletakkan di atas kertas. Sang penulis melamun, merenungkan hal-hal yang telah berlalu tanpa ada gangguan. Kecuali pada hatinya yang terkadang merasa gelisah karena masalah yang belum tuntas di masa lalu. Sampai sesuatu yang panas menyentuh pipi membuatnya tersadar dari lamunan. Mata sipitnya sedikit memelotot mengetahui pelaku yang telah membuatnya terkejut tadi.

"Ih, kebiasaan banget sih, bikin kaget mulu!"

"Siapa suruh melamun terus? Mau kesurupan dedemit perpustakaan?" Laki-laki berusia dua puluh satu tahun bertanya sembari mengambil tempat di hadapan perempuan itu. "Tapi jangan deh, bisa repot dukunnya kalo kamu beneran kesurupan," sambungnya.

"Enak aja! Siapa juga yang melamun?" jawab si perempuan sedikit ketus.

"Kamu." Laki-laki itu tersenyum menatap perempuan di hadapannya yang tengah mengalihkan tatapan, menutupi rasa malu meski dia dapat melihat jelas guratan merah samar pada pipinya. "Kamu lagi sakit, ya? Pipinya merah gi-"

"Hwang Aidan!"

"Iya, Dirgantaraku?" jawabnya yang dibalas dengan delikan mata tajam dari sang perempuan-Bianca Dirgantara.

"Jangan mulai, deh!" kata Bianca merajuk.

Hwang Aidan, nama dari laki-laki berdarah Korea Selatan-Indonesia itu hanya terkekeh kecil. Sebelah tangannya lalu menyodorkan satu cup cokelat panas yang dia pesan di cafetaria. "Diminum ya, akhir-akhir ini cuacanya mulai dingin," ucap laki-laki itu yang dibalas anggukkan kepala oleh Bianca.

Perhatian Aidan yang semula kepada Bianca, kini tertuju pada selembar kertas yang berisi tulisan tangan perempuan itu sendiri. Lantas tanpa banyak bicara dan berpikir dia mengambil kertas tersebut, membaca tiap kata yang dirangkai dan tertulis menyirat akan luka. Sedangkan Bianca hanya diam, lupa jika Aidan memiliki keturunan Indonesia, tentu saja laki-laki Hwang itu mengerti apa yang dia tulis.

"Aidan!"

"Belum selesai, ya?"

Bianca menundukkan kepala. "Maybe yes, or not."

Antara Cinta dan Pendidikan [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang