14. Cerita Pulang Sekolah

7 2 0
                                    

Akan kubuatkan cerita tentang kita, agar kamu bisa membacanya suatu saat ... meski itu tak akan pernah.

***

KEDUA kaki jenjang itu berjalan menelusuri koridor tanpa peduli dengan apa yang dikatakan orang lain tentangnya.

Dengan lima buku LKS dipelukannya, Bianca terus melangkahkan kedua kakinya menuju kelas. Kepala perempuan itu sedikit menunduk sehingga beberapa helai rambutnya menghalangi pandangan-sengaja karena dia tak mau ada yang tahu kondisi wajahnya.

Namun karena pandangannya sedikit terhalang, Bianca tanpa sengaja menabrak tubuh seseorang sampai membuatnya sedikit tersentak, bahkan buku LKS yang ada dalam dekapannya pun sampai jatuh ke lantai.

"Sorry, gue nggak sengaja."

Orang yang ditabraknya tadi tak bersuara, tanpa ba-bi-bu dia membungkukkan tubuh sembilan puluh derajat, memungut lima LKS milik si perempuan Dirgantara hanya menggunakan tangan kanan dengan mudah. Lantas kembali berdiri tegak, tangan kiri yang sedari tadi sengaja disembunyikan di dalam kantung hoodie hitamnya dia keluarkan, menyugar lembut rambut Bianca hingga wajah sang empu terlihat kembali.

Beberapa orang yang ada di koridor sana tentu refleks menahan napas menyaksikan hal tersebut, termasuk Bianca yang sekarang tengah mengontrol detak jantungnya yang berdebar tak keruan. Kendati begitu, isi kepalanya terus bertanya-tanya akan kejadian beberapa detik lalu. Keterdiaman Bianca membuat orang itu tersenyum tipis. Dia menarik sebelah tangan Bianca, menyerahkan kembali buku LKS yang tadi berjatuhan.

"Lain kali, kalo lagi jalan itu hati-hati, ya."

"QUEEN!!"

Bertepatan dengan tiga sahabat Bianca datang menghampiri, dia segera melengos pergi meninggalkan Bianca yang masih terdiam pada posisinya, juga tanya dari tiga sahabat perempuan itu.

"Queen, bilang sama gue, lo abis diapain sama si Bara?!" tanya Elsa terkejut sekaligus khawatir.

"Yang tadi itu beneran Bara Argantha 12 Bahasa 1, ya? Tumben banget baik sama Queen kita?" Devanya melontarkan tanya, menatap Bianca yang masih terdiam dengan penuh tanda tanya yang kian menjadi.

Yang bersangkutan pun sama saja. Perempuan Dirgantara itu enggan membuka suara meski guncangan kecil kerap kali dia terima dari Elsa, Deva, maupun Hazara. Sesekali tanpa sadar dahinya mengerut bingung, matanya tak lepas dari koridor yang di lewati Bara beberapa saat lalu.

"Dia kenapa sih?"

***

Bel pulang sekolah sudah berbunyi tiga puluh lima menit lalu, di dalam kelas 12 Bahasa 1 masih tersisa beberapa orang di sana termasuk Bianca. Devanya dan Hazara sudah berpamitan padanya sejak lima belas menit lalu, tinggal dia anak perempuan sendirian di sana di antara beberapa anak laki-laki.

"Woiii, nanti malem jadi nggak ke rumahnya Alpian?" Bianca yang tengah mengikat rambutnya sebelum melanjutkan menyapu lantai menoleh kala suara Zaki terdengar di sudut ruangan.

"Ngapain?" Bara bertanya sembari mengangkat bangku.

"Ya mainlah bro, masa lo nggak tau? Atau si Alpi belum ngasih tau lo lagi?"

"Udah kok," jawab Bara singkat. "Tapi gue nggak bisa ikut," sambungnya kembali, melanjutkan pekerjaannya membersihkan kelas.

"Lho, why? Katanya lo mau i-"

"Gue ada job nanti malam." Laki-laki Argantha itu menjawab sembari melirik Bianca.

Sedangkan yang dilirik lantas menaikkan sebelah alis seakan bertanya apa maksud yang dikatakannya barusan, tapi Bara menghiraukan itu. Atlanta yang mengerti hanya tersenyum tipis sembari menggelengkan kepala. Sepersekian detik kemudian dia memutar badan, berjalan menghampiri Bianca yang sibuk menyapu lantai.

Antara Cinta dan Pendidikan [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang