bab 1. Bertemu Crush

80 21 8
                                    

Siapa disana...
Dia begitu indah...
Kau  datang disaat ku tidak mengerti apa itu cinta?
Kenapa kau mengajariku tentang cinta?
Aku tak mengerti.
Kenapa kau hadir di hatiku?
Sampai akhirnya, aku mengenal apa itu cinta.
Berkatmu...
Aku mengerti apa itu rasa....
Dulu saat ku mati rasa.
Orang orang menyebutku tidak normal...
Semenjak ada kamu, yang hadir di benaku.
Hidupku berubah.
Jangan pergi.
Kau sudah terlalu jauh memberi harapan kepadaku.
Aku akan mengejarmu...
Disini ku menunggumu....
Kehadiranmu....
Membuat hatiku jadi berwarna...
Jangan buat hatiku kecewa.
Aku...
Bukan orang yang sederhana.
Tapi, aku mempunyai rasa cinta.
Cinta ,Yang tidak bisa diutarakan luasnya...
Kamu...
Pemenang hatiku...
Ku menanti kehadiranmu...
Sampai jumpa.

***

Matahari muncul malu malu dari ufuk timur, pancaran hangatnya menyilaukan mata. Sejak tadi gadis cantik itu memandangi wajahnya yang tersorot surya. Dia tersenyum melihat dirinya dicermin, dirinya terasa cantik saat menggunakan liptint. Bibir ranumnya membentuk lengkungan bulan sabit, tangannya ter ulur menyisir rambut yang panjang.

Gadis itu masih mengenakan kimono, dia paling malas soal sekolah, apalagi menyangkut perjalanan yang membuatnya berat. Meskipun dia mempunyai motor, tetapi jarak dari rumahnya ke sekolah sangat jauh , bisa menempuh empat belas kilometer .

Gadis itu mengenakan baju putih abunya, tak lupa dia menenteng ransel yang setia menggantung di pundak kirinya. Dia berjalan keluar rumah untuk mengambil motor kesayangannya.

“Nak! Jangan dulu sekolah, sini makan dulu.” Teriak seorang wanita paruh baya yang masih terbilang cukup muda, dia mengenakan daster yang panjang. Tak lupa centong pink kesayangannya yang menjadi ciri khas wanita paruh baya itu. Dia adalah Dewi raminadi novia , yang kerap dipanggil dewi.

“Fheby udah makan mah, tadi hehe.” Sahut Fheby sambil memperlihatkan deretan giginya yang rapi.
Dewi tersenyum menatap Fheby, putrinya sangat pintar. Tanpa disuruh makan pun, ia sudah makan sendiri tanpa menunggu mereka.

“Lain kali jangan gitu ya fheb.” Nasihat Dewi, beruntungnya ia bukan ibu yang mudah terpancing emosi.

“Iya mah, InsyaAllah kalo gak lupa hehe.” Ucap Fheby sambil cengengesan, tangannya digarukan ke kepala yang tidak gatal.

“Kalo gitu Fheby izin sekolah dulu ya mah.” Ucap Fheby, tangannya ia ulurkan untuk meminta mamanya membalas jabatan tangannya.

Dewi menerima jabatan tangan itu, dia mendoakan dalam hati, supaya putrinya sukses kelak nanti .

“Assalamu’alaikum.” Pamit Fheby.
“Waalaikumsalam.” Balas Dewi.

Setelah Fheby mengucapkan kata perpisahan, dia langsung menaiki motor beat kesayangannya dari dulu. Dewi melihat kepergian putri semata wayangnya dengan tatapan haru, terkadang Dewi berfikir, gimana nasib putrinya diluaran sana. Dia hidup sederhana bukan dari kalangan orang berada.

***

Fheby memarkirkan motornya ngasal, dia berangkat cukup siang, dikarenakan tadi pagi Fheby terus memandangi wajahnya tiada henti. Jadi, inilah akibatnya, dia kesiangan. Bahkan motor yang biasanya Fheby nantikan tak terlihat, kian ada didepannya saat ini.

“Duh, gimana dong gue kesiangan”gerutunya.
Fheby mempercepat laju langkahnya, dengan kasar Fheby menarik pintu kelas X Management.

Brak!

“monyet!.”
“setan.”
“anj*g.”

Berbagai macam upatan terlontar dari mulut mereka, Fheby menelisik sekeliling, bersih!. Tidak ada guru satupun.  Kelas X management terkenal jamkos, guru guru jarang berdatangan, apalagi hanya sekedar untuk menyampaikan materi.

“Shee, lo udah ngerjain  belom? .” Tanya Fheby, dia langsung mendudukan bokongnya ke kursi yang terbuat dari kayu. Dia menatap Shee yang sibuk main hape. Dasar kulkas! Dia sama sekali tidak mendengar yang terlontar dari mulut Fheby.

“Shee.” Fheby mengguncang tubuh Shee, membuat sang empu menoleh terhadapnya. Shee menaikan sebelah alisnya tanpa mengeluarkan sepatah kata yang terlontar dari mulunya.

“Ck, lo mah gak asik!.” Ucap Fheby dengan nada merajuk, dia memajukan bibirnya sepanjang lima centi, Shee tidak menanggapi dia Fokus kembali kelayar hapenya.

“Shee.” Rengek Fheby.

“Hm.” Sahut Shee seadanya.

“Lo udah belom tu-.”

“Belom.” Balas Shee memotong ucapan Fheby. Fheby tidak sakit hati ketika respons Shee begitu, dia udah terbiasa, dia kenal dari lama. Selain dingin sifatnya, dia juga misterius, tidak tau nama asli Shee, hanya orang orang tertentu saja yang tau. Raut wajahnya susah ditebak, apalagi ditafsirkan. Sama halnya dengan Fheby, dia juga tidak bisa menebak apa yang Shee sembunyikan.

“Kalo lo belom, kenapa lo adem ayem banget, gak takut dihukum apa.” Tanya Fheby, dia dari tadi tidak henti hentinya mengoceh.

“lo bisa diam?.” Tanya Shee datar.
Fheby menggeleng dengan polos. Shee memutar manik matanya, sedangkan sang empu malah cekikikan.

“Puttt!!.” Teriak Fheby, suara toanya memekakan telinga, membuat Shee terpaksa menutupi kedua telinganya.

“Aaa... Bestod guweh..” Putri berlari ke arah Fheby, mereka saling berpelukan membuat Shee memutar bolamatanya malas. Sikap Fheby dan putri sebelas duabelas samanya, warnanya maupun sikapnya. Berbeda dengan Shee, sahabat yang satu ini, dia terlalu kalem. Suka warna yang gelap, bahkan dia tidak feminim.

“Putt lo tau gak? Gue tadi ketemu sama crush gue pas di jalan, Aaa... Meleyot hati eneng.” Sahut Fheby kegirangan,kedua tangannya sengaja ia letakan ke wajahnya, guna menutupi wajah yang sudah memerah bak tomat.

“jirlah... Ketemu crush!! Demi apa woy...” Sahut putri sambil cekikikan, entahlah mereka berdua jika sudah bersama akan sam gilanya.
“Putt, tolongin adek put.. Adek udah gak kuat... Adek mimisan.” Aktingnya sambil memegangi dada.

“lo kenapa Fheby, woy besti jahanam gue! Jangan mati woy! Gak takut ditanya malaikat maut hah .” Tanya putri, yang malah mendapat tabokan maut dari Fheby.

“Goblok, bangsat! Lo ngedoain gue mati! .” Tanya Fheby sedikit meninggi.

“Enggak woy, santai, gue Cuma ngingetin lo jangan terlalu meleyot, nanti kena serangan jantung! Hawatos  dah! .” Sahut Putri terdengar goblok, Fheby yang merasa dirinya dibela pun, hidungnya berasa ingin terbang ke langit yang tinggi, untungnya di atas sana ada plavon, jadi idung Fheby tidak akan terbang.

“Aaaa... Makasih deh, sok asa terharu.” Sahut Fheby sambil tergelak.

Jujur dirinya sadar, dia terlalu lebay perihal dipuji, apalagi dilangitkan, seleranya receh. Setiap ada masalah kecilpun dia selalu tertawa.
Tbc.

Febhy cegil bonusnya.

Febhy cegil bonusnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Luka yang kugenggamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang