Sehari Bersama Bapak

541 62 9
                                    

"jisung, udah siap?"

"u-udah pak"

"bapak lepas ya"

"iyy-aa...he..he..hehh nanti pak jangan. Nanti aku jatuh!"

"jisung bisa kok. Bapak yakin jisung berani"

"ini tinggi banget pak nanti aku jatuh... Aku takuuut"

"ga akan jatuh kok nak. Nanti bisa bapak tangkep juga kalo jisung jatuh"

"nanti bapak ganti kepalaku ya kalo kepalaku kenapa napa??"

"ngga sayang. Ga sampe gitu kok. Ayo! Jagoan bapak kan hebat. Pasti bisa cuma ganti lampu doang!"

"pegangin kaki aku yang bener ya pak"

"iya nak. Bapak pegang dong pasti. Ayo cepet kaki bapak mulai kesemutan ini"

Kali ini tekatnya ia mantapkan. Apa yang dikatakan oleh sang ayah tadi benar. Ia adalah seorang jagoan yang selalu menjadi penyelamat rumah ini. Jika tanpa dirinya, kepada siapa lagi ibu dan ayahnya meminta pertolongan. Kini dengan mantap ia berdiri di atas telapak tangan sang ayah yang mencengkeram erat telapak kaki hingga pergelangan kaki kecilnya. Walau dengan sedikit gemetar, mata sipitnya tetap berusaha fokus untuk memutar drat bola lampu itu hingga tak dapat bergerak lagi.

Dan tada! Pencahayaan dapur rumahnya yang dikeluhkan oleh sang ibu tadi pagi kini teratasi sudah. Bola lampu baru yang ayahnya beli tadi pagi di warung kakek rt bertengger apik di plavon dapurnya. Kini ia dapat bernapas lega dan dapat meminta sang ayah untuk menurunkan tubuh kecilnya yang terombang ambing di ketinggian.

"bapak sudah!"

"jisung pegangan yang kuat ya"

"hati hati bapak!"

"iya nak... Hup! Sudah. Terimakasih jisung. Jisung anak hebat deh"

"iya dong. Aku kan anaknya bu renjun yang hobi ngoceh ngoceh itu. Jelas lah aku anak hebat!"

"heh!"

Keduanya tertawa setelah mendapati protesan sosok yang dimaksud yang tengah melintas di ruang televisi dengan gagang sapu di tangannya. Dalam hati ia berdecak kagum dengan kemampuan sang ibu. Ibunya memang benar benar bisa melakukan kegiatan apapun dalam satu waktu, termasuk menyapu dan menguping pembicaraannya dengan sang ayah saat ini.

"mas. Nanti siang aku mau pergi ya"

"kemana?"

"biasa, jadwal zumba"

"jadi ibu ninggalin aku sama bapak lagi nih?"

"kamu mau ikut? Boleh boleh aja sih, asal ga ada ngerengek minta pulang ya"

Mendengarnya saja membuatnya bergidik. Bulu kuduknya berdiri begitu saja hanya dengan membayangkan kaki kecil malangnya yang harus mengikuti sang ibu kesana kemari dengan gerombolan teman temannya yang banyak bicara itu. Jangan tanya alasan sang ibu tak menggendongnya, paper bag penuh belanjaan itu jelas lebih berharga daripada dirinya yang merengek kesana kemari membuntuti sang ibu.

"hiiii... Ngga ah. Ibu aja. Ibu abis zombi pasti mau jalan jalan"

"zumba nak"

"lagian kenapa sih bu harus zumba zumba? Di rumah kan bisa sambil muter youtube"

"ga seru. Ga ada temen ngerumpinya hehe"

"ish dasar tukang ngobrol. Di rumah ngoceh ngoceh di luar ngobrol ngobrol. Mulut ibu ga capek apa?"

"ish! Kamu ini ya. Belum aja ibu jewer mulutmu iniii"

"ihhh... Bapak lariiii. Ada godzila ngamukkkk"

Sambil menutupi mulutnya, bocah ini seakan mengerti apa yang tengah mengancam dirinya. Kaki kecilnya pun ia bawa lari keluar rumah sambil berteriak tolong dengan tante seungminnya yang tengah menyapu pekarangan rumahnya. Lihatlah, jelas saja sosok itu terlihat bertanya tanya dengan adik jeongin di gendongannya. Membuat kegiatannya teralihkan sejenak berkat adik manisnya yang berada dalam kain gendongan tante seungminnya itu.

Daily Dose of Adek Jisung || (NOREN FEAT WHO) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang