I do not believe you|Eight

81 9 0
                                    





  "Semangat Bowen!"

Qihan memasuki aula sekolah yang ramai. Seminggu terakhir aula ini digunakan oleh anak-anak klub basket sekolah untuk berlatih. Meski hanya latihan tapi suara riuh rendah teriakan penonton terus terdengar. Suara tepuk tangan, seruan tertahan dan sorakan Semangat tak ada hentinya.

Klub basket sekolah ini memang terkenal karena selalu memenangkan pertandingan apapun dengan skor yang 2 kali lipat dari lawannya.

Bowen. Dia ketuanya. Lelaki itu dengan semangat berlari kecil, kemudian tanpa terkawal, penuh gaya Bowen menembak ke keranjang. Gerakan tangannya begitu dramatis saat memasukan benda bulat berwarna oranye tersebut.

Sewaktu melakukan shooting Bowen tidak gagal walau sekali. Juga saat mendribble bola. Gerakan Bowen lincah. Tidak ada yang bisa merebut bola darinya. Itu membuatnya memiliki banyak sekali penggemar di sekolah. Terutama dari kalangan anak perempuan.

Latihan usai. Bowen diangkat tinggi-tinggi di tengah lapangan. Setelah itu para anak perempuan berhamburan ke tengah lapangan. Berebut memberi botol air untuk Bowen sang bintang lapangan.

Qihan yang semula ingin melakukan hal yang sama segera mengurungkan niatnya. Anak itu kembali dudukdi deretan kursi penonton. Qihan membuka tutup botol air mineral di tangannya lalu meneguk isinya. Belum saja air itu membasahi kerongkongannya, ada tangan yang menahan Qihan dari gerakannya.

Itu Bowen!. Entah sejak kapan Bowen keluar dari kerumunan para penggemarnya.

"Kukira itu untukku. Aku haus tahu, kenapa kau malah meninumnya?"
Air kemasan itu direbutnya dari Qihan. Kemudian diminumnya dalam keadaan berdiri. Keringat masih bercucuran dari pelipisnya.

Qihan mengangkat kepalanya, memandangi sahabatnya dengan tatapan datar. Ia terlalu malas untuk menjawab keluhan sahabatnya.

Bowen duduk di samping Qihan. Wajahnya masih merah padam bak kepiting rebus karena kelelahan berlatih.

"Kenapa wajahmu dilipat?" Tanya Bowen masih dengan nafas terengah-engah.
"Jangan paksakan berbicara jika masih lelah"
Qihan mengeluarkan sebuah kotak makan berwarna biru muda. Kemudian jari-jari rampingnya membuka kotak makan itu dan menyodorkannya pada Bowen.

"Hang-ge membantu membuatnya" ujar Qihan pendek.

Segera disambut kotak makan itu dengan riang. Harum mentega menguak membangunkan selera. Di dalam kotak berukuran sedang itu terdapat 2 potong roti lapis panggang. Berbahan dasar roti tepung, kemudian diisi selada dan timun segar, ditambah daging yang dimasak sempurna, kemudian diberi beberapa macam saos. Terakhir dipanggang dengan mentega premium nan gurih. Dipanggang dengan api yang tidak terlalu besar dan tidak pula terlalu kecil. Perpaduan yang sempurna sudah.

"Kukira gegemu orang yang cuek"

Qihan menggeleng lesu. Tidak, gegenya jauh dari kata cuek.

"Tadi aku dan Hang-ge membuat bekal yang sama denganku. Bedanya Hang-ge membuat bekal untuk dirinya sendiri, sedangkan aku membuat bekal untuk sahabatku"
Qihan memperlihatkan senyum tanggungnya. Suasana hati anak itu belum membaik sedari tadi. Padahal Bowen tidak salah apa-apa, anak-anak perempuan itu yang salah!.

"Aku akan ganti baju. Tunggu aku di gerbang sekolah, kita pulang bersama" Bowen berdiri membawa ransel berwarna hitam miliknya.

"Tunggu. Kau tidak mau menghabiskan ini?" Qihan menunjuk kotak makan yang isinya belum habis sepenuhnya.

Yang ditanya mengacak surai Qihan penuh sayang.

"Di sini membosankan, kita cari tempat yang menarik nanti. Bagaimana hmm?"

Senyum terukir di wajah keduanya. Bowen dengan cepat berlari ke ruang ganti baju, itu hanya strategi untuk menyembunyikan wajah salah tingkahnya.

-I do not believe you-

Terik matahari siang ini sangat panas. Untung saja Qihan membawa topinya, kalau tidak wajah halusnya bisa terbakar karena menunggu sahabatnya yang sudah 10 menit tak kunjung datang. Bicara soal topi, ini topi kesayangan Qihan, ini pemberian mama kandungnya dulu sebelum bercerai dengan Zuo Guang.

2 menit berlalu akhirnya Qihan bisa tersenyum lebar. Lihat, Bowen baru keluar dari gedung sekolah. Senyum Qihan semakin lebar saat melihat sahabatnya tergesa mendekatinya.

Satu detik kemudian langkah buru-buru Bowen terhenti. Ada orang yang menghadang langkahnya. Dan itu adalah seorang gadis sebaya mereka dengan rambut hitam sebahu.

"Penggemar Bowen tidak ada habisnya" batin Qihan.

Di posisi Bowen dirinya tidak bisa melangkah lagi, ia tercengang melihat gadis di hadapannya. Gadis cantik tersebut membuka masker yang menutupi sebagian wajahnya.

"Jiang Shuwan!" Seru Bowen tertahan. Perempuan yang biasa disebut Shuwan itu menyeringai.

"Halo Yang Bowen" ujarnya riang dengan lesung pipi yang dalam.

"Aku ingin bicara denganmu".
Bowen mengusulkan agar mereka mengobrol di taman belakang sekolah. Di gerbang amarah Qihan naik ketika melihat Bowen yang menghilang bersama gadis asing ke belakang sekolah. Qihan menghentakkan kakinya seperti anak TK yang direbut mainannya.

"Kenapa belum pulang Qihan?" Seorang pemuda yang jauh lebih tinggi darinya mendekat dan bertanya. Qihan sedikit senang melihatnya.

"Aku menunggu sahabatku Chengxin-ge" anak kecil itu mengadu. Chengxin tersenyum gemas mendapati Qihan dengan wajahnya yang menggelembung.

"Apakah se lama itu hingga anak ini kesal?" Tangan Chengxin tidak bisa menahan untuk tidak mencubit pipi calon adik iparnya.

"Tadi dia sudah keluar ge, tapi ada anak perempuan yang kemudian pergi bersamanya ke belakang.

Chengxin mengangguk faham, lalu memasang wajah prihatin. Dulu Chengxin sering berada di posisi Qihan. Bahkan yang paling memalukan adalah mengira Jiaqi pergi pergi ke supermarket bersama wanita lain, ternyata yang sebenarnya terjadi adalah Jiaqi mendapat hukuman dari gurunya untuk membantu gurunya itu berbelanja.
Diingat-ingat kembali itu sebuah kisah yang lucu.

"Dan apa yang Chengxin-ge lakukan disini?"
Sekarang berbalik. Qihan yang menanyai calon kakak iparnya.

"Mmm aku akan ke rumahmu. Aku punya janji dengan Jiaqi" salah tingkah Chengxin menjawab.
Meski seharusnya dirinya percaya diri saja karena statusnya dengan Jiaqi ini adalah pasangan, bukan lagi dua anak kasmaran yang bersembunyi dibalik kata 'sahabat' sebagaimana dulu mereka melakukannya di masa sekolah.

"Aku ikut denganmu ge" Qihan memeluk kaki ramping Chengxin.
"Lalu sahabatmu?" Satu halis Chengxin terangkat.

"Sepertinya dia tidak mengharapkan aku untuk menunggunya. Lagipula mungkin dia biasa menaiki bus" Qihan tanpa basa-basi langsung menyambar tangan lentik Chengxin, mereka berdua berjalan di trotoar.

"Tapi Qihan. Kurasa Bowen tidak pernah menaiki bus-

-Bowen anak dari Yang Shunyuan, CEO perusahaan Yang group. Cabangnya mendunia".

Qihan terkesiap mendengarnya. Kenapa dia tidak tahu? Bowen tidak pernah mengatakannya. Apakah Bowen tidak menaruh kepercayaan padanya?.

-To be continued-

I do not believe you Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang