TAK - 16.2

239 23 2
                                    


"Jadi kau adalah tangan kanan, Steve?"

Saat ini mereka sedang berada di arena latihan berbentuk mirip arena tinju yang berada di lantai satu. Persisnya berada di belakang ruang utama yang ia lewati saat pertama kali melangkahkan kaki memasuki rumah Steve. Jadi lokasinya tidak berada di bawah tanah.

Pagi-pagi sekali, Natalie membangunkannya dan mengatakan kalau Conrad, tangan kanan Steve yang akan menemaninya berlatih. Mika yang masih mengantuk terpaksa bangun dengan menyemangati diri kalau ia butuh meregangkan ototnya. Ia segera membersihkan diri di kamar mandi. Cukup cuci muka dan sikat gigi lalu berganti pakaian. Ia senang karena terdapat pakaian baru yang sesuai ukurannya. Tapi Mika memilih kaos longgar yang sepertinya milik Steve karena terlalu besar hingga setengah paha di tubuhnya, lalu melengkapinya dengan celana stoking. Semua berwarna hitam. Lalu ia mengingat rambutnya ke belakang.

Tak jauh berbeda darinya, Conrad memakai celana panjang dengan kaos tanpa lengan berwarna abu-abu. Tak salah lagi, pria ini pasti sering berolahraga karena memiliki tubuh yang bagus.

"Ya. Tapi bukan hanya saya. Master memiliki banyak orang yang bisa dipercaya. Kebetulan saja, saya mendapatkan kehormatan menjadi wakilnya mengurus transaksi persenjataan."

"Pasti menyenangkan masih memiliki orang yang bisa dipercaya." Karena Mika tak lagi memiliki semua itu. Hampir seluruh keluarganya hanyalah penghianat. "Senang mendengarnya."

"Karena Anda istri Master, sekarang Anda bagian dari kami. Kita adalah keluarga."

Mika tersenyum tipis. Artinya Conrad tidak tahu kalau pernikahan ini hanya di atas kertas. Hanya sebatas pura-pura. Mendadak Mika tak suka menyadari kenyataan tersebut.

"Sudahlah. Ayo, kita mulai."

Conrad mengangguk lalu mulai menuntun Mika dengan gerakan pemanasan. Setelah serangkaian gerakan, mereka mulai membentuk gerakan kuda-kuda. Mika harus menekuk dan membuka kakinya lebar-lebar. Selanjutnya, Conrad mengajarinya gerakan pemanasan lain. Satu jam kemudian, Mika hampir pingsan saking lemasnya. Ia tidur merentangkan tangan dan kakinya di matras.

"Aku tidak kuat lagi." Ucapnya lelah. Kakinya terasa lemas seperti jelly. Ia bahkan tidak yakin masih bisa berjalan. "Padahal baru pemanasan. Gerakannya saja sederhana."

"Pemanasan adalah bagian dasar. Namun Anda hebat, Mikhaela. Orang lain mungkin tak mampu melakukannya mengingat keadaan kaki Anda yang baru pulih."

"Terima kasih." Mika hendak duduk, tapi ia langsung kembali berbaring saat sudut matanya menangkap seseorang memasuki ruang latihan. "Tapi aku sungguh tidak bisa bangun." Ucapnya beralasan. Karena yang ia lihat adalah Steve. Mika takkan melewatkan kesempatan bagus.

Dengan posisi Conrad membelakangi pintu, pria itu tidak menyadari keberadaan Steve. Jarak mereka masih jauh. Conrad mendekati Mika, mengulurkan tangan untuk membantu Mika berdiri. Mika menyambut tangan tersebut. Saat mereka berhasil berdiri, Mika sengaja berpura-pura jatuh dan Conrad langsung melingkarkan tangan di tubuhnya.

"Aku tahu apa yang sedang kau lakukan, Mika." Ucap Conrad. Tanpa menggunakan nada formal lagi. "Tapi aku tak keberatan."

"Baguslah. Kalau begitu I need a favor. Beraktinglah denganku."

Conrad menyeringai setuju. "Artinya mulai sekarang kita rekan dekat."

Mika mengedipkan mata tanda setuju. Lalu mengalungkan tangan ke leher Conrad, berjinjit dan mencium pipi pria itu. Sebuah kecupan singkat. Tak butuh waktu lama, pada detik berikutnya Mika terhuyung karena Conrad dihajar oleh Steve.

Mika tersenyum penuh kemenangan. Perkiraannya tidak meleset. Steve sungguh cemburu. Bahkan lebih terbakar dari semalam. "Stevie, berhenti menghajar temanku!"

"Teman katamu!"

"Iya, teman."

Steve menghantam rahang Conrad dengan kepalan tangan hingga bibir pria itu robek. Tapi Conrad malah terkekeh seakan mendapat hiburan seru. Steve semakin berapi-api. "Pergilah sebelum aku membunuhmu."

Conrad bangun sambil mengusap bibirnya yang terluka dengan tangan, bibir itu justru menyeringai lalu matanya mengedip jahil.

"Conrad!" Bentak Steve.

Conrad tertawa lepas lalu berlari pergi. "Kupastikan kamera ruang ini mati satu jam kedepan." Teriaknya sebelum menutup pintu.

Mika kembali duduk di lantai, meraih botol air mineral di dekatnya dan minum sambil mengamati dada Steve yang naik turun dengan cepat. Secara perlahan Steve berbalik ke arahnya. Matanya membara.

"Cherrylips, kau sadar apa yang sedang kau lakukan?" Steve berjalan mendekat dengan pelan sambil melepas kaosnya sembarangan.

Kini Mika seperti melihat dewa yang sedang bertelanjang dada memamerkan tubuh penuh tato lengkap dengan otot-otot perut, dada dan lengan yang terbentuk dengan jelas. Sinar matahari pagi menambah keseksian lekuk sosok di depan matanya. Tenggorokannya mendadak kering meski baru menegak air minum sedetik lalu. Ekspresi garang Steve sungguh tak membantu, justru menambah daya pikat Steve menjadi berkali-lipat lebih menarik.

Mika menelan ludah tapi tetap berusaha santai. Ingat! Kau harus marah!

"Kau seharusnya juga tahu apa yang kau lakukan, Stevie."

***

Tongues & Knots [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang