TAK - 24.1

172 17 0
                                    


***

"Tunjukkan dimana Leggio ditahan?" Perintahnya pada Keith begitu meninggalkan Steve yang katanya ada urusan dengan Don.

Sebenarnya Mika penasaran seperti apa rupa Don karena ia belum pernah bertemu dengan pemimpin Vulcan Empire secara langsung.

Tapi itu untuk lain kali. Karena sekarang Leggio lebih penting.

Keith mengangguk lalu menunjukkan jalan untuk Mika.

"Kau tidak takut Steve akan memarahimu? Tak ada keraguan sama sekali sekarang?"

"Karena Master telah berpesan untuk menuruti keinginan Anda."

"Semuanya?"

"Ya. Semuanya."

Mika tersenyum tipis. "Baiklah. Kuharap dia tidak menyesal."

Tak lama kemudian, mereka sampai di penjara Leggio. Pria itu terbaring di ranjang dengan mata tertutup. Lalu cairan infus mengalir ke tubuhnya. Ternyata kritis.

"Dokter, kapan dia bisa siuman?" Mika bertanya pada dokter wanita di ruangan.

"Seharusnya masih beberapa hari lagi."

"Aku ingin dia sadar sekarang. Kau bisa?"

Dokter tersebut menatap Keith dengan ragu. Ketakutan tergambar jelas di wajahnya. Tanggapan yang wajar mengingat Steve menginginkan Leggio tetap hidup untuk disiksa lagi dan lagi.

Saat Keith menganggukkan kepala, barulah wanita itu berani menjawab. "Bisa, Mistress. Namun kemungkinan pria ini tidak akan bertahan."

"Tak masalah. Aku tak ingin berbicara banyak."

"Baiklah. Tapi," Lagi-lagi wanita itu ragu.

"Steve takkan menyalahkanmu. Mastermu itu akan setuju semua ucapanku. Kau tak perlu takut. Kau bisa tanya Keith."

Lagi-lagi dokter tersebut menengok Keith dan pria itu memberikan anggukan.

Setelahnya, dokter tersebut menyuntikkan sesuatu ke tubuh Leggio. Efeknya langsung muncul dalam hitungan detik.

Mata Leggio terbuka lebar menatap langit-langit seakan tersentak sesuatu.

"Akhirnya kau bangun." Mika mendekati sisi Leggio. Kedua tangan dan kaki Leggio terborgol menyatu dengan ranjang, jadi Mika tak takut. "Kau harus berterima kasih karena aku adalah pendendam. Dengan begitu kau mendapat kematian cepat."

"..."

"Leggio, aku tidak ingin mendengar ucapan apapun dari mulutmu."

"Sepertinya Steve benar. Aku tidak boleh larut dalam dendam. Karena hanya akan menyiksa diri. Artinya kau juga harus segera mati."

"Orang sepertimu tak pantas hidup karena hanya akan menyebabkan kekacauan."

"Kembaranmu sudah mati. Jadi kini giliranmu."

Dokter itu tidak bohong. Hanya beberapa menit berlalu, napas Leggio sudah tidak teratur, dia mulai megap-megap kesulitan menghirup napas.

"Selamat bertemu kembaranmu di neraka." Ucap Mika kemudian. Tanpa menunggu Leggio menghembuskan napas terakhir, Mika berbalik pergi.

Seperti deja vu, Steve sudah berada di luar ketika Keith membukakan pintu untuknya. Tatapan Steve datar.

"An eye for an eye. Stevie." Ucap Mika lalu mengutip kalimat Steve sebelumnya. "Hanya kali ini. Aku ingin menyelesaikan dendammu agar kita segera memulai tentang kita."

Kemudian Mika berlalu tanpa sedetikpun menghentikan langkah. Ini namanya pembalasan.

Steve tak mengatakan apapun tapi mengikuti Mika dari belakang. Mika membiarkannya. Sebenarnya ia juga penasaran, mau sampai kapan pria itu akan tetap membisu.

Tak disangka, sampai di kamar pun pria itu masih diam. Jadi Mika dengan tenang masuk kamar mandi. Wajib mengunci pintu untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Dengan santai, ia menghabiskan waktu membersihkan diri sambil bersenandung.

Nanti ketika ia keluar dari kamar mandi, ia pikir Steve pasti sudah pergi. Tapi dugaannya salah. Pria itu masih duduk di tepi ranjang.

Begitu merasakan kehadiran Mika, pria itu mendongak. "Duduklah." Steve menepuk sisi sebelah kanannya.

Tapi Mika memilih duduk di sofa. Berdekatan dengan Steve bukan ide baik.

"Kau masih marah?"

"Bohong kalau aku menjawab tidak."

"Kau sudah membunuh Leggio, jadi kita impas, kan?"

"Soal kau yang membunuh Leonora tanpa persetujuanku? Ya. Tentu. Tapi belum mengenai yang lain, Stevie." Mika melipat kedua tangan di depan dada. "Perlu kuingatkan?"

"..."

"Kau menyembunyikan rencanamu. Semua orang tahu kecuali aku. Saat kau menyembunyikan siapa kau sebenarnya, aku masih bisa terima karena hubungan awal kita tidak serius sama sekali. Tapi setelah kemarin kita mulai serius, seharusnya kau segera cerita mengenai masa lalumu. Lalu aku hamil. Kau pasti melakukan sesuatu, kan?"

***

Tongues & Knots [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang