TAK - 20

371 25 3
                                    

Tiga tahun lalu

***

Malam ini, Steve bermain-main seperti biasa. Ia memiliki jadwal rutin untuk merusak citranya. Tidak menyenangkan lagi kalau sampai dunia tahu dia sebenarnya pria kejam. Dikenal sebagai pria playboy lebih menyenangkan.

Kali ini, Steve menyesap anggur di temani model cantik yang ia lupa namanya. Cantik dan berlekuk tubuh bagus. Sayangnya, wanita ini terlalu cerewet. Telinganya yang sudah sejak beberapa menit lalu mendengar ocehan tak penting sudah gatal ingin segera menyingkirkan benalu, maka ia melirik Kenzo, memberikan pria itu kode agar segera membuang wanita di pangkuannya.

Dengan sigap, Kenzo menarik model yang langsung protes itu keluar dari ruang VIP, ruang yang selalu menjadi pilihan Steve. Ruangan dengan kaca besar satu arah. Dari sini, Steve bisa melihat aktivitas di dance floor tanpa harus kesana.

Sebenarnya, sejak tadi matanya tak beralih dari sosok wanita mabuk yang berjoget seperti wanita hilang akal. Sangat kukuh menari sendirian tapi malah menggeliat dengan pakaian berwarna merah yang nyaris tak menutupi celana dalamnya. Bahkan bagian punggung wanita itu terbuka seakan mengundang tangan-tangan jahil menelusuri kulit mulus yang tampak.

Pria mana yang tak tergoda melihat pemandangan semacam itu di tempat seperti ini. Steve tak bisa menyalahkan tiap pria yang datang menghampiri wanita tersebut. Sekalipun mereka selanjutnya diusir, tapi tetap saja tangannya tak berhenti mengepal.

Steve ingat sekitar setengah jam lalu, saat ia pertama kali bertemu dengan wanita bermakeup tebal serta berambut merah keriting itu di pintu masuk. Wanita yang sudah mabuk itu langsung memeluknya dan berkata manja.

"Hei, bukankah aku cantik?" Tanyanya seraya terkikik. Lalu tiba-tiba menangkap belakang leher Steve dan menarik pria itu agar menunduk.

"Kau mabuk." Jawab Steve sementara tangannya menarik kepala wanita setengah gila ini menjauh. Pada saat itulah, Steve menyadari kalau wanita ini mengenakan rambut palsu.

Wanita yang menarik, batinnya. Mungkin seperti dirinya, malam ini, wanita itu tak ingin dikenali sehingga menggunakan makeup tebal serta rambut palsu.

"Cium aku." Ucapnya sambil berjinjit.

Tapi tubuh Steve yang tinggi membuat wanita itu kehilangan keseimbangan hingga nyaris jatuh. Tangan Steve segera turun ke punggung wanita tersebut.

Seketika telapak tangannya bertemu dengan kulit telanjang yang terasa lembut. Darahnya seketika berdesir. Apalagi wanita itu malah mencium lehernya. Hasratnya langsung mengalir ke tempat yang tak seharusnya. "Aku sudah gila."

Steve segera menangkup kedua pipi wanita itu, tapi mulut di lehernya beralih menggigit. Bukan gigitan menyakitkan, justru membuat Steve mengerang. "Hentikan, woman. Atau kau akan menyesal."

Wanita itu terkikik, lalu memanyunkan bibirnya. Wajah itu jadi terlihat..imut?

Astaga, Steve belum pernah berhasrat pada wanita mabuk, apalagi yang memakai riasan tebal dan bertingkah seenaknya seperti ini. Tapi saat tubuh mereka berdekatan, seakan ada chemistry yang tercipta. Apa sekarang Steve sudah ikut gila?

"Ajari aku ciuman." Pintanya.

Steve mengabaikan permintaan wanita itu. Ia malah melepaskan tangan yang melingkar di lehernya.

Terlalu tertarik pada wanita, itu tidak baik. Ia harus segera mengusir sumber masalah. "Pergilah. Aku sedang sibuk."

Lalu meninggalkan wanita sinting itu yang untung saja tidak mengejarnya. Wanita itu bersedekap menatapnya kesal. Huh, terserah!

Tongues & Knots [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang