TAK - 18

206 21 1
                                    


***

Setelah insiden di ruang latihan, Mika segera mendorong Steve hingga penyatuan mereka terlepas, memakai pakaian dan berusaha kabur. Tapi sialnya, kaki Mika terasa seperti jelly. Untung saja, Steve segera menangkap tubuh Mika yang nyaris ambruk lalu mengangkat tubuhnya. "Aku akan mengantarmu." Ucapnya kala itu. Steve menggendong Mika hingga sampai di kamar. Tapi lagi-lagi Mika segera mengusir Steve. Tak peduli sekalipun sebenarnya ia sedang berada di kamar pria itu. Karena Mika terlanjur sangat malu.

Aneh. Seharusnya ia merasa bangga karena bersetubuh dengan Steve di depan Zahira. Artinya ia bisa membuat Zahira cemburu. Tapi tidak. Ekspresi Zahira saat memergokinya tadi malah membuat Mika ingin menghilang dari sana seketika.

Tak lama setelah Steve pergi, seorang pelayan datang membantu Mika membersihkan diri. Beberapa jam kemudian, Mika dengan wajah memerah memasuki ruang makan di bawah tanah dengan seorang pelayan mengantarnya dari kamar. Ia memilih gaun pastel sederhana berlengan panjang selutut, lalu mengenakan syal putih di lehernya karena jejak Steve terlalu jelas dan jumlahnya sangat banyak disana. Sehingga mustahil menutupinya dengan riasan.

Di ruang makan sudah ada Steve yang terlihat segar dengan senyum mengembang begitu melihat Mika datang. Pria itu segera berdiri dan menarik kursi di sampingnya. "Duduklah, cherrylips."

Mika akhirnya duduk disana. "Kau terlihat sangat senang."

"Tentu saja. Tapi," Steve memandang syal di leher Mika tak suka. "Kenapa harus kau tutupi. Padahal lehermu cantik."

"Aku masih punya malu."

"Tak perlu malu, seharusnya kau bangga dengan memperlihatkan jejak dari kakakku." Entah dari mana Zahira tiba-tiba sudah berada di belakang Mika. Tentu saja Mika terkejut karena wanita itu tiba-tiba mengalungkan tangan di lehernya, lalu menarik syal Mika sehingga leher yang penuh jejak merah keunguan terpampang jelas.

"Hei, apa yang kau lakukan?" Mika bersungut marah.

Zahira tertawa. Tingkahnya amat berbeda dari sosok wanita yang ia lihat pertama kali. Tawa tersebut membuat Mika terdiam dan kehilangan kata-kata.

"Tak perlu menatap semacam itu." Zahira memakaikan syal tersebut di lehernya. "Kemarin itu hanya tes. Aku menyukaimu, Mikhaela." Seolah tak peduli dengan tatapan Mika, Zahira duduk di seberang Mika, lalu mulai menyantap makanan.

Mika memegangi leher telanjangnya lalu menatap Steve. Pria itu malah mengedikkan bahu dan mengikuti Zahira menikmati sarapan.

Apa yang sebenarnya terjadi?

"Ayo, kakak ipar. Kita sarapan." Ucap Zahira tanpa memandang ke arah Mika. "Setelah ini, kita bisa jalan-jalan di luar."

"Nope."

"Kak!!"

Steve menghela napas. "Tapi jangan jauh-jauh dan bersama pengawal."

Zahira mengangkat jempolnya ke atas.

"Aku yang tidak mau." Ucap Mika menyela. Zahira langsung mengangkat kepala terlihat kecewa. "Kecuali kau kembalikan itu padaku." Mika melirik syalnya.

Zahira langsung tersenyum kegirangan. "Oke." Jawabnya seraya melepas syal dan mengembalikan kain tersebut pada Mika.

Mika langsung memakainya.

Kenapa sekarang tingkah wanita itu jadi aneh?

Jungkir balik dari kesan pertama semalam.

***

"Jadi kemarin kau hanya berakting?" Tanya Mika tak percaya.

Kini mereka berada di luar rumah Steve yang dikelilingi hutan. Empat pengawal bersenjata lengkap berjaga tak jauh dari mereka. Ekspresi mereka sangat tegas dan waspada. Mika heran apa perlu mereka berjaga seserius itu? Padahal masih dekat dengan rumah Steve, tapi para pengawal itu bersiaga seakan menanti pertempuran. Mika jadi was-was kalau dunia Steve dan Vulcan Empire itu lebih gelap dari yang ia perkirakan.

"Yap." Jawab wanita di sebelahnya dengan antusias. "Aku menguji semua wanita yang mendekati kak Stephen. Tapi ternyata tak ada satupun yang lolos." Tiba-tiba Zahira memeluk Mika dari samping. "Kecuali dirimu, kakak ipar."

Mika jadi salah tingkah sendiri. Apalagi mendengar Zahira memanggilnya kakak ipar. Astaga, padahal baru tadi malam ia membenci Zahira. Otaknya masih perlu beradaptasi dengan tingkah Zahira yang ini.

"Jadi kau menguji semua wanita yang ada di samping kakakmu dengan membuat mereka cemburu?"

"Ya. Tapi tidak ada dari mereka yang bertindak sepertimu dan berhasil membuat kakak cemburu balik." Zahira tertawa. "Bagaimana? Aktingku bagus, kan? Sangat meyakinkan?"

Kini Mika sadar alasan Natalie menyarankannya memancing Steve agar kecemburuan pria itu semakin parah. Pasti karena ini. Natalie tahu apa yang Zahira lakukan. Semakin cepat Steve cemburu, maka semakin cepat pula akting Zahira selesai.

Mika mengangguk. "Kau bahkan bisa menjadi aktris lebih handal."

Zahira tertawa lagi. "Aku memang aktris. Tapi bukan di layar kaca sepertimu." Jelas sekali Zahira tahu latar belakang Mika. "Kuberitahu ya, aku sering melakukan berbagai misi penyamaran. Misi yang sudah seperti hobi menyenangkan buatku." Zahira menyandarkan kepala ke bahu Mika. "Tahu tidak bagian paling menarik dari misi itu?"

Mika menggeleng. Ia jelas tidak tahu.

"Sangat memuaskan saat melihat targetku memohon-mohon untuk diampuni. Tapi tentu saja tidak. Pada saat itu, aku langsung menembaknya hingga mampus. Oops, atau aku bisa menusuknya saja, atau mungkin mencekiknya hingga nyawanya melayang. Intinya tergantung mood. Kalau suasana hatiku buruk aku bisa mencincang tubuh mereka hingga mayat mereka tak dikenali."

Mika merinding mendengar penjelasan tersebut sekalipun Zahira berbicara dengan nada ceria. Bagi Mika, tak ada yang menarik dari cerita Zahira selain kengerian. Tapi saat otaknya membayangkan target Zahira adalah para penghianat itu, keluarga laknatnya, Mika mendadak senang.

Namun entah kenapa ia merasa Zahira menceritakan cerita ngeri itu untuk memperingatkannya. Seakan menunjukkan apa saja yang mampu dia lakukan andai Mika menghianati Steve. Mika menggelengkan kepalanya.

"Kenapa?"

"Tidak."

"Kau tak perlu takut padaku, kakak ipar. Aku akan selalu mendukungmu. Termasuk balas dendammu."

Mika langsung berhenti berjalan dan menatap wanita di depannya. "Steve memberitahumu?" Tuduhnya.

"Oh, tenanglah. Stephen tak perlu memberitahuku. Aku ini cerdas dan punya telinga dimana-mana. Tentu saja aku bisa menyimpulkan." Zahira menepuk bahu Mika. "Aku akan membantumu, kak."

***

Oh, Zahira, ternyata kau bukan orang ketiga.

Tongues & Knots [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang