Pertemuan Mencurigakan

1 0 0
                                    

Keesokan harinya, aku memulai hariku seperti biasa. Setelah menyelesaikan pekerjaanku di kantor pos, aku memutuskan untuk melanjutkan pencarianku tentang tuan Ranggala. Langkahku membawaku ke sebuah kios kecil di samping gang kantor pos, tempat seorang penjual minyak tanah yang tampaknya sudah berusia lanjut bekerja.

“Selamat pagi, Pak. Bolehkah saya bertanya sesuatu?” tanyaku dengan sopan sambil mengeluarkan foto tuan Ranggala dari tas kecilku. “Apakah bapak pernah melihat orang ini?”

Wajah penjual minyak tanah itu berubah pucat seketika saat melihat foto itu. Matanya membelalak dengan ketakutan yang jelas terlihat. Tanpa berkata sepatah kata pun, dia buru-buru menutup kiosnya dan berusaha menghindar dariku. Sikapnya yang mencurigakan membuat rasa penasaran dalam diriku semakin besar.

“Pak, tunggu sebentar! Apa bapak tahu sesuatu tentang orang ini?” seruku, mencoba menghentikannya.

Namun, dia tetap diam dan hanya mempercepat langkahnya, menghilang ke dalam gang sempit di belakang kios. Rasa penasaran dan sedikit frustrasi mulai menguasai pikiranku. Apa yang membuatnya begitu ketakutan? Apa yang dia tahu tentang tuan Ranggala yang membuatnya berusaha menghindariku?

Aku memutuskan untuk mengikuti penjual minyak tanah itu dari kejauhan. Dia tampak gelisah, sering kali menoleh ke belakang seolah memastikan tidak ada yang mengikutinya. Aku bersembunyi di balik dinding-dinding bangunan tua, berusaha tidak menarik perhatian.

Langkahnya akhirnya berhenti di sebuah rumah tua yang tampak sudah lama tak terawat. Dengan hati-hati, aku mendekati rumah itu dan bersembunyi di balik semak-semak di depannya. Dari balik semak-semak, aku melihatnya berbicara dengan seseorang di dalam rumah. Mereka berbisik-bisik, namun aku tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan.

Setelah beberapa menit, penjual minyak tanah itu keluar dari rumah, masih dengan wajah tegang. Dia melihat sekeliling sebelum bergegas pergi, kembali ke arah kiosnya. Aku menunggu beberapa saat sebelum mendekati rumah tua itu.

Dengan hati-hati, aku mengetuk pintu. Tidak ada jawaban. Pintu itu sedikit terbuka, jadi aku memberanikan diri untuk masuk. Di dalam, rumah itu tampak kosong dan suram. Namun, di meja ruang tamu, aku melihat sesuatu yang menarik perhatian—sebuah surat tua dengan segel yang sudah retak. Aku mengambil surat itu dan membacanya dengan hati-hati.

Surat itu ditujukan kepada nyonya Manie, namun tidak pernah dikirim. Isinya penuh dengan penyesalan dan pengakuan dari tuan Ranggala. Surat itu mengungkapkan rahasia gelap yang selama ini tersembunyi.

Aku tertegun membaca surat itu. Misteri tentang hilangnya surat-surat tuan Ranggala mulai terkuak, namun jawabannya membawa lebih banyak pertanyaan. Apa yang sebenarnya terjadi pada tuan Ranggala? Dan siapa orang di rumah tua ini yang tampaknya tahu lebih banyak daripada yang ia biarkan terlihat?

Dengan surat di tanganku, aku merasa semakin dekat dengan kebenaran, namun juga semakin jauh dari jawaban yang pasti. Petualangan ini baru saja dimulai, dan aku harus siap menghadapi apa pun yang menunggu di depan.

Aku DaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang