Pertemuan

1 0 0
                                    

Pagi itu, kami berangkat dengan mobil tua milik Pak Ridwan menuju pelabuhan Tanjung Perak. Perasaan tegang dan cemas menyelimuti perjalanan kami. Pak Ridwan mengemudi dengan tenang, sementara aku dan Bintang duduk di belakang, saling menggenggam tangan untuk memberikan keberanian satu sama lain.

Sesampainya di pelabuhan, kami melihat sebuah gudang logistik besar yang dijaga ketat oleh beberapa satpam dan preman bertato dengan wajah sangar, dilengkapi senjata api yang mencolok. Gudang itu tampak seperti benteng yang sulit ditembus, penuh dengan aktivitas dan pengawasan ketat.

Mobil kami dihentikan oleh salah satu preman bersenjata. Dia mengetuk kaca jendela mobil dengan keras, menuntut penjelasan. Pak Ridwan menurunkan kaca jendela dan berusaha tetap tenang.

"Ada urusan apa datang kemari?" tanya preman itu dengan nada kasar, menatap kami dengan tatapan tajam.

Kami saling berpandangan dengan Bintang, merasakan ketegangan yang semakin meningkat. Aku mengambil napas dalam-dalam dan memberanikan diri untuk menjawab. "Kami ingin bertemu dengan Tuan Sindu," kataku dengan suara yang berusaha tegar.

Preman itu menyipitkan matanya, tampak curiga. "Siapa kalian? Dan apa urusannya?"

Pak Ridwan segera menimpali, "Kami datang dari jauh untuk urusan bisnis. Ini penting dan Tuan Sindu pasti ingin mendengarnya langsung."

Preman itu tampak berpikir sejenak sebelum akhirnya mengangguk dan memberi isyarat kepada satpam di gerbang untuk membuka jalan. "Ikuti saya," katanya singkat, lalu berjalan menuju gudang besar di tengah pelabuhan.

Kami mengikuti preman itu dengan hati-hati. Setiap langkah terasa berat, penuh dengan kecemasan. Aku bisa merasakan detak jantungku semakin cepat. Di dalam gudang, suasana tidak kalah menegangkan. Aktivitas logistik berlangsung dengan cepat, dan setiap sudut diawasi dengan ketat.

Kami dibawa ke sebuah ruangan di lantai atas gudang. Di sana, di balik meja besar, duduk seorang pria paruh baya dengan tatapan tajam dan sikap penuh wibawa. Aku tahu itu pasti Tuan Sindu. Dia menatap kami dengan mata yang penuh rasa ingin tahu dan sedikit kesombongan.

"Apa yang membuat kalian datang jauh-jauh untuk menemui saya?" tanyanya dengan suara berat dan dalam.

Aku mengumpulkan keberanian dan menjawab, "Kami datang untuk mencari jawaban tentang Tuan Ranggala. Kami tahu Anda pernah berhubungan bisnis dengannya, dan kami perlu mengetahui kebenaran tentang kematiannya."

Tuan Sindu mengangkat alisnya, tampak terkejut tapi juga tertarik. "Tuan Ranggala, ya? Itu nama yang sudah lama tidak saya dengar. Mengapa kalian begitu tertarik dengan masa lalu yang kelam itu?"

Aku menjelaskan semua yang telah kami ketahui sejauh ini, tentang sekte, hutang, dan tekanan yang dialami Tuan Ranggala. Bintang dan Pak Ridwan duduk di sebelahku, memberikan dukungan moril yang sangat dibutuhkan.

Setelah mendengarkan cerita kami, Tuan Sindu terdiam sejenak. Kemudian, dia berdiri dan berjalan mendekati jendela, menatap keluar seolah mengingat masa lalu. "Tuan Ranggala adalah pria yang ambisius, tapi dia terjebak dalam masalah yang terlalu besar untuk diatasi. Dia meminjam uang dari saya dengan harapan bisa menyelamatkan bisnisnya, tapi sayangnya, keberuntungan tidak berpihak padanya."

Kami mendengarkan dengan penuh perhatian, berharap mendapatkan lebih banyak informasi. "Kematian Tuan Ranggala adalah sebuah tragedi," lanjut Tuan Sindu. "Tapi yang kalian perlu tahu adalah bahwa ada lebih banyak pihak yang terlibat dalam kesulitan yang dia hadapi, bukan hanya sekte itu."

"Apa maksud Anda?" tanya Bintang, penasaran.

Tuan Sindu berbalik menghadap kami, ekspresinya serius. "Ada konspirasi yang lebih besar di balik semua ini, melibatkan orang-orang berpengaruh di kota ini. Jika kalian benar-benar ingin mengungkap kebenaran, kalian harus siap menghadapi kekuatan yang lebih besar dan lebih berbahaya daripada yang kalian bayangkan."

Aku merasakan kengerian menjalar di tulang punggungku. Namun, tekad untuk menemukan kebenaran semakin kuat. "Kami siap," kataku dengan tegas. "Kami akan menghadapi apa pun demi mengungkap kebenaran dan memberikan keadilan bagi Tuan Ranggala."

Tuan Sindu mengangguk, tampak terkesan dengan keberanian kami. "Baiklah," katanya. "Aku akan membantu kalian semampuku, tapi ingatlah, ini adalah permainan yang sangat berbahaya. Kalian harus berhati-hati dan selalu waspada."

Dengan informasi baru ini, kami merasa lebih siap untuk melangkah ke depan. Tuan Sindu memberikan beberapa petunjuk dan nama-nama orang yang mungkin bisa membantu kami. Perjalanan ini belum selesai, tetapi kami semakin dekat dengan kebenaran yang selama ini tersembunyi. Dengan keberanian dan tekad yang bulat, kami siap menghadapi tantangan berikutnya.

Aku DaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang