Jerat

0 0 0
                                    

Malam itu, setelah kami merasa sedikit lega berada di rumah pria tua tersebut, harapan kami berbalik menjadi mimpi buruk. Pria tua yang awalnya tampak ramah tiba-tiba menunjukkan wajah aslinya. Dengan cepat, dia dan beberapa orang lainnya, yang rupanya juga anggota sekte, menangkap dan mengikat kami di depan api unggun yang besar.

Aku merasakan ikatan di pergelangan tangan dan kakiku semakin kencang, tubuhku sakit dan lemah dari kecelakaan sebelumnya. Bintang di sebelahku mencoba melepaskan diri, namun usahanya sia-sia. Nyonya Yulia, yang masih lemah, sudah terikat di sebuah tiang di depan kami. Wajahnya penuh ketakutan.

Pemimpin sekte, pria tua yang menjebak kami, berdiri di depan api unggun dengan mata penuh kebencian. "Bayar hutangmu kepada iblis sebelum iblis membayar nyawamu, anak muda," katanya dengan suara yang mengerikan.

Kami tidak bisa berbuat apa-apa saat melihat anggota sekte lainnya membawa jerigen minyak tanah dan mulai menyiramkan isinya ke seluruh tubuh Nyonya Yulia. Aku meronta, mencoba berteriak dan melepaskan diri, namun ikatan terlalu kuat. Air mataku mengalir deras melihat Nyonya Yulia dalam keadaan yang begitu mengerikan.

"Jangan! Tolong, jangan lakukan ini!" teriakku dengan suara serak. Namun, tidak ada belas kasihan di mata mereka. Mereka menyalakan korek api, dan dalam sekejap, tubuh Nyonya Yulia dilalap api. Jeritan kesakitannya menggema di malam yang gelap, mengoyak hati dan pikiranku.

Aku menangis, merasa tak berdaya dan penuh rasa bersalah karena tidak bisa menyelamatkannya. Bintang di sebelahku juga menundukkan kepala, matanya penuh dengan air mata dan kebencian.

Ketika api mulai padam, hanya tersisa abu dan arang di tempat Nyonya Yulia berdiri. Pemimpin sekte itu menatap kami dengan senyum dingin. "Kalian berikutnya," katanya singkat.

Namun, tiba-tiba terdengar suara sirene polisi dari kejauhan. Anggota sekte lainnya panik dan mulai berlari ke segala arah. "Cepat! Polisi datang!" teriak salah satu dari mereka. Pemimpin sekte itu tampak marah dan frustrasi, tetapi dia tahu dia tidak punya pilihan selain melarikan diri.

Beberapa polisi tiba di lokasi dan segera membebaskan kami dari ikatan. Aku merasa lemas dan hampir pingsan, namun berusaha tetap sadar. Bintang memelukku erat, berusaha menenangkan diriku.

"Kami mendapat laporan dari seorang warga yang melihat cahaya api besar di sini," kata seorang polisi. "Kalian aman sekarang."

Aku mengangguk lemah, masih shock dengan apa yang baru saja terjadi. Malam itu terasa seperti mimpi buruk yang tak pernah berakhir. Nyonya Yulia telah tiada, dan kami hampir saja menyusulnya.

Pagi harinya, setelah menerima perawatan medis dan memberikan keterangan kepada polisi, kami memutuskan untuk meninggalkan kota itu dan mencari tempat yang lebih aman. Meskipun ancaman sekte itu masih ada, setidaknya untuk saat ini kami selamat.

Bintang menggenggam tanganku erat saat kami naik ke mobil. "Kita harus tetap waspada dan mencari cara untuk menghentikan sekte itu selamanya," katanya dengan tekad yang kuat. Aku mengangguk, meskipun hati masih terasa berat.

Perjalanan ini belum berakhir, dan perjuangan kami untuk mengungkap kebenaran serta menghentikan sekte iblis itu baru saja dimulai. Dengan semangat yang tak tergoyahkan, kami bertekad untuk memastikan tidak ada lagi korban yang jatuh di tangan mereka. Nyonya Yulia mungkin telah tiada, tetapi kami akan terus berjuang untuk keadilan dan kedamaian yang telah direnggut dari kami.

Aku DaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang