Petunjuk baru

0 0 0
                                    

Setelah mendengarkan cerita Tuan Sindu dan mengetahui bahwa dia telah mengikhlaskan utangnya demi kematian Tuan Ranggala, kami merasa sedikit lega. Namun, Tuan Sindu tidak berhenti di situ. Dia memberikan kami sebuah foto lama yang penuh dengan petunjuk baru.

Foto itu menunjukkan sekelompok orang beramai-ramai dengan latar belakang sebuah bangunan besar, yang tak lain adalah rumah sakit jiwa terbesar di Magelang. Di foto tersebut, Tuan Ranggala berdiri di tengah, tampak lebih muda dan penuh percaya diri. Namun, yang membuatku terperanjat adalah sosok di sebelah Tuan Ranggala. Itu adalah orang yang pernah aku temui—pedagang minyak tanah yang ketakutan saat melihat foto Tuan Ranggala.

Kami meninggalkan gudang logistik dengan pikiran yang penuh pertanyaan. Di dalam mobil tua Pak Ridwan, aku tak bisa berhenti memandangi foto itu. "Pedagang minyak tanah itu... Apa hubungannya dengan semua ini?" gumamku.

Bintang, yang duduk di sampingku, menatap foto tersebut dengan seksama. "Kita harus kembali ke Magelang dan mencari tahu lebih lanjut tentang pedagang minyak itu. Dia mungkin memegang kunci untuk membuka misteri ini."

Setibanya di Magelang, kami segera menuju ke gang tempat pedagang minyak tanah itu biasa berjualan. Namun, dia tidak ada di sana. Rasa cemas mulai menyelimuti, tetapi aku tidak ingin menyerah.

"Kita harus mencarinya," kata Bintang. "Mungkin dia tahu sesuatu yang penting tentang Tuan Ranggala dan rumah sakit jiwa itu."

Kami bertanya kepada beberapa tetangga sekitar, tetapi mereka hanya memberikan jawaban yang tidak jelas. Pedagang minyak itu tampaknya orang yang sangat tertutup dan jarang berbicara dengan orang lain. Akhirnya, seorang ibu tua memberikan petunjuk bahwa dia sering terlihat di pasar tradisional setiap pagi.

Pagi berikutnya, kami pergi ke pasar tradisional. Dengan hati-hati, kami mencari pedagang minyak tanah itu di antara kerumunan penjual dan pembeli. Setelah beberapa lama, kami menemukannya sedang melayani seorang pembeli.

Aku mendekatinya perlahan. "Pak, bolehkah saya berbicara sebentar?"

Pedagang itu menatapku dengan raut wajah tegang. "Apa yang kamu mau? Saya sudah bilang, saya tidak tahu apa-apa."

Aku menunjukkan foto yang diberikan oleh Tuan Sindu. "Pak, saya menemukan foto ini. Itu Anda, bukan? Di sebelah Tuan Ranggala?"

Wajah pedagang minyak itu memucat. Dia tampak ragu-ragu, tetapi akhirnya dia mengangguk pelan. "Iya, itu saya. Tapi saya tidak ingin terlibat lagi dalam urusan itu."

"Bapak, tolong bantu kami," pintaku. "Kami hanya ingin mengetahui kebenaran tentang kematian Tuan Ranggala. Apa yang sebenarnya terjadi di rumah sakit jiwa itu?"

Pedagang minyak itu menghela napas panjang, tampak berat untuk mengungkapkan sesuatu yang sudah lama disimpannya. "Baiklah, ikut saya ke tempat yang lebih tenang."

Kami mengikutinya ke sebuah sudut sepi di pasar. Di sana, dia mulai bercerita dengan suara pelan, hampir berbisik. "Tuan Ranggala dan saya dulu bekerja sama di bisnis kainnya. Ketika perusahaan bangkrut, dia sangat putus asa. Dia bergabung dengan sekte aneh itu, yang bertemu di rumah sakit jiwa."

Aku mendengarkan dengan penuh perhatian, mencoba menyerap setiap detail. "Apa yang terjadi di sana?"

"Sekte itu menawarkan kekayaan dan kekuasaan, tapi dengan harga yang mengerikan," lanjutnya. "Tuan Ranggala terjebak dalam perangkap mereka. Dia melakukan hal-hal yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya, demi mendapatkan uang untuk melunasi hutangnya dan membahagiakan kedua istrinya. Namun, akhirnya, dia sadar bahwa dia tidak bisa keluar dari lingkaran setan itu."

"Apa yang terjadi kemudian?" tanya Bintang, penasaran.

"Tuan Ranggala mencoba melarikan diri. Dia menulis surat terakhir kepada Nyonya Manie, yang tidak pernah sampai. Dia tahu hidupnya dalam bahaya. Malam sebelum dia meninggal, dia menemui saya dan memohon bantuan. Tapi saat itu sudah terlambat. Mereka menemukannya dan... dan membunuhnya."

Aku merasa bulu kudukku berdiri mendengar cerita itu. "Siapa 'mereka'?"

"Anggota sekte dan orang-orang yang berkuasa di kota ini," jawab pedagang minyak itu dengan suara gemetar. "Mereka tidak akan membiarkan siapa pun keluar hidup-hidup jika mencoba mengungkap rahasia mereka."

Dengan informasi ini, kami semakin mengerti betapa dalam dan berbahayanya misteri kematian Tuan Ranggala. Namun, kami juga tahu bahwa mengungkap kebenaran adalah satu-satunya cara untuk memberikan keadilan bagi semua yang terlibat. Dengan tekad yang semakin bulat, kami bersiap untuk langkah selanjutnya dalam perjalanan ini.

Aku DaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang