Empat belas

133 13 3
                                    

***

Mahen akhirnya memilih untuk mengantar Dika pulang setelah berpamitan dengan Siska. Namun keduanya lebih dulu ke rumah Mahen untuk mengambil motor Dika yang tadi dia pakai kesana. Mereka berpisah disana dengan Dika yang sudah mengendarai motornya berlalu dari pekarangan rumah Mahen yang cukup terbilang luas tersebut.

Jalanan Jakarta malam itu syukurlah tak macet, memudahkan Dika sampai ditempat tujuan dengan cepat. Motor yang ia kendarai tak lama sudah berhenti di dalam bagasi rumahnya. Setelah memarkirkan kendaraannya dengan baik, pemuda tersebut langsung masuk kedalam rumah.

"Ibu, Dika pulang nih!"

Namun tak ada sahutan dari dalam rumah. Bangunan itu Nampak kosong. Dika berjalan kearah dapur dengan pelan. Terdengar suara gemercik air dari dalam kamar mandi, ia berfikir mungkin ibunya sedang ada di kamar mandi dan tak mendengarkan panggilan dari Dika.

Ia kemudian memilih langsung kekamar saja, badannya terasa pegal sebab tak ada istirahat sama sekali sepulang sekolah karena dia langsung mendapat kabar dari Mahen kalau mereka akan kencan. Tapi tak pernah ia pikirkan bahwa akan terjadi seperti tadi.

Dika mendengus kesal. Bisa-bisanya Mahen melakukan hal konyol seperti itu padahal dia sudah susah payah berbohong kepada teman-temannya hanya untuk pergi bersama dia. Yang dikira kencan itu akan berjalan lancar namun ternyata malah menjadi kencan yang buruk.

Pemuda itu dengan wajah lesunya membuka pintu dengan pelan. Langkahnya tercegat diambang pintu saat mendapati Wawan yang duduk di ujung kasur yang kini tengah menatapnya penuh intimidasi. Dika mencoba menyengir paksa melihat kehadiran temannya tersebut. Ia menggerutu dalam hati, apa yang harus dia jawabkan kepada Wawan yang kini memergokinya berbohong.

"Wan. Kok lo disini?" Tanya Dika dengan nada bergetar.

Wawan terlihat tak senang. Wajahnya datar dengan kedua tangan dilipat didada menatap tajam Dika yang masih diambang pintu. Dika tau pasti pemuda itu telah mengetahui bahwa dirinya berbohong.

Dika mulai menjalan mendekat masih dengan cengirannya. Perlahan ia letakkan helm yang berada ditangannya ke samping kursi, kemudian duduk di kursi tersebut. Ia meremas ujung bajunya dengan tangan yang mulai berkeringat. Rasa cemas mulai menjalar dibadan Dika, sebab ia tau Wawan sangat tidak suka dibohongi.

"Ini yang lo bilang di rumah?" Tanya Wawan dengan nada tajam.

Dika meneguk ludanya kasar,"Gw-gw-"

"Lo kenapa si harus boong, Dik?" Tanya Wawan dengan raut wajah yang kecewa.

Dika menunduk. Ia tak tau harus mengatakan apa lagi. Ia ingin jujur namun rasanya dia juga bingung apa itu pilihan yang baik atau tidak. Namun Wawan saat ini benar-benar butuh penjelasan darinya, kalau tidak Dika akan tau apa akibatnya. Hal ini bukan pertama kalinya, Dika pernah berbohong sebelumnya kepada Wawan yang akhirnya setelah pemuda itu tau dia mendiami Dika selama seminggu bahkan mengancam akan keluar dari gengnya.

"Ini menyangkut Mahen lagi kan?"

Dika menghela nafas berat,"Maafin gw, Wan. Gw terpaksa boong karena takut lo malah ngerasa gw lebih milih orang lain daripada kalian." Ucap Dika dengan menunduk penuh sesal.

Wawan menggeleng pelan,"Jadi maksud lo dengan lo boong sama gw dan yang lainnya bisa buat itu lebih baik?" Tanya Wawan dengan kesal.

"Bukan gitu, Wan."

"Terus apa?!"

Wawan berdiri dari duduknya. Ia menatap tajam kearah Dika yang ikut berdiri dihadapannya. Dika dapat melihat amarah dalam mata Wawan yang kini menyorotnya tajam. Kalau begini ia tak tau harus berbuat apa untuk menenangkannya.

Partner Of Love [Markhyuck]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang