Tujuh belas

138 13 2
                                    


***

Siswa kelas 12 akan melaksanakan perpisahan sekaligus pelepasan murid yang tamat. Semuanya sudah sibuk mempersiapkan acara tersebut. Para perempuan telah sibuk mencari baju dan tempat untuk makeup nantinya agar acara mereka lebih berjalan lancar nantinya. Sedangkan untuk murid lagi-laki, mereka sama sekali tak sibuk sebab hanya menyiapkan baju batik saja dan tak perlu susah payah mencari tempat makeup.

Wawan duduk di kafe kakaknya. Sengaja pemuda itu tak lagi ke pos ronda di kompleknya karena takut bertemu teman-temannya yang selalu nongkrong disana. apalagi harus bertemu Dika. Setelah semua yang dia katakan waktu itu, mungkin saja temannya itu tak mau lagi melihat wajahnya. Dan yang lain mungkin juga sama.

Wawan menghela nafas berat. Dia memang tak mau kehilangan temannya yang sudah begitu dekat hanya karena rasa yang ia simpan bertahun-tahun lamanya. Ia memilih untuk mengatakannya waktu itu, sebab rasanya sudah tak sanggup menanggungnya lagi. Memang sudah begitu lama dirinya memendam rasa terhadap Dika. Ia kira rasa itu awalnya hanya sebatas teman yang cemburu dan tak ingin kehilangan teman dekatnya. Namun, setelah ia melihat senyum, tawa, sifat, Wawan sadar ia tak ingin Dika memberikan hal itu kepada orang lain selain dirinya.

Wawan menunduk dalam-dalam. Wajah teman-temannya terbayang-bayang saat ia mengetahui perasaannya tersebut. Sungguh, Wawan sangat bingung untuk menyelesaikan masalah ini. Walau memang dirinya belum mendapat kabar kalau teman-temannya tau akan hal ini, tapi tetap saja ia merasa takut akan hal itu.

“Wan, lo nggak papa?” Tanya Bang Jek yang melihat adiknya menunduk lesu.

Ia yang baru saja mengantarkan pesanan ke meja pelanggan, mendapati adik laki-lakinya itu terlihat begitu frustasi. Sesekali terlihat mendengus, mengacak rambutnya kasar, dan akhirnya menunduk dengan wajah lesunya. Ia tau pemuda itu tak biasanya terlihat begitu apabila ada masalah, jadi ia yakin kali ini mungkin bukan masalah yang sepele.

Wawan mendongakkan kepalanya mendapati kakaknya menatap cemas kepada dirinya. Rasanya ia sangat ingin mengatakan semuanya kepada pria itu. Ingin rasanya menumpahkan semua kekhawatirannya yang sedang ia pendam. Namun ada rasa takut untuk mengatakannya. Takut bahwa Bang Jek tak bisa menerima keadaannya yang ternyata gay.

Melihat adiknya hanya diam saja, pria itu menarik satu kursi lalu duduk disampingnya. Ia menepuk pelan pundak adiknya,”Kamu tau kan, Wan. Abang akan selalu dengerin kamu dan akan selalu dukung kamu. Jangan takut bilang apapun sama abang.” Ujarnya dengan penuh kelembutan.

Wawan tersenyum tipis. Pria disampingnya ini memang seseorang yang selalu ada disaat suka maupun duka dirinya. Akan selalu ada disamping Wawan mendengarkan semua keluh kesahnya. Walaupun pria bernama Jek itu sangat sibuk dengan pekerjaannya, ia akan selalu ada apabila ia dibutuhkan Wawan.

“Abang yakin?”

Jek hanya mengangguk. Wawan menggigit bibir bawahnya dengan cemas,”Taukan kalau didalam dunia ini ada beberapa jenis cinta bang?” cicit Wawan membuat dahi abangnya mengerut mendengar pertanyaan itu.

“Lo lama-lama kayak Dika. Dia juga pernah nanya tentang cinta.” Ujar Wawan.

Wawan tertarik dengan topik yang menyertakan nama Dika, namun ia berfikir lagi kalau ada yang lebih penting dari pada hal itu. Pemuda itu kemudian kembali melanjutkan perkataannya.

“Gini bang, maksud gw, cinta itu banyak. Bukan cuman cinta antara perempuan sama laki-laki gitu. Kalau menurut abang cinta selain dari itu apa bisa dibilang cinta juga bang?”

“cinta antara sahabat gitu?”

Wawan mengangguk,”Iya, bang.”

Jek Nampak berfikir. Kemudian selanjutnya mengangguk,”Iya nggak papa. Kalau kita sayang sama sahabat kita berarti itu bagus.” Ujarnya mendapat Desisan dari Wawan.

Partner Of Love [Markhyuck]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang