Semakin lama, hari-hari yang dijalani Lili terasa biasa-biasa saja. Hanya berjalan seperti biasanya, tidak ada yang dapat membuat Lili berkesan, terkadang ia ditemani oleh Darren, meski hanya dalam waktu singkat. Ada satu hal yang mengganggu pikiran Lili selama beberapa hari ini. Hendrik, laki-laki dengan wajah familiar yang ditemuinya saat berlari pagi di alun-alun kota waktu itu bersama Zizi. Dan anehnya Lili semakin sering bertemu dengannya secara tidak sengaja. Baik itu di supermarket, jalanan, atau bahkan di depan sekolah Lili. Mereka hanya saling melemparkan senyuman saat bertemu, tak ada tegur sapa diantara keduanya.
"Harganya lima ribu ya dek" Ucap seorang penjual cilok keliling yang sedang melayani seorang gadis. Ya, gadis itu adalah Lili. Dia tengah berjalan jalan sendirian di alun alun kota sepulang sekolah, sampai akhirnya menemukan penjual makanan pinggir jalan itu.
Saat itu juga raut wajah Lili menjadi panik. Mulai mengacak acak isi tasnya.
"Dompet.. dompet gua mana ""Maaf pak, kayaknya saya ga jadi beli.. "
Lili meminta maaf pada penjual cilok dengan wajah yang benar-benar menampakkan bahwa dia sedih karena gagal membeli makanan yang berbahan dasar tepung kanji itu."Pakai ini aja pak" Suara ini, yang dikenali dengan baik oleh Lili. Wajah laki-laki itu sangatlah dekat dengan Lili wajah mereka hanya berjarak 5cm saat ini. Hal itu membuat wajah Lili memerah.
"Hendrik??!" Ucap Lili dan menjauhkan wajahnya dari Hendrik.
"Ga usah!! gua udah ga pengen lagi" sergah Lili, merasa tidak enak karena mungkin akan merepotkannya.
"Gapapa, sekali sekali"
Hendrik membayarkan cilok yang nampaknya sangat amat diinginkan oleh gadis itu.Mereka berdua berakhir berjalan jalan mengelilingi alun alun kota dengan pemandangan sore hari yang kurang memuaskan, langit yang nampak gelap tertutupi oleh awan hitam. Sesekali mereka akan berhenti untuk duduk di kursi taman, mengobrol santai dan bercanda bersama. Benar-benar sederhana tapi terasa menyenangkan bagi keduanya.
"Jadi lo dirumah sendirian selama ini?" Tanya Hendrik kepada Lili.
"Iya, udah hampir sebulan lebih." Jawab Lili sambil makan cilok yang dibelikan oleh laki-laki itu tadi.
"Berani lo?" Tanya Hendrik dengan nada datar namun terkesan mengejek
"Berani lah, lo meremehkan gua?" Lili menjawab dengan alis menyatu, terkesan marah
Hendrik Terkekeh pelan, "Ya gua kira ga berani, tersesat di taman aja nangis." Ucap Hendrik lagi.
Lili menoleh, "Hah?maksud lo?"
"Gak inget? Dulu siapa yang nangis-nangis, karena salah jalan terus lupa jalan pulang?" Hendrik makin menjadi-jadi dengan seringai yang ia tujukan untuk mengejek Lili.
"Tunggu, kok lo tau? Apa.." Lili tidak melanjutkan ucapannya karena sudah di serobot oleh hendrik.
"Iya. Gue yang nolong lo waktu itu, gimana? Makin ganteng kan hahaha." Hendrik menaik turunkan alisnya, untuk menggoda gadis itu.
Bukannya tergoda, Lili terkejut bukan main. "Jadi lo cowo hujan yang waktu itu!"
"Cowo hujan?" Hendrik bingung mendengar nama itu.
"Iya soalnya waktu lo ketemu sama gua langsung hujan, jadi gua sebut cowo hujan aja." Jawab Lili yang tanpa sadar membuat telinga laki-laki di depannya itu memerah.
"Ekheemm." Hendrik berdehem guna mengalihkan pembicaraan.
"Kenapa lo kasih gua panggilan? kenapa ga nama aja, kita kan udah kenalan. "
"Salah siapa namanya susah, orang-orang kalo ngasih nama itu yang gampang diingat. Jadi gua panggil cowo hujan aja biar gampang ingetnya." Jawab Lili tanpa basa-basi.
KAMU SEDANG MEMBACA
09:09 Tentangmu dan senja [Revisi]
Teen Fiction"𝑲𝒂𝒎𝒖 𝒊𝒕𝒖 𝒔𝒆𝒅𝒊𝒏𝒈𝒊𝒏 𝒉𝒖𝒋𝒂𝒏, 𝒔𝒆𝒄𝒖𝒆𝒌 𝒎𝒂𝒏𝒖𝒔𝒊𝒂, 𝒅𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒕𝒂𝒃𝒂𝒉 𝒃𝒖𝒎𝒊. 𝑻𝒂𝒑𝒊 𝒅𝒊𝒃𝒂𝒍𝒊𝒌 𝒊𝒕𝒖, 𝒌𝒂𝒎𝒖 𝒂𝒅𝒂𝒍𝒂𝒉 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒕𝒆𝒕𝒂𝒑 𝒂𝒅𝒂, 𝒎𝒆𝒏𝒆𝒎𝒂𝒏𝒊 𝒂𝒌𝒖 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒂𝒊 𝒔𝒂𝒂𝒕 𝒊�...