Aku dan kakak sudah sampai didepan rumah Rio. Kakak mengetuk pintu rumah Rio. Rumah Rio tampak lebih besar dari rumah ku. Beberapa saat setelah kakak mengetuk pintu, Rio mulai menunjukkan batang hidungnya. Rio mempersilahkan aku dan kakak masuk.
Sebelum aku dan kakak sampai, aku dan kakak menghabiskan es krim kami masing-masing. Aku paling berantakan saat memakan es krim. Setelah es krim kami habis, kakak menggandeng tangan ku untuk memasuki halaman rumah Rio yang tidak memiliki pagar.
Aku dan kakak memasuki rumah Rio. Sungguh, rumah Rio sangat besar. Saat aku memasuki bagian ruang tamunya, sungguh luas. Ada dua set sofa besar yang bisa menampung banyak orang. Sofanya sangat empuk sekali.
Lalu, bagian yang paling aku suka adalah lampunya. Lampu utama yang ada dirumah Rio adalah lampu gantung. Kalau kata orang, lampu gantung itu sangat cantik sekali ditaruh diruang tamu, kalau katanya itu aesthetic. Banyak hiasan-hiasan cantik dirumah Rio. Mulai dari benda antik, kerajinan, lukisan (saat aku besar, aku tau kalau itu lukisan dari pelukis ternama), bunga dengan vas-nya, dan foto keluarga.
Didalam foto keluarganya, terdapat ayah dan ibu Rio (yang tampak sedang hamil) dengan Rio ditengahnya.
"Hai, Nuzka. Akhirnya kamu datang juga." Seseorang menyapa kakak ku dari arah tangga. Itu Rio. Kakak yang tadi juga sedang melihat ruang tamu Rio mulai teralihkan dengan sapaan Rio.
"Ayo ikut aku." Rio mengajak kami menuju salah satu ruangan dirumahnya, mungkin kamarnya. Aku berjalan menaiki tangga. Aku sudah terbiasa bolak-balik naik tangga, karena kamar kakak berada dilantai dua, di rumah. Setelah dilantai berikutnya, aku berjalan dikoridor. Tidak ada yang spesial dikoridor, hanya ada beberapa pintu.
Setelahnya kami mulai memasuki ruangan terbuka. Ruang terbuka tersebut adalah ruang keluarga. Ada satu televisi besar ditengah tembok, lantainya dilapisi karpet berbulu dan diatas karpet berisi bantal besar yang dijadikan tempat duduk untuk bersantai. Aku tidak tahu apa namanya? Mungkin itu adalah sofa model terbaru. Dan ditengahnya terdapat meja kaca. Tempat ruang keluarganya tampak nyaman sekali.
Kakak menarik ku yang sedari tadi hanya menatap ruang keluarga dirumah Rio, dan membawaku menuju dapur keluarga. Ku pikir, Rio akan membawa aku dan kakak ke kamarnya, ternyata menuju ke dapur.
Kata Rio, dapur ini khusus untuk membuat kue. Sedangkan dibawah ada satu dapur yang biasa dipakai untuk makan bersama. Aku hanya menyimak tidak mengerti kenapa dapurnya dibedakan? Sedangkan dirumah ku hanya ada satu dapur untuk memasak segala makanan.
Dapurnya sangat cantik, bersih, dan harum kue ada dimana-mana. Didapur kue (kata Rio) ada meja untuk membuat adonan ditengah, ada oven besar untuk memanggang, ada lemari dengan segala bahan kue didalamnya. Dari luar, lemarinya sangat harum. Lalu, segala perabotan yang masih belum aku tahu untuk apa.
Ting! Bunyi oven berbunyi. Tanda adonan yang dipanggang sudah matang. Aku melihat oven itu sangat besar dan bisa menampung banyak adonan didalamnya. Tiba-tiba wanita cantik seumuran bunda lewat dihadapan ku untuk mengangkat adonan yang sudah dipanggang.
Adonan yang sudah matang tadi ditaruh diatas meja yang biasa digunakan untuk membuat adonan. Aku baru tahu kalau meja itu dilapisi dengan lapisan menyerap panas sehingga membuatnya tahan panas. Setelahnya wanita tersebut pergi entah kemana.
Rio mulai mengajak kakak dan aku untuk duduk dikursi yang memang diambil agar mereka dapat lebih tinggi dari meja itu. Rio mulai menghias kuenya dengan hiasan gula. Kue itu cantik sekali. Besok-besok aku tahu kalau itu adalah cupcake.
Setelah selesai menghiasi seluruh kuenya, Rio mulai mengambilnya dan memberikannya kepada kakak dan aku untuk mencobanya. Kue tersebut sangat cantik sekali. Rasanya sayang untuk dimakan.
"Bagaimana rasanya?" Tanya Rio. Rio juga mengambil satu untuk mencobanya sendiri. Aku memakannya untuk memastikan rasanya enak secantik penampilannya. Kakak mengangguk-angguk dan mengancungkan jempolnya kepada Rio.
"Enak. Siapa yang mengajarimu membuat kue ini?"
"Mama mengajari ku membuat kue. Aku bilang ke mama kalau saat aku besar nanti aku ingin menjadi chef ternama. Karena itu mama mulai mengajariku banyak resep makanan." Jelas Rio.
Kakak mengangguk. "Mama mu pintar. Nanti kamu bisa mengajari ku untuk membuat kue juga," Rio mengangguk semangat. "Mau aku ajari buat kue?" Kakak mulai menimang-nimang ingin belajar buat kue atau tidak? Setelahnya kakak ku menerima ajakannya.
"Kalau kamu, Rali, bagaimana rasanya?" Aku menoleh pada Rio. "Enak sekali! Sayangnya kuenya cantik, jadi sayang yang mau dimakan." Aku memelas melihat kumpulan kue yang sudah dihias dihadapan ku.
"Itu memang untuk dimakan. Kata mama, tidak apa-apa kalau hiasannya rusak. Yang penting rasanya enak." Rio tersenyum padaku. Aku mengangguk walau tidak mengerti.
~~~
Beberapa jam dirumah Rio dihabiskan dengan belajar membuat kue. Menyimak penjelasan Rio saat mengajari kakak.
Mulai dari menjelaskan hingga mempraktikan cara membuat kue. Hingga kakak berhasil membuat kue sendiri (walaupun sering gagal karena kakak tidak menyimaknya dengan benar). Untung saja sedari tadi mama Rio tidak datang ke dapur.
"Yeay! Jadi!" Seru ku saat kakak mengeluarkan kue dari oven. Kalau bunda tahu, kakak pasti akan dimarahi. Kakak dan Rio mulai menghiasi kuenya dengan lapisan gula.
"Kakak, aku mau coba menghias kuenya," ucap ku pada kakak yang sedari tadi sibuk belajar. Kakak menggeleng tidak mengijinkan ku.
Berbeda dengan kakak, Rio dengan senang hati mengijinkan ku untuk menghias kue dihadapan ku. Membantuku menghias beberapa kue. Aku suka saat menghiasnya, itu menyenangkan.
Setelah selesai, kami mencobanya. Kue ini benar-benar enak.
"Enak sekali kuenya. Kak Rio memang hebat. Coba kalau aku bisa bawa pulang dan beri kue ini ke ayah, bunda, om, dan tante. Pasti mereka suka." Aku menatap binar pada kue-kue dihadapan ku.
Rio terkekeh senang karena mendapat pujian dari ku, sedangkan kakak bersungut-sungut tidak terima. "Aku kan juga ikut buat kuenya. Kenapa hanya Rio yang dipuji." Begitu pikirnya.
Setelah selesai semua urusan aku dan kakak dirumah Rio, kakak mulai berpamitan pada temannya.
Mama Rio tidak menunjukkan batang hidungnya sedari tadi. Kata Rio, mamanya sedang hamil dan tidak boleh banyak gerak. Karena itu, setelah mengajari Rio membuat kue, mama Rio langsung beristirahat dikamarnya.
Wanita cantik yang tadi membantu mengangkat kue dari oven ternyata adalah asistennya yang menjaga mama Rio sampai mama Rio nanti melahirkan. Rio menceritakannya saat mengajari kakak untuk membuat kue.
Rio memberikan aku dan kakak oleh-oleh saat kami pulang dari rumahnya. Rio membawakan kami berbagai macam kue kering yang mama nya buat beberapa hari sebelumnya. Dan juga membawakan kami kue yang baru saja kami bawa agar orang yang ada dirumah kami bisa mencobanya.
Tentu saja semua oleh-oleh itu memang diminta oleh mamanya agar kami membawanya pulang. Dengan senang hati aku membawa oleh-oleh itu pulang.
Saat sampai dirumah, bunda langsung membawa ku masuk karena khawatir anaknya sedari pagi tidak ada dirumah. Bunda marah karena khawatir. Lebih tepatnya kakak yang dimarahi karena tiba-tiba hilang begitu saja setelah membeli es krim didepan.
Ayah, om dan tante juga sama khawatirnya. Mereka sampai mengira bahwa kami diculik dengan bapak penjual es krim didepan tadi.
"Lain kali, jangan pergi sembarangan! Sebelum pergi, kalian harus ijin ayah dan bunda terlebih dahulu," omel bunda sembari matanya melebar karena marah. Aku dan kakak hanya mengangguk agar bunda tidak semakin mengomeli kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
IKRAVERA [Tamat] ✓
RandomHalilintar as Nuzka. Taufan as Raver. Ini tentang Raver. Betapa sayangnya Raver dengan Kakaknya, Nuzka. Cover by Deviantart : @ashouji