10

35 4 0
                                    

Bazar dimana-mana. Memenuhi lapangan sekolah. Panggung sekolah dihias semenarik mungkin. Terdapat banner di tengahnya yang tertulis, 'Pisah kenang tahun 20** - 20**'.

Yah, itu terlalu klise untuk hari perpisahan yang dikata megah.

Aku berlari menghampiri Kak Nuzka yang sudah memakai basofi. Baju ini atas usul Bunda agar Kak Nuzka memakai basofi.

Kak Nuzka hari ini tampak keren dengan menerima kalung dan rapor di atas panggung. Juga beberapa penghargaan yang membuat ku melebarkan mata takjub.

Bunda sendiri sedang menerima rapor ku di kelas. Tidak melihat Kak Nuzka yang hari ini begitu keren di atas panggung. Juga mendapat gelar si peringkat pertama saat itu. Aku berteriak kegirangan melihatnya.

Walaupun segala macam penghargaan yang Kak Nuzka dapatkan, tapi tidak sedikit pun Kak Nuzka tersenyum.

Aku menghampirinya saat Kak Nuzka sudah menuruni panggung. Aku memberinya semangat dan pelukan. Kak Nuzka tampak risih dengan ku namun ku hiraukan.

Setelah itu masuk ke dalam proses foto wisuda. Aku bergegas menghampirinya untuk berfoto bersama. Kak Nuzka tampak mencari seseorang. Aku tau siapa yang Kak Nuzka cari. Tapi Bunda saat ini sedang berada di kelas ku untuk mengambil rapor milik ku.

"Cheese!" Aku tersenyum saat tukang foto itu mulai memfoto Kak Nuzka. Aku tidak sabar untuk melihat hasilnya.

Tak lama Bunda datang. Dia tampak biasa saja saat menyadari dirinya melewatkan sesi foto. Bunda tersenyum haru lalu mengacak rambut ku.

"Ada apa?" Tanya Ayah heran saat melihat Bunda tersenyum. "Raver mendapatkan juara 2 di kelasnya, Yah. Anak Bunda hebat Bunda menunjukkan kedua jempolnya pada ku. Aku hanya tersenyum kecil melihatnya.

Aku memilih mengejar Kak Nuzka yang menghilang entah kemana.

"Kenapa anak itu?" Tanya Bunda saat melihat Kak Nuzka melenggang begitu saja. Ayah menggeleng tidak mengerti.

"Dia baru saja mendapatkan peringkat pertama satu angkatannya," kata Ayah merangkul pundak Bunda untuk mengejar kami. Bunda mengangguk.

"Bagus. Anak itu memang pintar." Pujinya.

Aku kelimpungan mencari Kak Nuzka. Rasanya sedih ditinggalkan begitu saja.

"Kak Nuzka!" Seru ku saat melihat Kak Nuzka bersama Rio juga

Kak Nuzka tidak menoleh sedikit pun. Aku menggembungkan pipi ku kesal. Ku mohon, jangan cuek lagi! Doa ku dalam hati.

Aku ingin melihat senyumnya lagi saat ini.

"Kak Nuzka," panggil ku lirih. Aku baru saja akan menangis jika temannya tidak memanggil ku untuk mendekat.

Kak Nuzka menatap ku datar. Aku tak pernah mengerti dengan tatapan itu. Tatapan yang tidak ingin ku dapatkan darinya.

Sepanjang acara Kak Nuzka terus diam. Aku pikir hari ini Kak Nuzka akan terus tersenyum, ternyata tidak.

Perjalanan pulang aku berusaha duduk di dekat Kak Nuzka. Seperti biasa Kak Nuzka duduk di sebelah kanan kaca mobil. Kepalanya menatap jendela mobil yang memecah jalanan sepi menuju ke rumah.

Di tengah jalan aku menatap lamat sebuah toko penjual papan seluncur atau yang orang sebut skateboard. Salah satu papan terbang yang besok-besok aku ketahui adalah hoverboard keluaran terbaru terpampang disana. Aku tersenyum menatapnya. Suatu saat aku ingin memiliki itu. Tanpa sadar Kak Nuzka ikut menatap ke arah ekor mata ku.

Aku tidak akan menyadari apa yang akan terjadi ke depannya.

Aku menghela nafas lalu menyandarkan punggung ku di kursi mobil saat toko papan seluncur sudah lewat.

"Hari ini Raver mau minta apa?" Tanya Bunda. Aku diam memikirkan apa yang ingin aku minta.

"Aku mau makan es krim dengan Kak Nuzka!" Seru ku. Kak Nuzka menukikkan alisnya bingung. Kenapa aku mengajaknya juga?

"Oke!" Jawab Bunda.

Aku tersenyum pada Kakak ku. Aku menatap tangannya yang ingin sekali ku gapai.

Aku mengulurkan tangan ku yang lagi-lagi membuat Kak Nuzka bingung. Aku menggembungkan pipi ku kesal saat Kak Nuzka tidak menerima uluran tangan ku.

"Pegang aja, Kak!"

Aku menatap Kak Nuzka kesal. Kak Nuzka menghela nafas lelah lalu menerimannya. Jelas senang bukan main saat Kak Nuzka menerimanya. Aku bergegas bergelanyut di tangan Kak Nuzka yang membuat Kak Nuzka kesal dengan ku. Tapi aku tidak peduli, yang penting aku bisa bermanja padanya.

Tak lama akhirnya kami sampai disebuah kedai es krim terbesar didaerah kami. Aku berjalan masuk tak menghiraukan Kak Nuzka yang memaksa untuk melepaskan tangannya.

Aku berbinar melihat kedai es krim itu berbeda dengan Kak Nuzka yang tampak biasa aja.

"Kau mau yang mana, Rav?" Tanya Bunda tidak sabar. Aku melirik Kak Nuzka yang hanya diam. "Kak Nuzka mau es krim yang mana?" Tanya ku pada Kak Nuzka. Kak Nuzka menggeleng.

"Aku mau es krim roti itu dua ya!" Tunjukku pada karyawan yang menuliskan menu.

Bunda dan yang lain menatapku bingung. "Dua tidak kebanyakan?" Tanya Bunda. Aku menggeleng semangat.

"Baiklah. Tapi dihabiskan, ya!" Aku mengangguk. Kak Nuzka tetap diam tidak memesan apa pun. Aku merasa aneh.

Tak lama kemudian dua piring es krim pesanan ku datang. Aku berbinar saat melihatnya.

"Wahh! Yang satu punya Kak Nuzka!" Seru ku menggeser piring satunya kepada Kak Nuzka. Aku tersenyum berharap Kakak akan menerimanya.

"Raver! Bukannya sudah janji akan dihabiskan?" Tanya Bunda tegas. Aku mengatupkan bibir lalu mengedip beberapa kali.

"Tapi Raver tidak bilang akan menghabiskan punya Kak Nuzka." Jawab ku. Bunda menganga kesal mendengar jawaban ku.

Aku terkekeh kecil. Melirik Kak Nuzka yang tidak menyentuh piring ku berikan sedikit pun.

"Ini buat Kak Nuzka. Karena sudah jadi anak pintarnya Ikravera! Raver bangga sama Kakak!" Seru ku. Aku tersenyum pada Kakak sampai bola mata ku tidak terlihat.

Bunda dan Ayah terkesiap melihatnya. Mereka tidak percaya aku akan melakukannya.

Kak Nuzka terdiam seribu bahasa. Bahkan tubuhnya membeku seperti tak percaya dengan apa yang aku lakukan. Aku berusaha mempertahankan senyum manis ku padanya.

Kak Nuzka mengangguk kecil lalu sedikit menunduk malu. Kakak mengambil sendok kecil yang telah disediakan dan memakan es krim yang ku berikan.

Aku senang tidak terkira mendapatkan tanggapan dari Kak Nuzka. Aku pun memeluknya lagi. Apa pun akan aku lakukan untuk meluluhkan es batu yang membekukan hatinya.

"Raver sayang Kak Nuzka," ucap ku dengan suara yang bergetar saat tidak ada siapa pun yang menyadarinya.

"Jangan abaikan Raver lagi, Kak." Aku tersenyum tulus padanya. Berharap Kak Nuzka akan tetap menjadi Kakak Nuzkanya aku.

IKRAVERA [Tamat] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang