07

40 4 0
                                    

Alarm berbunyi membangunkan ku yang sedang tertidur.

KRING! KRING! Begitu bunyinya. Bunyinya persis seperti bunyi bel sepeda ontel pertama yang ku dapat dari ayah 2 tahun lalu.

Aku bangun dari tidur ku, mematikan alarm lalu melanjutkan tidur ku yang tertunda. Ya ampun, kasur ini sangat empuk saat pagi hari. Aku sangat terbuai dengan empuknya kasur tidak ingin pergi dari kasur.

KRING! KRING! Alarm itu berbunyi lagi menganggu ketenangan ku. Aku bukan orang yang tidak bisa lepas dari kasur, namun kalau saat pagi hari entah kenapa kasurnya malah jadi lebih empuk.

Aku mengulurkan tangan ku untuk mematikan alarm yang terus berbunyi. Tapi sayangnya tangan ku tidak sampai. Aku terpaksa bangun untuk mematikannya. Takut kakak tiba-tiba datang memarahi ku karena alarm ku membangunkannya.

Aku melihat alarm ku yang sudah menunjukkan pukul 06.25. Aku terdiam sebentar hingga aku menyadari bahwa aku telat bangun.

"astaga ini sudah setengah tujuh. Sebentar lagi gerbang sekolah ditutup."

Aku berlari menuju kamar mandi lalu bersiap pergi ke sekolah.

Selesai bersiap aku pergi menuju dapur. Sepi. Tidak ada siapa pun dirumah. Aku pergi menuju meja makan dan melihat satu piring nasi goreng. Disebelahnya ada sebuah bekal yang sudah Kakak siapkan untuk ku.

Hal seperti ini sudah biasa terjadi semenjak kepergian om dan tante. Semuanya berubah sepersekian detik setelah kabar tersebut melanda rumah kami.

Ayah dan bunda semakin sering pergi ke Canada. Kakak yang semakin pendiam. Dan aku? Sepertinya aku paling normal di antara mereka.

Kemarin, ayah dan bunda baru kembali dari Canada, mengajak ku jalan-jalan. Lalu dua minggu kemudian mereka pergi lagi. Katanya ada urusan mendadak.

Aku tidak melihat keberadaan kakak pagi ini. Sepertinya kakak pergi ke sekolah lebih dulu.

Aku menyelesaikan makan ku setelahnya memasukkan kotak bekal kedalam tas ku. lalu, pergi ke sekolah dengan sepeda ontel yang baru saja ayah belikan 5 bulan lalu. Tentu saja ini sepeda ontel yang berbeda dari yang ayah belikan 2 tahun lalu.

2 menit sebelum gerbang sekolah ditutup aku sudah sampai lebih dulu. Aku memarkirkan sepeda ontel ku sebelum memasuki kelas. Setelah dirasa aman, aku berlari menuju kelas ku.

Mau berkenalan dengan diri ku lagi?

Aku Raver. Anak kedua ayah dan bunda ku. Aku punya seorang kakak yang sangat mengerikan, matanya merah. Namanya Nuzka. Seperti kata ku, nama ku bukan lagi Rali, si anak berumur 3 tahun dengan pipi gempalnya. Sekarang aku berganti nama menjadi Raver.

Hanya satu orang yang terkadang memanggil ku dengan nama "Rali" yaitu kakak ku, kak Nuzka. Aku selalu memarahinya saat dia memanggil ku dengan nama "Rali". Nama itu jelek sekali.

Aku sampai dikelas tepat sebelum ibu guru memberi salam kepada anak-anak dikelas. Aku berkali-kali menghembuskan nafas sehabis berlari.

"Raver, kamu telat lagi?"

"Maaf bu, tadi ada masalah sedikit hehe." Aku menyalami ibu guru ku setelah aku mengambil nafas berat. "Kamu ini! selalu saja terlambat. Kamu sudah kelas 4 sekarang. Mau tidak naik kelas kamu?" Aku menggeleng panik.

"Tidak bu."

"Kalau begitu, jangan selalu datang terlambat seperti ini. Walaupun nilai kamu bagus, kalau kamu salalu datang terlambat akan mempengaruhi nilai kamu. Mengerti?" Oceh ibu guru itu pada ku, aku hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Ya sudah, sana duduk ditempat duduk mu."

Aku berjalan menuju tempat duduk ku dan mendapatkan sikutan dari teman ku. Itu sikutan mengejek pada ku, karena setelahnya anak itu menertawai ku dalam diam.

Dua jam pelajaran berlalu. Ini adalah waktunya istirahat. Aku dan teman ku berlomba-lomba menuju kantin kejujuran.

"Siapa yang sampai kantin kejujuran, dia menang," ucap teman ku pada ku dan anak disebelah ku. Setelahnya kami berlari. Tentu saja teman ku yang mengajak kami berlari lah yang menang, dia berlari lebih dulu sebelum kami berlari.

"Curang! Kamu lari duluan tadi!" Teman ku yang satunya protes tidak terima. "Kan, tidak ada peraturannya harus berlari bersama, Nda." Teman ku satunya lagi membela diri. "Tetap saja itu curang!" Anda bersedekap dada kesal kepada teman ku.

"Anda benar! Kamu berlari lebih dulu tadi jadi kamu sampai duluan. Lain kali kita buat peraturan. Tidak boleh berlari lebih dulu. Harus berlari bersama-sama agar adil," ucap ku menengahi.

"Dengar tu Ari! Lain kali tidak boleh berlari lebih dulu sebelum hitungan ketiga kita harus berlari bersama-sama."

Ari mendekus sebal, "Baiklah, baiklah. Lain kali kita lari bersamaan." Selesai. Setelahnya kami pergi mengambil makanan yang kami inginkan lalu memakannya dimeja yang sudah disediakan.

Mata ku mengitari seluruh kantin mencari keberadaan kakak yang masih belum ketemu juga. Seseorang menepuk ku dari samping. Aku langsung menoleh ke samping dan mendapati Ari dan Anda yang menatap ku keheranan.

"Cari kak Nuzka ya?" Tanya Ari pada ku. Aku mengangguk.

"Kakak mana ya? Kenapa tidak kelihatan?"

Ari menggeser kepala ku tidak sopan. Menunjukkan seseorang yang sedari tadi ku cari. Kakak, dia sedang bersama dengan Rio. Aku menoleh pada Ari lalu mengetuk kepalanya pelan.

"Tidak sopan! Aku lebih tua dari mu 3 tahun, bocah!"

Ari mengendikkan bahunya. "Aku hanya ingin menunjukkan Kakak mu."

"Ya, ya baik lah terima kasih, Ari." Aku berterima kasih pada Ari lalu mengetuk kepalanya sekali lagi, kali ini lebih keras. Melihat itu Anda menertawai ku dan Ari yang sedang bertengkar sedari tadi.

~~~

Bel pulang sudah berbunyi sejak 5 menit yang lalu. Aku mengambil sepeda ontel ku diparkiran, dan mengayuhnya menuju rumah. Beberapa menit aku mengayuh sepeda ontel ku, akhirnya sampai sudah menuju rumah.

Aku memarkirkan sepeda ontel ku di teras rumah. Ah, ternyata kakak sudah pulang duluan. Aku bersenandung ria masuk ke dalam rumah.

Pintu rumah ku buka. Lenggang, tidak ada tanda-tanda makhluk hidup didalamnya. Aku hanya tersenyum miris. Semua terjadi begitu saja semenjak saat itu.

"Aku pulang." Seru ku. Aku tahu, tidak akan ada yang membalas sahutan ku, apalagi menyambutku di depan pintu rumah. Aku hanya berusaha terbiasa dengan pemandangan seperti ini.

Kalau saja ada ayah dan bunda, mereka pasti menyambutku dengan senang hati.

Aku masuk kedalam kamar ku. Kamar ku bernuansa biru, warna favorit ku. Yah, mungkin karena aku suka dengan warna mata ku, aku sampai meminta kamar dengan warna biru sesuai mata ku. Hampir semua barang ku berwarna biru.

"Hah, hari yang membosankan." Tidak terasa, semakin lama, mataku terasa semakin berat. Tidak lama setelahnya, mataku sudah sepenuhnya terpejam.

IKRAVERA [Tamat] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang