Happy Reading
Kesedihan melanda seorang gadis dengan dress berwarna putih tulang. Bukannya bahagia di hari besar nan sakral yang selalu di nantikan banyak orang, justru ia tengah menangis di taman belakang gedung mewah yang di sewa ratusan juta won.
Ia sangat kesal, benci dan campur aduk perasaannya. Apa yang terjadi benar-benar hal yang tidak pernah ia pikirkan sama sekali. Pikirannya penuh oleh banyak prasangka buruk. Juga hatinya sakit sampai terasa nyeri.
"Liora," panggil seseorang dari belakang.
Liora tersentak, ia segera menepis tangan sang pemanggil jauh-jauh. Hatinya yang dulu dipenuhi rasa sayang seketika merambat menjadi benci yang meledak-ledak.
"Jangan dekati aku lagi, Oh Sion! Aku benci kamu, ayah kamu, juga ibuku!" kesal Liora. Gadis itu beringsut cepat kemudian pergi meninggalkan taman untuk keluar dari gedung mewah tersebut.
Satu hal yang tidak pernah ia pikirkan, yaitu ibunya menikah dengan ayah Sion. Itu sungguh menyakitkan.
Liora berjalan terseok karena dressnya. Ia berjalan susah payah menyusuri pemakaman. Hingga sepenuhnya berhenti di depan sebuah tembok nisan yang menyimpan abu almarhum ayah kandungnya.
"Ayah, Liora kangen sama ayah." Air mata gadis itu menetes, wajahnya benar-benar pilu.
"Kenapa ayah tega, ninggalin Liora sendirian?"
Dihabiskannya waktu berjam-jam menangis di depan tembok nisan ayahnya. Sungguh, Liora benar-benar hancur sekarang. Tanpa Liora sadari, seseorang sedari tadi mengikutinya. Wajahnya amat khawatir tapi ia tidak ingin membiarkan Liora sendirian. Jika ia mendekat pasti Liora akan kabur, jadi ia hanya bisa memperhatikan Liora dari jarak yang cukup jauh.
🌷
Klek!
Liora membuka pintunya, berjalan terburu-buru dengan muka menunduk. Gadis itu sudah dalam keadaan segar dan bersiap menuju kampusnya. Satu jam lagi kelas pagi akan dimulai. Langkahnya terhenti karena ibu menatapnya dengan penuh rasa bersalah.
"Liora, sarapan dulu sayang."
"Liora mau sarapan diluar aja, Bu." Gadis itu masih mencium punggung tangan ibunya. Kemudian cepat berlalu meninggalkan rumah.
Tanpa sadar, air mata Liora menetes sendiri. Ia masih terbayang semua kenangan bersama mendiang ayahnya di rumah ini. Bahkan kemarin ia menolak mentah-mentah saat Om Shindong menawarkan ibu untuk tinggal di rumahnya. Liora enggan, jadi ibunya memilih menetap untuk anak putrinya.
"Sion, tolong jaga Liora ya." Ibu menepuk kedua pundak Sion.
Pemuda yang semakin bertumbuh dewasa menjadi seorang mahasiswa di kampus yang sama seperti Liora itu mengangguk. Tersenyum tulus membuat sang ibu amat yakin. Jika Sion memang ditakdirkan Tuhan untuk menjaga anak putrinya. Meski sekarang mereka masih terlibat konflik atas batin Liora yang bergejolak.
"Oh Sion, ibu percaya sama kamu ya Nak. Maafin sikap kekanakan Liora. Dia memang masih sering terjebak pada masa kecilnya. Itu semua karena dia terlalu di manja sebagai anak tunggal."
"Iya Ibu, gak masalah. Namanya juga anak perempuan. Justru kalau Liora gak dijaga dan di manja sejak kecil. Dia bakalan jadi cewek liar." Sion mengulas senyumnya.