"Aku tahu ini gila, tapi aku tidak akan membiarkan anak itu pergi karena aku tahu ia memiliki kehidupan yang lebih baik dari ku. Lebih baik aku saja yang mati daripada anak itu" –Vio-
Pukul 20.30 waktu setempat...Hujan deras membasahi kota. Suasana jalanan menjadi sepi lantaran hujan turun dengan derasnya dan malam yang semakin larut. Namun, tidak menghalangi Vio yang masih setia duduk seorang diri di sebuah halte bis yang sepi. Ia memandangi foto keluarganya dari layar hp-nya, dan mengusap lembut wajah kedua orang tuanya dari layar hp tersebut hingga air matanya berjatuhan membasahi layar hp-nya itu.
"A-aku...aku terlalu berharap meminta kasih sayang dari kalian yang nyatanya kalian tidak pernah mengharapkan aku hadir dan terlahir dari keluarga kalian," gumamnya sambil memeluk hp-nya itu.
Disisi lain, seorang gadis berjaket hitam baru saja keluar dari mini market sambil membawa plastic yang berisikan barang-barang yang baru saja ia beli. Ia mengadahkan tangan kanannya menampung air hujan yang turun dari atap mini market tersebut.
"Wah, hujannya bakalan lama nggak, ya?" gumamnya sambil memandangi air hujan yang ditampungnya. Namun, saat ia menoleh ke kanan ia mendapati seorang gadis berseragam sekolah yang duduk seorang diri di hallte bis. Ia menyipitkan kedua matanya dan mengenali siapa gadis itu. Dengan cepat, ia berlari ke halte bi situ untuk menemui gadis itu.
"Lho? Vio? Lo ngapain disini?" tanya nya setelah sampai di halte bis tersebut. Menyadari ada seseorang yang menghampirinya, Vio mengusap wajahnya membersihkan air matanya. Setelah itu ia melihat kearah gadis tersebut yang ternyata ia adalah Inggrid, teman sekelasnya.
"E-eh, Inggrid? Kenapa kamu ada disini?" tanya Vio sedikit terkejut melihat kehadiran Inggrid.
"Harusnya gue yang bertanya, kenapa lo disini? Mana lo masih pake seragam, ini udah larut tau," omel Inggrid sambil mendudukkan dirinya di samping Vio.
"Ceritanya panjang dan aku mutusin untuk nggak balik ke rumah aku, Inggrid," dan senyuman kesedihan terlukis di wajah sendunya. Inggrid sedikit terkejut melihat luka di wajahnya kembali menganga lebar. Ia membuka plastic belanjaannya dan mencari sesuatu di dalam sana. Setelah mendapatkannya, ia pun membuka plesteran tersebut dan kembali menempelkan pada luka di wajahnya Vio. Vio tersentak kaget, namun ia hanya membiarkan Inggrid menempelkan plesteran itu di wajahnya.
"Cerita aja, Vio! Yang lo butuhin saat ini adalah menceritakan masalahnya, untuk solusi belakangan," jelas Inggrid setelah memasangkan plester tersebut di pipi Vio. Vio menghela napasnya dengan kasar. Lalu ia pun menceritakan semua kejadian yang menimpanya tadi.
"Jadi, begitu Inggrid. Aku terlampau berharap sesuatu yang semu yang kapan pun bisa melukai ku kapan saja, dan ternyata benar," lirih Vio di akhir ceritanya sambil menundukkan kepalanya karena tangisnya kembali pecah.
"Lo yang kuat, Vio! Mereka sayang, kok sama lo. Karena kasih sayang orang tua terhadap anaknya memiliki cara mereka tersendiri. Dan yang lo butuhin adalah memahami bahasa cinta yang mereka berikan," hibur Inggrid sambil menguspa punggung Vio.
"Kau benar soal orang tua memiliki cara tersendiri menyayangi anaknya, tapi untuk kasusku sendiri, itu bukan lah kasih sayang, Inggrid! Mereka itu memang membenciku, Inggrid! Aku udah capek memahami mereka, tapi apakah mereka memahami ku? Enggak, kan?! Justru mereka hanya memberikan ku rasa sakit dan luka pada diriku! Mereka hanya membuatku terluka dan terluka hingga aku hancur seperti sekarang, Inggrid!" ceracau Vio yang sudah penuh dengan emosi. Inggrid hanya terdiam karena dirinya salah bicara.
"Ah, sudahlah! Lebih baik aku mengakhiri kehidupan ku saja! Siapapun tidak akan pernah menangisi kepergianku," ucap Vio sambil berdiri dari duduknya dan melangkahkan kakinya untuk pergi dari halte bis tersebut. Namun, Inggrid menahan tangannya membuat Vio menghentikan langkahnya.
"Vio, sadarlah! Lo masih punya Xavier yang sayang sama lo! Lo masih punya Aneska yang selalu ngebela lo! Lo jangan bertindak bodoh!" teriak Inggrid menyadarkan Vio.
"Meski begitu, mungkin untuk saat ini mereka ada untukku, Inggrid! Kedepannya bagaimana? Bisa saja sewaktu-waktu mereka akan pergi meninggalkan ku, atau mungkin mereka juga akan menghancurkan hidup ku, Inggrid! Lebih baik aku mati saja dari awal, kan untuk mengubah kehidupan ku?" ucap Vio dan menjauhi tangan Inggrid dari tangannya. Namun, di tengah perkelahian kecil mereka, terdengar bunyi klakson mobil dari arah kiri guna menyadarkan seorang anak kecil yang keasikan bermain hujan hingga ke tengah jalan. Namun, anak kecil itu tetap fokus pada permainannya mengabaikan suara klakson itu. Ia tidak tahu mobil itu melaju dengan sangat cepat dan kapan pun mobil itu bisa menghantam tubuh kecil itu. Vio tidak bisa membiarkannya dan berlari untuk menyelamtkan anak kecil itu. Namun, langkahnya kembali tertahan karena lengannya kembali ia genggam untuk mencegah yang akan ia lakukan.
"Lepaskan Inggrid! Aku nggak punya waktu yang banyak untuk menyelamatkannya!" berontak Vio.
"Hei, sadarlah! Anak itu bisa saja selamat, tapi lo nggak, Vio!" bentak Inggrid.
"Maaf, aku tidak punya pilihan, Inggrid! Kalau pun aku hidup, aku akan kembali menderita! Lebih baik anak itu hidup dengan bahagia dari pada harus aku yang hidup dengan penuh derita, Inggrid. Lepaskan aku!" ucap Vio sambil melepaskan lengannya dari genggaman Inggrid, dan berlari menghampiri anak kecil itu. Suara klakson kembali memekakkan telinga hingga anak kecil itu tersadar. Ia termenung melihat mobil tersebut yang akan menabrak dirinya. Ia menutup matanya ketakutan.
"Tidak..." gumam Vio di dalam pikirannya sambil menambah kecepatannya.
"Aku harus menyelamatkannya! Tak peduli kalau aku yang akan mati disana! Aku tidak akan membiarkannya mati disaat dunia begitu indah untuknya! Dia berhak hidup!"
"ADIK, AWASS!!!!" teriak Vio, dan...
#CIIIITTTTT!!!
#BRAAAAAKKKK!!!
Inggrid yang menyaksikannya langsung jatuh terduduk karena kakinya tak kuasa menahan tubuhnya. Air matanya langsung terjatuh membasahi pipinya.
"Tidak..." gumamnya.
"Tidak mungkin! Ini pasti mimpi, kan Inggrid?! Bangun lo, Inggrid! BANGUN!!!" teriak Inggrid menampar dan memegangi pipinya sendiri.
Disisi lainnya...
Seorang anak kecil membuka matanya dan tersadar bahwa dirinya baik-baik saja. Namun, ia merasakan lututnya sedikit perih karena terluka kecil. Namun, ia terkejut melihat seorang gadis yang terkapar tak berdaya di tengah jalan raya. Darah segar berserakan dimana-mana terbawa oleh air yang mengalir di jalanan. Dengan langkah yang tertih, ia menghampiri gadis itu.
"Kakak... bangun, kak!" panggil anak kecil itu sambil menggoyangkan lengan gadis itu. Gadis itu membuka matanya dengan perlahan dan menangkap bayangan anak kecil itu. Ia tersenyum dan mengelus pipi anak kecil itu dengan tangannya yang dingin dengan lembut.
"Syu-kur-lah...ka-kau...se-la-mat...hi-
dup...yang...ba-ha-gi-a, ya..." ucapnya terbata sambil tersenyum. Lalu, kedua matanya tertutup dan tangannya pun jatuh ke aspal membuat anak kecil itu menjerit disela tangisnya. Ia memanggil gadis itu agar terbangun, namun usahanya sia-sia. Tak lama, orang-orang segera mengampiri keduanya dan memanggil ambulance. Sedangkan, mobil sedan hitam yang menabrak keduanya memilih kabur takut terseret dengan kepolisian. Sempat meneriaki sang pengendara, namun pengendara tetap saja kabur. Warga sekitar tak sempat mengejarnya dan fokus menolong gadis dan anak kecil itu agar menepi dari jalanan. Dan seorang wanita yang berkisaran berumur 29 tahun itu memeluk anak kecil itu yang merupakan anaknya."Zeo, kamu nggak pa-pa, kan? Ada yang terluka, nak?" tanya sang ibu sambil memeriksa tubuh anaknya.
"Zeo nggak pa-pa, mama. Tapi, kakak itu... kakak yang nyelamatin Zeo nggak mau bangun, ma!" tangis Zeo di pelukan ibunya sambil menunjuk gadis yang masih tak sadarkan diri. Beruntung ambulance datang dengan cepat dan membawa gadis itu dan Zeo ditemani ibunya menuju rumah sakit terdekat untuk segera di periksa.Pukul 21.00, gadis yang baru saja ditabrak oleh mobil sedan hitam itu adalh Vio. Ya, dia berhasil menyelamatkan anak kecil itu meski dirinya harus terluka oleh insiden tersebut. Ia tidak menyesalinya dan justru dirinya bahagia bisa menyelamatkan seseorang diakhir hayatnya. Begitulah yang dipikirkan nya.
>-----------------------------------------------<
UP!!!!!
HAPPY READING, READER ✨🙌
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sorrow Circlet [SEGERA TERBIT]
HorrorViolynna Olivia Qiandra, gadis pintar yang kini duduk di bangku kelas XII IPA 3 di SMA Zirvanest. Sayangnya, ia memiliki garis takdir kehidupan yang kelam. Di sekolah, dirinya harus dibenci dan di bully habis-habisan oleh teman sekelasnya, belum lag...