# 21

6 1 1
                                    

️⚠️ WARNING⚠️

CHAPTER INI MEMUAT ADEGAN BERBAHAYA SEPERTI KEKERASAN YANG DAPAT MEMBUAT KETIDAK NYAMANAN SEBAGIAN PIHAK.

⚠️PEMBACA HARAP BIJAK ⚠️
.
.
.
.
.
.
.
.

✨HAPPY READING✨

Jangan lupa vote and komen😀

🤍Terima kasih🤍

>-----------------------------------------------<

Seorang gadis tengah mencoret sebuah foto seorang gadis dengan tanda "x" sambil tertawa.

"Sepertinya kau benar-benar menikmatinya, ya, Vio!" ujar sosok gadis lain sambil menyenderkan tubuhnya ke dinding.

"Tentu saja! Aku tak mengiranya bahwa ini benar-benar nikmat!" ucap Vio sambil memegangi kedua pipinya dan suara tawanya juga bertambah keras.

"Apalagi melihat wajah ketakutan mereka! Itu benar-benar menyenagkan dan sangat menghibur diriku!" lanjutnya besemangat.

"Aku tidak menyangka kau bisa segila ini! Bahkan aku masih tak percaya bahwa kau sudah membunuh dua teman mu itu dengan permainan gila mu itu," ujar sosok itu sambil menunjuk 2 foto gadis yang di coret silang dengan spidol berwarna merah di madding Vio.

"Setelah ini kau masih punya rencana?" tanya sosok itu.

"Tentu saja..." gumam Vio sambil memandangi langit malam dan senyuman miring juga terukir di wajah pucatnya.

>-----------------------------------------------<

Semua siswa kelas XII IPA 3 berkumpul di rumah Audy untuk melaksanakan upacara pemakaman Audy. Namun, dari 29 siswa XII IPA 3 yang tersisa, Aneska menyadari bahwa Vio tidak mengikuti upacara pemakaman Audy. Setelah pemakaman Audy selesai, mereka diperbolehkan untuk dan diizinkan untuk tidak belajar hari ini untuk menghormati kepergian Audy.

"Aneska, lo pulang?" tanya Inggrid melihat Aneska yang sedang menyandang tas-nya. Aneska hanya menganggukkan sebagai jawabannya.

"Tunggu! Gue mau pulang bareng lo juga!" ujar Inggrid, lalu gadis itu kembali masuk ke dalam rumah Audy untuk berpamitan kepada keluarga duka. Tak lama, Inggrid pun keluar sambil menyandang tasnya dan kedua gadis itu mulai berjalan meninggalkan area rumah Audy.

"Gue nggak nyangka Audy bakal pergi secepat ini," ujar Aneska membuka suara.

"Kalau begitu, apa lo ngerasa ada yang aneh dari kejadian ini?" tanya Inggrid tiba-tiba. Aneska menaikkan salah satu alisnya heran.

"Aneh gimana?"

"Saat upacara pemakaman Audy tadi, lo ada ngeliat Vio?"

"Enggak, gue pikir cuman gue sendiri yang sadar kalau Vio tidak hadir. Ternyata lo sadar juga."

"Oh iya, bagaimana kalau kita ke taman sana sebentar? Sekalian berteduh sebentar, panas banget solanya," tawar Inggrid sambil menunjuk sebuah taman yang tak jauh dari jarak keduanya. Aneska hanya menganggukkan kepalanya mengiyakan ajakan Inggrid. Setelah membeli beberapa cemilan, kedua gadis itu akhirnya duduk disebuah bangku taman dibawah pohon rindang untuk menghindari panasnya matahari.

"Ada yang mau gue jelasin tentang Vio," ujar Inggrid di sela makannya.

"Tentang apa?' tanya Aneska mulai penasaran.

"Diantara semua teman sekelas kita, cuman gue yang nggak bisa melihat kehadiran Vio. Tapi, karena gue memiliki indra khusus, gue tetap bisa melihat kehadiran Vio, tapu dalam wujud yang berbeda."

"Wu-wujud yang berbeda? Maksudnya?"

"Lo pasti melihat Vio seperti biasanya, kan? Hanya saja ia seidkit lebih pucat dari biasanya. Tapi, gue melihat sisi Vio yang lain. Atau lebih tepatnya sosok yang lumayan menyeramkan dengan aura balas dendam yang kuat. Gue juga tidak ingin menuduh Vio sebagai dalangnya kematian Mila dan Aneska, tapi firasat gue menyatakan bahwa dia adalah dalang dari kejadian ini."

"Tunggu, bagaimana bisa?" kaget Aneska.

"Tentu saja bisa karena dia bukan lagi manusia seperti kita. Lo masih ingat kenapa Audy tidak sadar melukai pergelangan kakinya sendiri? Bukankah itu sangat tidak wajar kalau ia melakukan hal itu cuman lantaran putus cinta? Lalu lihat bagaimana wajah ketakutannya? Bukankah sama seperti yang dialami Mila?" ujar Inggrid.

Tiba-tiba Aneska mengingat wajah Mila dan Audy secara bergantian. Dan Aneska menundukkan kepalanya lantaran tidak percaya dengan penjelasan Inggrid barusan.

"Gue paham lo masih belum percaya dengan penjelasan gue, Aneska. Gue sengaja untuk mengatakan hal ini agar lo sedikit berhati-hati dengan Vio. Kita juga tidak tahu apa yang ia rencanakan selanjutnya," ujar Inggrid sambil bangkit dari duduknya.

"Oh iya, bagaimana kalau kita ke rumah sakit untuk membezuk Vio?" tawar Inggrid. Aneska hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya sebagai jawabannya. Lalu kedua gadis itu kembali berjalan dengan tujuan ke rumah sakit Bhayangkara yang untungnya tidak jauh dari jarak keduanya.

>-----------------------------------------------<

2 minggu sudah berlalu dan suasana kelas XII IPA 3 sedikit berubah setelah kehilangan kedua teman mereka, yaitu Mila dan Audy.

"Sampai disini ada pertanyaan?" tanya bu Rose' setelah menerangkan materi pelajaran bahasa Inggris.

"Tidak, bu!" jawab semua siswa kompak.

"Oh iya, karena kita sudah memasuki bulan november dan ujian semester akhir satu juga hampir dekat, para guru sepakat untuk kelas dua belas wajib tinggal di asrama karena ada pelajaran tambahan untuk mempersiapkan kalian ujian akhir di semerter dua nanti karena agar persiapan kalian lebih matang dan sempurna. Minggu depan kalian sudah boleh masuk. Dan untuk detailnya ibu sudah kirimkan di group kelas kita," jelas bu Rose' dan beberapa siswa mengeluh.

"Sudah, ini juga demi kebaikan kalian. Baiklah, pelajaran hari ini ibu tutup lebih cepat karena ada rapat guru. Jadi, kalian di perbolehkan untuk pulang!" ujar bu Rose' sambil membereskan barangnya, lalu beliau pun berlalu keluar dari kelas menuju kantor guru. Tak lama beberapa siswa juga keluar dari kelas dan kini menyisakan Aneska dan Vio yang mash berada di dalam kelas. Tidak ada percakapan diantara keduanya. Hingga akhirnya Aneska memanggil Vio, namun tidak ada jawaban dari Vio.

"Kau sudah tahu semuanya kan, Aneska?" tanya Vio sambil memiringkan kepalanya dan wajah datarnya itu membuat Aneska terkejut sekaligus takut.

"Ha...ta-tau soal apa, ya?" tanya Aneska gugup dan membuang wajahnya dari Vio.

"Soal siapa diriku yang berada dihadapan mu sekarang," ujar Vio sambil memutar kepala Aneska untuk menatap dirinya. Aneska hanya terdiam seribu bahasa karena takut melihat wajah Vio yang pucat dan beberapa bercak darah menghiasi wajahnya. Aneska hanya bisa menggigit bibir bawahnya dan menutup matanya untuk menghilangkan rasa takutnya.

"Aneskan! Ka-kamu kenapa?" tanya seseorang sambil mengguncang tubuhnya. Dirasa sedikit aman, Aneska perlahan membuka matanya dan mendapati Vio yang cemas dengan dirinya.

"Engg... gue nggak pa-pa, kok! Kalo gitu gue pamit pulang dulu, ya!" pamit Aneska sambil bangkit dari duduknya dan setelah menyandang tasnya ia pun keluar dari kelas meninggalkan Vio dengan wajah kebingungan.

"Sepertinya kau sudah tahu ya, Aneska!" gumamnya sambil tersenyum miring.

>-----------------------------------------------<

The Sorrow Circlet [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang