Namaku Bambang, seorang prajurit TNI yang telah pensiun beberapa tahun lalu. Hidup di kota besar seperti ini penuh dengan tantangan dan kesibukan. Setelah puluhan tahun mengabdi kepada negara, aku akhirnya dapat menikmati masa pensiun dengan tenang bersama istriku, Siti. Namun, ada satu hal yang selalu mengusik hati: keinginan yang begitu kuat untuk memiliki cucu. Kini, di usiaku yang telah menginjak 61 tahun, harapan itu semakin kuat.
Setiap pagi, aku duduk di teras rumahku, menikmati secangkir kopi sambil memandang jalanan yang mulai ramai dengan orang-orang yang berlalu-lalang. Hidup di kota besar memang berbeda dengan kehidupan di desa tempat aku dibesarkan. Di sini, segala sesuatunya bergerak dengan cepat, tak ada waktu untuk berhenti sejenak dan menikmati keindahan sekitar. Meski begitu, ada satu hal yang selalu membuat hatiku hangat: anakku, Aryo.
Aryo adalah kebanggaanku. Dia mengikuti jejakku menjadi prajurit TNI dan telah mengabdikan dirinya dengan penuh dedikasi. Selama bertahun-tahun, dia telah menjalankan tugasnya dengan sangat baik, bahkan beberapa kali mendapat penghargaan atas keberaniannya. Sebagai seorang Bapak, aku sangat bangga melihatnya tumbuh menjadi pria yang tangguh dan bertanggung jawab.
Namun, di balik kebanggaan itu, ada kekhawatiran yang terus menghantui pikiranku. Aryo sudah berusia 35 tahun, tetapi dia belum juga menemukan pasangan hidup. Kesibukannya dalam dinas membuatnya sulit untuk mencari waktu luang, apalagi untuk menjalin hubungan.
Aku sering berbicara dengan Ainur, istriku, tentang kekhawatiran ini. Kami duduk bersama di ruang tamu, merenung sambil mendengarkan suara kota yang tak pernah tidur. "Bu, kapan ya kita bisa mendengar tawa cucu di rumah ini?" tanyaku suatu malam.
Ainur menghela napas panjang. "Ibu juga mau, Pak. Tapi mungkin kita harus sabar. Aryo pasti sedang berusaha sebaik mungkin."
Namun, hatiku tak bisa tenang. Setiap kali aku melihat anak-anak bermain di taman dekat rumah atau mendengar cerita teman-temanku tentang cucu mereka, keinginanku untuk memiliki cucu semakin menguat. Aku ingin melihat Aryo bahagia dengan keluarganya sendiri, mendengar tawa anak-anaknya, dan merasakan kebanggaan sebagai seorang kakek.
Setiap Aryo sedang berada dirumah, aku mencoba berbicara dengannya tentang masa depannya. "Aryo, kamu sudah 35 tahun. Bapak dan ibu sangat berharap kamu bisa menemukan seseorang yang bisa membuatmu bahagia. Kami ingin melihatmu berkeluarga dan memiliki anak-anak yang bisa kami sayangi sebagai cucu."
Aryo tersenyum, tapi aku bisa melihat kesedihan di matanya. "Pak, Bu, aku tahu kalian ingin cucu, dan aku juga ingin memiliki keluarga. Tapi tugas dan tanggung jawabku membuatku sulit untuk mencari pasangan. Aku tidak ingin mengecewakan kalian, tetapi situasi ini tidak mudah."
Mendengar itu, hatiku semakin berat. Aku tahu Aryo berusaha sebaik mungkin, tetapi waktu dan keadaan seolah tidak berpihak padanya. Sebagai purnawirawan prajurit, aku tahu betul bagaimana tugas dan tanggung jawab bisa menguras waktu dan tenaga.
Setiap kali Aryo pulang, dia selalu terlihat lelah dan kadang-kadang lesu. Tugasnya sebagai anggota TNI memang tidak mudah. Dia sering ditugaskan ke daerah-daerah yang jauh dan harus menghadapi situasi-situasi sulit. Aku selalu melihat bayangan diriku sendiri dalam diri Aryo: seorang pria muda yang bersemangat mengabdi kepada negara, tetapi kadang lupa untuk mengurus dirinya sendiri.
Aku dan istriku, Ainur, sering berdiskusi tentang bagaimana cara membantu Aryo menemukan pasangan yang tepat. Di meja makan, di ruang tamu, bahkan saat kami sedang bersantai di halaman belakang, topik ini selalu muncul. Ainur adalah seorang wanita yang penuh perhatian dan selalu memikirkan kebahagiaan keluarga. Dia sering kali lebih cepat khawatir dibandingkan aku.
"Pak, Aryo mungkin sebenarnya butuh bantuan kita untuk menemukan pasangan. Dia terlalu sibuk dengan tugas-tugasnya," ujar Ainur suatu malam ketika kami sedang duduk di ruang tamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Untuk Anakku
General FictionSeorang prajurit TNI yang telah pensiun sangat mendambakan kehadiran cucu. Namun, anaknya yang telah lama berdinas sebagai anggota TNI juga masih belum menemukan pasangan hidup karena kesibukannya. Mendengar tentang sebuah sumur tua di desa yang kon...