Kehamilanku kini sudah memasuki trimester ketiga, saat itu aku selesai mandi sore dan berdiri telanjang di depan cermin, mengamati perubahan besar pada tubuhku. Payudaraku kini besar dan bengkak dengan areola yang melebar puting yang mebesar, membuatku merasa terkejut setiap kali melihatnya. Kulit di sekitar payudaraku terasa lebih sensitif, dan setiap sentuhan kecil pun memberikan sensasi yang berbeda.
Pinggul dan pantatku tampak lebih besar dan bulat, memberikan bentuk yang lebih feminin pada tubuhku. Setiap langkah terasa lebih berat, namun ada kekuatan baru yang kurasakan di dalam diriku. Tubuhku seolah-olah sedang mempersiapkan diri untuk sesuatu yang besar dan penting.
Perutku, yang dulu buncit sebagai laki-laki, sekarang berbeda—mengembang karena ada bayi yang tumbuh di dalamnya. Aku bisa merasakan gerakan kecil dari bayi yang sedang aktif di dalam sana, tendangan dan putarannya yang lembut tapi nyata.
Sambil mengusap perutku, aku tersenyum dan berbisik pelan, "Hei, Nak. Ibu di sini." Kata-kata itu keluar dengan penuh cinta, meskipun ada perasaan aneh karena aku yang dulu adalah seorang laki-laki.
Aku merenung melihat bayangan diriku di cermin. Betapa luar biasanya tubuh manusia bisa beradaptasi dan berubah untuk menciptakan kehidupan baru. Perubahan ini, meskipun tidak mudah, memberikan makna yang mendalam pada setiap hari yang kulalui. Aku merasa bersyukur bisa mengalami kehamilan ini, meskipun sebagai seseorang yang dulu adalah laki-laki, perasaan dan pengalaman ini benar-benar baru dan luar biasa.
Tidak lama kemudian, Mas Aryo membuka pintu kamar mandi dan melihatku sedang melamun di depan cermin. Dia berjalan mendekat, raut wajahnya penuh perhatian dan kasih sayang.
"Kenapa, Dek?" tanyanya lembut, tangannya menyentuh bahuku.
Aku menggelengkan kepala pelan, mencoba menyembunyikan kekhawatiranku. "Nggak apa-apa, Mas," jawabku dengan senyum tipis.
Mas Aryo tidak terpengaruh oleh jawabanku. Dia memelukku erat dari belakang, memberikan rasa aman yang selalu bisa kurasakan darinya. "Hayo, kenapa?" desaknya lembut, suaranya penuh perhatian.
Aku menghela napas panjang, merasa kehangatan pelukannya meresap ke dalam hatiku. "Arum kepikiran dengan kata-kata Ibu waktu itu," kataku pelan, menatap bayangan kami berdua di cermin. "Ibu bilang kalau ibu senang akan punya cucu, tapi nyatanya Ibu sekarang sendiri di rumah. Ibu pasti rindu dan kangen sama kita."
Mas Aryo memutar tubuhku perlahan sehingga kami saling berhadapan. Matanya menatapku dalam-dalam, penuh dengan pengertian dan kasih sayang. Dia lalu mengecup keningku dengan lembut. "Nanti kita panggil Ibu ke rumah, ya, untuk menjaga kamu. Mas juga mau berangkat tugas untuk beberapa hari ke depan," katanya dengan suara tenang.
Aku merasa lega mendengar kata-katanya. "Iya, Mas. Terima kasih," jawabku, merasa lebih tenang dengan rencana itu.
Baca selengkapnya di https://karyakarsa.com/auliashara atau klik link di bio.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Untuk Anakku
General FictionSeorang prajurit TNI yang telah pensiun sangat mendambakan kehadiran cucu. Namun, anaknya yang telah lama berdinas sebagai anggota TNI juga masih belum menemukan pasangan hidup karena kesibukannya. Mendengar tentang sebuah sumur tua di desa yang kon...