Ketika aku membuka pintu dan menyambutnya, mata Mas Aryo terbelalak kagum. Ia memandangku dari ujung kepala hingga ujung kaki, seolah-olah menilai setiap detail penampilanku. Aku merasa sedikit gugup namun senang dengan reaksinya. "Kamu terlihat sangat cantik malam ini, Dek," katanya dengan suara lembut. "Mas merasakan aura keibuan yang kuat terpancar dari dirimu."
Aku merasa pipiku memerah mendengar pujiannya. "Terima kasih, Mas. Kamu juga terlihat tampan," jawabku sambil tersenyum.
Mas Aryo mendekat dan menggenggam tanganku dengan lembut. "Ibu pasti bangga melihatmu seperti ini. Kamu benar-benar memancarkan aura yang tenang dan penuh kasih sayang."
Aku mengangguk, merasakan kehangatan dan kebanggaan memenuhi hatiku. "Semoga kita bisa menikmati malam ini dengan baik ya, Mas," kataku, mencoba menahan kegugupan yang masih sedikit tersisa.
Mas Aryo tersenyum lagi, kali ini dengan tatapan yang lebih dalam. "Tentu, Dek. Malam ini akan menjadi malam yang istimewa bagi kita berdua."
Ketika kami berpamitan kepada ibu, dia memberikan kami pelukan hangat dan tersenyum penuh kasih. "Hati-hati di jalan, dan nikmati waktunya," kata ibu dengan tulus. Namun, kalimat berikutnya mengejutkan kami. "Kalian berdua jangan berbuat macam-macam ya. Ingat kalian itu bapak dan anak," ucapnya dengan nada bercanda
Aku dan Mas Aryo saling pandang sejenak, berbagi tatapan yang penuh dengan rahasia yang hanya kami yang tahu. Senyum tipis dan tatapan mata yang penuh pengertian di antara kami mengisyaratkan betapa dalam hubungan ini telah berkembang, jauh melampaui batasan yang pernah ada. Ibu, tentu saja, tidak mengetahui apa yang telah terjadi di antara kami, bagaimana hubungan kami telah melampaui ikatan darah menjadi sesuatu yang lebih intim dan pribadi.
Tatapan itu berlangsung hanya beberapa detik, namun cukup untuk mengingatkan kami tentang semua momen yang telah kami bagi, rahasia yang kami simpan rapat-rapat dari dunia luar. Dalam hati, aku merasakan kehangatan yang aneh, sebuah kombinasi dari cinta terlarang dan kebahagiaan yang tak terdefinisikan.
"Iya, Bu," jawabku sambil tersenyum, mencoba menyembunyikan perasaan yang bercampur aduk di dalam hati.
Mas Aryo juga mengangguk, "Tentu, Bu. Kami akan hati-hati."
Setelah berpamitan, kami berjalan menuju motor Vixion Mas Aryo yang terparkir di halaman rumah dengan langkah mantap. Malam itu terasa berbeda, ada getaran khusus dalam udara, mungkin karena kebebasan yang baru saja diberikan ibu, atau mungkin karena rahasia yang kami bagi bersama.
Baca selengkapnya di https://karyakarsa.com/auliashara atau klik link di bio.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Untuk Anakku
BeletrieSeorang prajurit TNI yang telah pensiun sangat mendambakan kehadiran cucu. Namun, anaknya yang telah lama berdinas sebagai anggota TNI juga masih belum menemukan pasangan hidup karena kesibukannya. Mendengar tentang sebuah sumur tua di desa yang kon...