Aku Adalah Kamu by Dialog Dini Hari
====================================
Di sini, dari jendela kamarku ini, aku melihatmu yang sedang asyik menulis sebuah cerita yang tak sedikitpun kutahu cerita beraliran apa yang sedang kau buat. Ika, itulah nama gadis perempuan yang sejak empat puluh lima menit yang lalu selalu membuatku untuk tetap menatapnya terus hingga waktu yang tidak dapat ditentukan. Ada hal yang menarik dari diri seorang Ika, hal itulah yang membuatku dekat dengannya sampai saat ini.
Waktu sudah menunjukkan pukul lima sore, aku bergegas bersiap-siap karena sore ini aku dan Ika berjanji untuk mengelilingi komplek, bersama dengan sepeda gayung kesayangan kami. Baju kaus berwarna putih dengan gambar dua orang yang sedang berlindung di bawah payung yang kupadukan dengan training hitam dengan pinggiran berwarna biru muda, penampilan sederhanaku untuk aktifitas sore ini.
"Dea, udah siap?" tanya Ika saat aku membuka pintu rumahku, hendak menggunakan sepatu.
"Udah, Ka. Lama ya nunggu gue?"
Lihat, penampilanku hampir sama dengan Ika, hanya saja yang membedakannya pada baju kaus yang temanku pakai, baju kaus berwarna merah dengan gambar hewan panda yang menggemaskan. Ika mendekat ke tempat kuberada, "Nggak."
Sudah sekitar tiga kali putaran kami mengelilingi komplek yang cukup luas ini, hingga akhirnya kami memutuskan untuk berhenti sejenak di taman milik komplek ini.
"Gue dengar, kemarin lo menangin lomba nulis cerpen, juara berapa?"
"Juara satu, Dea."
Kusodorkan sebotol es teh manis yang baru saja kubeli dari pedagang yang tak jauh dari tempat kami duduk saat ini, "Wah..., selamat ya!"
Ika mulai menyeruput es teh manis itu, seteguk demi seteguk hingga tersisa setengah dari isi semula, "Makasih, Dea. Berarti nambah sulit lagi gue untuk nyari teman."
Cahaya matahari yang lembut menerpa wajah kami. Tiupan angin segar mampu mengeringkan keringat yang mengucur indah pada leher.
"Kenapa sulit? Lo kan anak cerdas, pasti gampang lo nyari teman, Ika."
Pandangan Ika menyapu sekitar, "Kalimat lo tadi cuma berlaku untuk lo dan nggak untuk gue. Lo bahkan bisa setiap hari bercanda bareng mereka, lah gue? Lo selalu bisa diterima di lingkungan tempat lo berada, sedangkan gue? Apa yang lo rasain itu nggak sama dengan apa yang gue alamin juga, Dea. Mungkin banyak orang yang bilang prestasi yang kita gapai itu nyaris selalu sama, omongan mereka benar, sangat benar malah, tapi setelahnya itu kita beda. Beda sampai tak ada satupun hal yang sama terjadi pada kita, hanya prestasi saja yang sama!" jerit Ika.
Senyap sejenak, aku masih berpikir jawaban apa yang tepat untuk Ika saat ini. Andai Ika tahu yang sebenarnya. Tingkat kepopuleran Ika denganku sangat jauh. Semua orang sangat mengaguminya, semuanya ingin dekat dengannya. Sebanyak-banyaknya teman ataupun penggemar yang kumiliki tapi tetap saja semuanya itu tak sebanding dengan yang Ika miliki. Menurutku itu hal wajar, karena Ika adalah siswa yang memiliki potensi yang lebih besar dan kuat, tidak sepertiku. Tapi aku tidak pernah sekalipun iri dengannya. Saat ini Ika belum menyadari, semua anugerah yang kami terima, semuanya sama, tak ada yang beda. Hanya saja cara Ika memandang berbeda. Berkali-kali sudah kujelaskan padanya bahwa kami sama, namun Ika masih belum puas dengan penjelasanku.
Aku menatapnya lekat, mengusap lembut punggung gadis cerdas tersebut, "Okay jadi gini, Ika. Semua orang di luar sana pingin banget bisa jadi salah satu teman lo, tapi mereka takut kalau lo nggak mau nerima mereka. Dari pandangan mereka selama ini, lo itu banyak mengukir prestasi, mereka pernah bilang biasanya kalau anak cerdas kayak lo, pasti nggak mau punya teman yang kemampuannya nggak sehebat lo, mereka sering cerita gitu ke gue.
"Asal lo tahu, Ika... mereka antri untuk nungguin lo. Sekarang terserah lo nerima mereka atau nggak."
Kedua bola mata indah itu kini berbinar-binar, memancarkan cahaya kebahagiaan, "Lo serius mereka pada bilang gitu ke lo?"
Anggukan mantap kuhadiahkan pada Ika, teman lamaku.
"Yup, nggak ada sedikitpun pernyataan dari mereka yang gue edit. Asli mbak!" ujarku tenang tak lupa bonus cengiran indah kuberikan.
Ika mendekapkan badannya padaku, ya... kami berpelukan layaknya salah satu film anak-anak berjudul "Teletubbies" dekapan hangat yang selalu kunantikan, "Makasih ya Dea. Mulai besok gue akan mulai berbaur bareng mereka."
Dan pada akhirnya semua kembali seperti semula, menjadi lebih baik lagi. Pandangan pribadi kita tentu ada yang berbeda dengan pandangan orang lain, tergantung darimana kita memandangnya. Semua makhluk yang menghuni bumi ini semuanya mendapatkan anugerah yang sama, mungkin perbedaanya hanya tentang waktu saja.
Sudah satu jam kami terduduk manis di taman ini. Permasalahan kini telah selesai sempurna. Kami memutuskan untuk kembali ke rumah masing-masing.
---------
Tanah yang kuinjak sama sepertimu
Langit yang kujunjung sama sepertimu
Aku tak berbeda darimu
Udara yang kuhirup kau hirup juga
Dingin yang kau rasa kurasakan sama
Kita tak terlihat beda
Matahari takkan terlihat beda dari tempatmu
Bulan dan bintang kan terlihat sama dari tempatmu
Kan memberikan cahaya
Yang sama untuk kita
La la la la la...
La la la la la...
La la la la la...
Warna busanamu yang terlihat beda
Nada kau dendangkan sama indahnya
Harmoni simfoni dunia
Kendati doa terucap beda
Anugerah yang sama kita terima
Aku adalah kamu
Manusia yang sama
=============T H E E N D============
KAMU SEDANG MEMBACA
[3] Song Fiction
Historia CortaKetika bibirku bergetar karena ketidakmampuan memberikan penjelasan, lagu yang kudengarkan mungkin bisa membuatmu paham. Kasih, biarkan aku berbicara, bercerita, melalui musik. Kumpulan FlashFict dengan lagu-lagu pilihan telah berhasil dituliskan ol...