Hey, apakah kalian pikir aku tak menginginkan vote? Kalian yang membaca dan tidak mengapresiasi karya tulis ku ini, apa kalian memang tidak punya hati, huh?
HAPPY READING 📖
SORRY FOR TYPO 🤍
•••"Alme, sebentar lagi aku akan berangkat untuk melihat pabrik perusahaan. Kau mau sekalian ku antar pulang atau pulang sendiri?" Darka menyerobot ucapan pelayan. Melemparkan lirikan setajam silet pada pekerjanya itu.
Alme semakin mengernyitkan keningnya. "Kau mengantarku? Kau sehat?" Pertanyaan itu tentu muncul, karena selama ini Darka hanya mengutus salah satu supirnya untuk mengantar jemput dirinya.
Darka mati-matian menarik kedua sudut bibirnya ke atas, dia mengangguk pelan. Remote mobil sudah berada pada genggamannya.
"Aku memang tak menyuruhmu kemari, sebenarnya aku juga malas mengatakan hal tadi. Tapi, kali ini aku ingin jalan-jalan sebentar, sekalian mengantarmu 'kan?"
•••
Grina, gadis itu sekarang menatap pantulan dirinya pada cermin bundar di hadapannya. Rambut panjang yang sudah lama tak di rawat ke salon itu tetap panjang, tebal, dan tampak sehat, wajah yang tak kusam sedikit pun, pipinya yang semakin mengembang, sorot matanya yang terlihat lebih lembut, dan terlihat samar setengah lingkaran hitam di bawah matanya. Semua itu hal yang berhasil di sorot oleh matanya sendiri saat ini.
Hembusan napas berat mengikuti tatkala matanya terpejam sejenak, "Jangan seperti ini. Grina, kau harus menyelesaikan apa yang telah kau mulai!" Ujarnya, penuh ambisi.
Membuka kelopak matanya perlahan, menunduk menatap beberapa detik satu belati lipat yang ada di atas meja riasnya.
Tangannya gemetar saat hendak mengambilnya, dua senti lagi tangannya menyentuh senjata tajam tersebut, tapi dengan cepat dia menjauhkan tangannya, berbalik badan kilat. Frustasi dia melayangkan tinjunya dan memukul angin.
"Ayolah! Ayo! Tidak mungkin aku kalah dengan permainan ku sendiri. Ibuku mati karenanya, sebab itu dia harus mati karena ku." Terus menerus mendorong dirinya melakukan hal yang sudah di rencanakan dengan matang.
Pada akhirnya dia meraih belati lipat itu, mengikat ujung sapu tangan ke belakang kepalanya guna menutupi sebagian wajahnya.
Di sini sekarang Grina berdiri, di sisi ranjang dengan seorang yang terlelap di atasnya. Membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memandang wajah pahatan tuhan di hadapannya. Tampan. Itu kata yang dia ingin katakan sekeras-kerasnya.
Ibu jarinya menarik tuas kecil di belati lipatnya. Tajam dan mengkilap, benda itu benar-benar terlihat berbahaya.
Gemetar tangan berkulit putih pucat itu, Grina menempatkan benda yang berada di genggamannya ke depan dada bidang seorang pria dengan jarak sejengkal.
Dia tarik mundur lengannya, lalu di dorong dengan cepat. Bertujuan menancapkan senjata tajam yang digenggamnya ke dada Darka.
"Sedang bermain film aksi, Sweetie?"
Jantung Grina kontan berdetak lebih kencang, aliran darahnya mengalir deras, bulu kuduknya meremang, dan napasnya tercekat oleh rasa panik.
Pergelangan tangannya dicekal erat oleh Darka dan belati yang diambil dengan lembut dari tangannya. Perlahan Darka menaikan satu per satu jari lentiknya untuk membuka genggaman pada gagang belati itu.
"Kemarilah, kelinci pembunuh!" Darka menarik Grina jatuh dalam dekapannya, dia yang masih terlentang membuat Grina berada di atasnya.
Mereka tidak sedekat itu, Grina masih menjaga tubuhnya dengan menopang sikunya pada dada bidang pria di bawahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Grina, I'm Obsessed With You
Любовные романы"Dan dia tidur sekamar dengan ku? Ya tuhan, aku masih utuh, kan?" Grina raba-raba tubuhnya dan dilanjut menatap pantulannya di cermin dari atas sampai bawah. Jujur, Grina jijik jika memikirkan hal-hal yang negatif itu. Tidak ini bukan bercanda atau...