Happy Reading 📖
•••Sementara Grina membersihkan wajah dan tangannya yang basah, Dakra terus melajukan mobil menuju Canal de l'Aisne à la Marne
Sebuah saluran air buatan yang juga menjadi tempat wisata di Reims, Prancis.
Lampu-lampu menerangi pinggiran jalan, tepat di kanal yang hampir dipenuhi air berwarna hijau bersih, ada satu Tugboat yang paling terlihat mencolok dengan sinarnya yang terang diantara jejeran Tugboat lain.
"Kita sampai, Sweetie," ucap Darka, sembari menoleh sekilas menatap Grina. Alis Grina menyatu bingung, takut, dan pening masih menguasainya.
Kendati demikian, perempuan itu sudah menggenggam belati tajam yang siap menancap di bagian tubuh mana saja milik orang yang mengusiknya, atau bahkan tidak sedang menancapkan belati tersebut ke pria yang sedang menyeringai setelah, menghentikan mobil di pinggir Kanal.
Kepala Dakra menoleh menghadap ke perempuan yang terlihat was-was akan sesuatu. "Daripada bermain belati, lebih baik bermain bersama anak buahku di dalam tugboat," ujarnya sembari menaik turunkan alisnya, menggoda.
Sungguh menyebalkan sekali pria ini. Begitulah isi batin Grina.
Tanpa tanda-tanda yang terlihat oleh Grina, tangan kekar Darka gesit mencengkram pergelangan tangan Grina yang sedari tadi menggenggam belati. Tadi Grina menyembunyikan benda tajam itu di sisi tubuhnya. Akibat tidak ada waktu untuk melawan perempuan itu menjadi seperti tak berdaya begitu saja sekarang.
"Lepaskan tanganku." Grina meringis, mencoba menarik tangannya dari genggaman Darka.
"Lepaskan belati itu dulu, aku akan melepaskan tanganmu sebelum ku patahkan," pinta Darka.
Saat cengkraman dari tangan yang lebih besar dari tangannya sendiri itu, semakin kuat. Yakinlah Grina, bahwa tangan rampingnya mulai membiru. Grina pun melepas belati yang tadinya dia pegang. Giginya menggertak menahan amarah, rahangnya terkatup tegang.
"Good girl, Sweetie," ucap Darka, pelan. Senyum puas pria tersebut menambah emosi Grina meledak-ledak.
Darka ambil belati tajam yang jatuh dari genggaman Grina, dia taruh ke dashboard di depannya.
Sepatu pantofel hitam milik Dakra turun menapak tanah, diikuti oleh tubuhnya yang keluar dari mobil, dan tangannya menutup pintu dengan santai. Jari-jari tangannya memainkan kunci mobil, memutar-mutarnya di jarinya. Kakinya melangkah. Berjalan melewati depan mobil, lalu berhenti di sisi lain mobil.
Darka membuka pintu, mengulurkan tangannya dan membungkuk hormat pada Grina. Entah apa maksud pria ini bersikap seperti itu.
"Silakan keluar sendiri atau ku seret gaun yang kau pakai untuk membuatmu keluar?" Tanya Dakra, dia tegapkan kembali badannya yang tadi membungkuk sedikit.
"Tidak mau. Lagipula, di luar dingin." Respon acuh dari perempuan ini sudah cukup membuat ubun-ubun Dakra seakan mendidih. Mobil yang sudah ditutup atapnya tadi, terlanjur hangat dan nyaman di dalam. Itulah yang membuat Grina malas keluar.
"Nanti biar ku bakar tubuhmu," ucap Darka, semena-mena sekali Darka melontarkan kalimat yang agaknya menjadi solusi bagi Darka, tetapi ancaman bagi Grina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Grina, I'm Obsessed With You
Romance"Dan dia tidur sekamar dengan ku? Ya tuhan, aku masih utuh, kan?" Grina raba-raba tubuhnya dan dilanjut menatap pantulannya di cermin dari atas sampai bawah. Jujur, Grina jijik jika memikirkan hal-hal yang negatif itu. Tidak ini bukan bercanda atau...