HAPPY READING 📖
•••1983; Reims, Prancis.
"Nona Grina, kau yakin tak apa bila aku pulang lebih awal dan meninggalkan mu sendiri?" Tanya Meca kepada bos-nya. Dia adalah seorang asisten pribadi Grina Rimy Ti Gehka.
Perempuan bernama Grina yang disebutkan hanya tersenyum dan mengangguk singkat. "Kau meragukan ku, Meca?" Tanyanya dengan satu alisnya yang terangkat.
"Tidak, bukan begitu. Hanya saja, sehebat apapun engkau, tetap saja, kau adalah seorang wanita, Nona." Cepat-cepat Meca menyangkal agar tidak membuat Grina marah. Dia tahu kalau bos-nya itu tak suka di pandang lemah.
"Kau tenang saja. Urus saja adik kecilmu itu, jika kau butuh sesuatu, hubungi saja aku," ujar Grina, dia menepuk pelan pundak asistennya, Meca sudah dia anggap sebagai sahabatnya sendiri.
"Kalau aku butuh uang?"
"Sebutkan nominalnya." Grina membuka shoulder bag-nya, hendak mengambil kertas cek miliknya.
"T-tak usah Nona, aku hanya bercanda. Kalau begitu, aku pamit, permisi." Setelah melenggang pergi menjauh dari Grina, Meca meruntuki dirinya sendiri yang sudah bersikap lantang dan meminta uang secara cuma-cuma.
Herannya lagi, Grina bahkan dengan entengnya menanyakan nominal yang Meca inginkan. Sungguh di luar dugaan akal sehatnya.
Dekorasi elegan nan tampak mewah menghiasi setiap sudut ruangan dengan luas yang cukup untuk menampung ratusan orang. Banyak jenis minuman berjejer di rak bartender, mulai dari koktail, anggur, likeur, atau sekedar jus buah, dan sayur untuk mereka yang tidak mengonsumsi minum-minuman lain.
Kursi-kursi tamu berbaris rapi, orang-orang yang menempatinya adalah mereka yang terpandang, terpelajar, hingga berpangkat di perusahaan, dan bisnis masing-masing.
Bertempat pada salah satu hotel bintang lima bergaya semi modern yang tidak meninggalkan kesan classic. Di sana ada sebuah pesta yang diadakan untuk merayakan ulang tahun salah satu perusahaan terpandang. Sudah pasti pesta ini dihadiri segenap orang-orang penting di dunia bisnis.
Tak ayal bahwa pria berbadan tegap, dada bidang, serta bisep di lengannya yang membuat lengan kemeja putih berbalut jas abu-abu licin yang dipakainya mengetat itu juga turut hadir.
Dakra Xion Vecchio, matanya menelisik, menyapu ke seluruh penjuru ruangan.
Hingga akhirnya perhatiannya tertuju pada satu perempuan dengan rambut coklat terang yang dijepit rapi oleh penjepit rambut merah mengkilap. Kulitnya yang putih pucat tampak bertambah memikat mata kala tersorot cahaya lampu, serta merta keanggunannya dengan balutan gaun merah semata kaki pun kalung berbandul mutiara menjadi pemanis penampilan.
Penampilannya menjadi yang paling sederhana di pesta, tapi lebih memikat perhatian. Tidak terkesan berlebihan, lebih menghormati acara yang diadakan. Acara yang diselenggarakan di hotel berbintang, bukan di kelab berbintang.
"Setelah sebelas tahun akhirnya aku menemukanmu, Sweetie," monolog Darka, di pikirannya sudah penuh oleh bayang-bayang perempuan itu.
Tangan Dakra mengaitkan kancing jas abu-abu yang dia kenakan. Kaki jenjangnya melangkah lebar dengan satu tangan yang masuk ke saku celana dasar nan senada dengan jasnya.
Setelah sampai di tujuan, tangan kanannya meraih satu gelas jus orange dari nampan yang sedang di pegang pelayan, dia berhenti dan duduk di sofa santai yang tak jauh dari meja bartender.
"Malam, Miss Gehka, Kau cantik malam ini," sapa Dakra sembari tersenyum ramah. Dengan keberanian penuh dia membuka pembicaraan yang pasti akan dianggap tak penting oleh sang lawan bicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Grina, I'm Obsessed With You
Romansa"Dan dia tidur sekamar dengan ku? Ya tuhan, aku masih utuh, kan?" Grina raba-raba tubuhnya dan dilanjut menatap pantulannya di cermin dari atas sampai bawah. Jujur, Grina jijik jika memikirkan hal-hal yang negatif itu. Tidak ini bukan bercanda atau...