3.

157 17 0
                                    


"Run beneran lo mau ketemu Ganendra?" Tanya Sarah penasaran, meneliti riasan wajah Aruna yang tampak seperti biasanya tanpa perlu ditambah ataupun dikurangi.

"Iya gue udah janji sama Papi buat ketemu sama duda itu, ya gue harus nurut, syukur-syukur Ganendra gak bisa datang malas juga gue harus ketemu modelan seperti dia," jawabnya sibuk membenahi tatanan rambutnya yang digerai.

"Rapi banget? Gak ada drama pakai baju ketat atau baju norak gitu?" Tanya Sarah penasaran, duduk di sofa kecil yang menghadap langsung ke arah Aruna.

"Ya kali? Buat apa Mbak? Gue udah punya kartu As milik Ganendra kita lihat aja gimana reaksinya," balasnya tertawa jahat, Sarah lalu geleng-geleng kepala melihatnya.

"Gila ya lo licik banget jadi cewek, tapi semoga berhasil."

Aruna menganggukkan kepalanya. "Gampang Mbak, gue bisa urus ini, plan lain udah gue siapin semisal Ganendra itu gak bisa apa-apa."

"Tentang apa? Ceweknya?" Tebak Sarah Asal yang langsung diangguki Aruna.

"Iya, tentu, gue kemarin udah ngumpulin beberapa bukti kalau mereka memang lagi dating. Ini bisa gue gunain untuk ngomong langsung ke pak Harjasa, gue yakin beliau pasti buka mata," jawabnya dengan sangat percaya diri.

"Oke, semoga rencana-rencana lo berhasil semua, gue juga gak mau lo nikah sama cowok begituan, gak banget."

"Emang lo yang terbaik Mbak," keduanya lalu berpelukan.

"Ya udah sana, hati-hati ya adik kecil," kata Sarah mengedipkan sebelah matanya.

"Ya udah deh kalau gitu gue berangkat dulu," Aruna langsung berjalan keluar kamar sambil nyengir, mengangkat kedua jempolnya.

********

"Pak Ganendra hari ini ada pertemuan bersama ibu Aruna" Ucap Fais mengingatkan.

"Saya gak akan datang," balasnya dengan mata penuh amarah. Dari tadi sore puluhan panggilan masuk di ponsel miliknya. Tentu saja itu sang Mama, yang masih tetep kekeuh akan keputusannya.

"Maaf Pak, tapi ini perintah langsung dari Pak Harjasa. Beliau bilang ini pertemuan penting," Ganendra langsung saja menggebrak meja yang ada di depannya, dan menatap sekretarisnya tajam.

"Kamu gak dengar saya bilang apa?! Keluar aja kamu, saya gak butuh," teriaknya. Fais sedikit kaget, tapi tak urung keluar ruangan yang disusul masuknya Harjasa.

"Bagus kamu teriak-teriak begitu Ganendra?! Kamu ini kenapa jadi sangat berandal! Papa dan Mama gak pernah ajarin kamu bersikap seperti itu, umurmu sudah tiga puluh dua! Bukan masanya kamu jadi anak durhaka seperti ini, lakukan perintah Papa, nikah dan semua perusahaan Papa jadi milikmu, gampang, tapi kamu memilih jalan seperti ini, apa mau mu hah?" Ucap Harjasa marah.

"Justru karena umur saya sudah segitu saya sudah bisa mengambil keputusan sendiri, tanpa perlu ikut tangan Papa dan Mama! Saya mau ambil keputusan saya sendiri!" jawab Ganendra tak kalah marah.

"Papa sudah dapat kabar Aruna sudah ada disana, menunggu kamu, cepat kamu kesana atau kalau tidak, papa bisa runtuhkan semua perusahaanmu, jangan memalukan saya Ganendra, rapikan kemeja mu dan cepat ke restoran yang sudah papa siapkan untuk kalian berdua," ucapnya sangat tegas tanpa perlu di tolerir, Ganendra tau omongan sang papa tidak akan main-main.

Demi apapun Ganendra merasa serba salah, kali ini kalau dia tidak menurut, perusahaan yang sudah dia bangun susah payah ini akan beralih kepemilikan, tapi kalau dia menurut dia merasa sangat bersalah seperti sedang melakukan perselingkuhan.

"Kamu dengar saya apa tidak!?" ucap Harjasa masih berapi-api.

Dengan berat hati Ganendra langsung saja keluar ruangan tanpa perlu basa-basi, lalu mengambil ponsel dan melihat dimana letak restoran yang sudah papanya rencanakan itu. Beberapa teriakan muncul dari sang papa, tapi lagi-lagi Ganendra tidak peduli.

******

"Lama juga tuh duda sok sibuk, padahal gue juga sibuk," monolognya, memainkan ponsel. Sebenarnya Aruna sedikit malu karena beberapa pelayan terlihat memandanginya.

Beberapa menit berkelana di sosmed, terdengar suara langkah kaki mendekat, Aruna menghela nafas, pura-pura sibuk kembali. Sampai pria itu sampai di depannya.

"Anda Aruna kan? Saya tidak mau basa-basi," katanya sombong sekali. Aruna mendongak, menatap wajah sombong pria itu yang sialnya sangat tampan.

"Bisa ngobrolnya duduk dulu? Sepertinya anda sudah diajari tata-krama kan?" Balas Aruna sengit. Ganendra akhirnya duduk, tatapannya terlihat sangat tidak bersahabat. Aruna tau, pria di depannya ini tampak menahan amarah.

"Saya tau anda tidak ingin perjodohan ini berlanjut," ucap Aruna terlebih dahulu. Ketika Ganendra ingin membuka suara.

"Ya tentu saja, tolong kamu paksa orang tua mu untuk membatalkan ini semua, atau cara apapun agar saya terbebas dari perjodohan sialan ini," katanya sangat angkuh. Aruna tertawa mendengarnya.

"Saya? Anda ini tidak bercanda? Keluarga saya dipaksa menikahkan putri semata wayangnya ke seorang duda yang sialnya memiliki kekuasaan penuh. Bisa apa? Saya bisa apa?" jawab Aruna penuh penekanan, kini matanya juga menatap penuh kebencian ke arah Ganendra. Ternyata lelaki ini sangat brengsek, pikirnya.

Sepertinya Ganendra sangat tersinggung atas ucapan Aruna, matanya menatap lebih tajam serta gumpalan tangan menahan amarah yang ingin meledak. "Saya tidak bisa membatalkan perjodohan ini tanpa alasan," kata Ganendra akhirnya. Ganendra tampak menghela nafas.

"Saya punya bukti kalau anda sedang terlibat hubungan khusus dengan artis milik saya, kenapa tidak dengan alasan itu? Anda bisa hidup bahagia dengan dia kan?" ungkap Aruna langsung, membuat Ganendra melotot tidak percaya.

"Anda tau darimana? Jangan asal ngomong!" Ketusnya.

"Gak usah pura-pura, saya sudah mengantongi banyak bukti kuat untuk itu," jawab Aruna.

"Sepertinya anda benar-benar keterlaluan sampai harus mengulik kehidupan saya!"

"Saya keterlaluan? Lalu bagaimana dengan keluarga anda?" ucap Aruna.

"Saya juga tidak tahu menahu tentang semua perjodohan ini! Saya tidak bisa membeberkan hubungan saya dengan Asha! Tolong kamu tutup mulutmu rapat-rapat tentang hal itu!"

"Lalu tentang kita? Anda tahu orang tua anda akan segera datang ke rumah saya untuk melangsungkan pertunangan! Saya tidak mau menikah secepat ini!"

"Bodoh, saya juga tidak mau!"

"Saya bisa saja kasih tau pacar anda tentang rencana pernikahan ini, mungkin dia akan sedikit nekat, tapi pernikahan ini akan batal, bukan begitu?" ucap Aruna tersenyum licik.

"Jangan berani-beraninya anda! Kalau sampai seperti itu, perusahaan saya juga menjadi taruhan!"

"Anda lebih mementingkan perusahaan anda daripada hidup bahagia dengan pujaan hati? Saya tidak habis pikir tentang ini," ucap Aruna menyindir habis-habisan.

"Diam, pertemuan kali ini cukup, saya akan hubungi anda lagi nanti," lalu dengan gerakan cepat Ganendra berdiri dan berjalan keluar restoran. Para pelayan pun kembali masuk ke dalam ruangan. Pasalnya, saat Ganendra masuk tadi tidak ada seorangpun yang diijinkan Ganendra berada disana.

 Holding you [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang