11

91 20 1
                                    


Sudah satu minggu setelah pernikahan itu. Keduanya tampak menjalani hari seperti biasanya, bahkan Aruna masih sering ke kantor untuk mengecek perusahaannya. Ganendra sendiri lebih suka berangkat pagi dan pulang sangat larut. Seperti benar-benar menghindari Aruna. Aruna juga tidak perduli, dia malah merasa lebih aman kalau Ganendra tidak di rumah.

"Bapak udah berangkat Bi?" tanya Aruna menyapa Bi Arum, orang kepercayaan Mama yang dimaksud Ganendra.

"Eh Ibu, udah Bu. Bapak baru aja berangkat jam tujuh tadi. Ibu mau sarapan?" tanya Bi Arum sopan, sebenarnya Aruna tidak suka di panggil Ibu di rumah begini, tapi karena perintah langsung dari mertuanya jadi dia menurut saja.

"Gak deh Bi, saya mau jus aja kayak biasanya ya," katanya duduk di kursi meja makan, sambil meneguk segelas air putih.

"Kebetulan sudah saya siapkan, ini Bu, sudah hafal soalnya kalau bangun tidur yang dicari jus," ucapnya sambil memberikan segelas jus berisi beberapa ramuan yang memang Aruna beri tahu.

"Wah Bi terimakasih banyak ya pengertian sekali," puji Aruna, menerima segelas jus lalu menegaknya sampai habis.

"Tentu aja, buat Ibu mah saya pasti cepat hafalnya. Hari ini ke kantor lagi Bu?" tanya Bi Arum penasaran.

"Gak Bi, libur dulu mager saya. Paling nanti kerjain beberapa di rumah," jawabnya. Keduanya lalu tampak asik mengobrol.

*****

"Tante jadi kasih vidionya hari ini?" tanya Sarah asisten pribadi Aruna yang kebetulan dimintai Rahayu datang ke rumahnya.

"Jadi Sar, nunggu apa lagi kita? Kamu tau kan rekaman suara si licik itu?" ucap Rahayu bergedik sendiri.

"Iya sih mending sekarang, ya udah Tante ini aku kirimkan ya ke Ganendra," ucap Sarah memulai mengirim beberapa potongan vidio milik Asha. Sebenarnya ini termasuk tindakan yang jelas salah, tapi Sarah dan Rahayu akan membagikan vidio ini ke Ganendra saja. Niat mereka juga gak macam-macam. Hanya ingin Ganendra tau kelakuan Asha, Rahayu juga akan berbaik hati tidak menyebarkan skandal-skandal itu, dia akan tetap menerima Asha sebagai model sampai kontrak yang ditandatangani habis.

"Ganendra tetap akan buka handphonenya sendiri kan?" ucap Rahayu khawatir vidio itu dilihat orang lain.

"Handphone kan barang pribadi Tan, gak mungkin juga Ganendra kasih ke asistennya. Paling-paling asistennya di kasih handphone sendiri khusus bisnis," ucap Sarah, lalu mempertontonkan beberapa vidio yang sudah dia kirim. Rahayu manggut-manggut saja melihatnya.

"Ini kayaknya Ganendra lagi sibuk Tan, coba kita tunggu dulu responnya, atau paling parah ga di respon sih ini. Dia itu pintar gak mungkin ngira ini cuma editan belaka, lagian suara Asha jelas banget disini. Pasti dia langsung percaya," kata Sarah meyakinkan.

"Benar, ya sudah terimakasih sudah bantu Tante Sar," ucap Rahayu menepuk-nepuk pundak Sarah.

"Tenang aja Tan, Sarah malah seneng kalau bisa bantu, apalagi buat Aruna," ucap Sarah tersenyum tulus.

******

"Vidio apa ini, berani sekali," monolog Ganendra, membuka vidio yang memang terlihat aneh.

Beberapa detik membuka dan menonton vidio-vidio pendek itu, membuat Ganendra dengan sangat jelas emosi, menggebrak meja, dan membanting ponselnya yang untung saja jatuh diatas sofa.

Fais yang mendengar langsung saja masuk, mengecek apa yang terjadi. "Pak, kenapa?" ucapnya berhati-hati. Ganendra mendongak menatap fais dengan kilat amarah.

"Ambil ponsel saya, simpan vidio yang baru saja dikirim dari nomer  tidak dikenal. Simpan dan beri file khusus jangan sampai hilang, cepat Fais!" ucap Ganendra tegas, menunjuk ponselnya yang tergeletak di atas sofa. Demi apapun Ganendra sekarang gemetar bukan main, dirinya seperti terlempar jauh di masa lalu.

"Pak maaf, paswordnya apa?" ucap Fais hati-hati, ini pertama kalinya setelah berhubungan dengan Asha Ganendra memberikan ponselnya ke Fais.

"Tanggal lahir saya, tolong cepat Fais," kata Ganendra, duduk di kursi kerjanya sambil mengatur nafas. Berusaha tetap tenang.

Fais langsung saya mengirimkan vidio-vidio tersebut tanpa melihat, ke ponsel miliknya. Dia juga membuat file khusus dengan sandi di ponsel milik Ganendra.

"Sudah Pak, ini ponsel milik Bapak," kata Fais memberikan kembali ponselnya.

"Tolong, ambilkan saya minum terlebih dahulu, terimakasih Fais," ucapnya sambil menerima ponsel miliknya. Ganendra lalu mengetik pesan ke Asha, dirinya benar-benar tidak bisa, tapi pertemuan ini harus segera dilakukan.

******

"Tolong kasih tau saya, apa kurang saya Sha?" ucap Ganendra menatap nanar Asha yang tampak membeku kaget.

"Ganen, kamu percaya sama vidio itu? Itu di edit Ganen! Jelas-jelas aku sama kamu terus gak pernah aku berhubungan sama orang lain!" belanya penuh penekanan. Tapi Ganendra tau, sorot mata itu menunjukkan ketakutan.

"Saya sudah buktikan kalau itu emang kamu Sha, saya bukan laki-laki bodoh yang asal nuduh tanpa ada bukti. Kamu tau segimana traumanya saya sama masa lalu, tapi kamu balas saya gini juga Sha? Kurang apa saya sama kamu?" ucapnya menatap Asha.

"Ganen, kita udah hampir satu tahun jalin hubungan, oke aku ngaku dulu awalnya aku memang pernah berhubungan dengan dia. Tapi Ganen, kamu tau aku sudah gak ada hubungan apapun sejak sama kamu, kamu udah pernah janji kan sama aku, kalau kamu akan menerima semua masa lalu ku?" ucap Asha memegangi pundak Ganendra yang tampak mematung.

"Sha, saya tekankan saya bukan lelaki bodoh yang bisa kamu tipu lagi. Tolong mulai sekarang jangan ganggu saya. Jangan temui saya lagi, sudah cukup hubungan ini. Saya juga tidak ada tanggung jawab apapun tentang kamu, untung waktu itu saya benar-benar tidak menyentuhmu, itu akan jadi boomerang bagi saya. Kamu pintar sekali ya?"

"Ganen! Tolong jangan kayak anak kecil gini, kamu udah janji mau nikahin aku!" ucap Asha memohon, dirinya sampai bertekuk lutut, memohon ke Ganendra yang tampak angkuh.

"Tidak, saya tidak janji, tolong jangan ganggu saya lagi. Jangan hubungi saya lagi, atau kalau tidak karir kamu juga yang akan jadi taruhannya. Papa saya gak akan tinggal diam Sha," ucapnya melepaskan tangan Asha yang berada di lututnya dan berlalu pergi. Dia benar-benar sedang marah sekarang ini. Emosinya sedang meledak-ledak. Dia biarkan Asha memanggil namanya. Dia tidak perduli. Harga dirinya sebagai lelaki hancur sudah, kenapa selalu begini? Kenapa dia selalu salah mencintai seseorang?



Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 6 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

 Holding you [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang