10.

321 22 2
                                    


Menjadi bagian baru dari keluarga Harjasa membuat Aruna harus berhati-hati. Masih ada banyak hal yang belum dia pelajari tentang seluk beluk keluarga barunya. Aruna tau menjadi bagian dari Harjasa memang tidak mudah, dari awal dirinya sudah belajar untuk menerima semua ini. Satu tahun, ya dia harus bertahan satu tahun dengan semua kepura-puraan ini.

"Aruna rencananya mau punya anak berapa?" tanya salah satu keluarga Ganendra yang Aruna tau beliau adalah adik dari Harjasa.

"Kalau Aruna sendiri sedikasihnya aja tante, Aruna sama Mas Ganendra juga masih mau berduaan dulu biar bisa leluasa pacarannya," jawab Aruna tersenyum menanggapi.

"Aduh bener itu, masih muda ya masih mau senang-senang," sahut Fadli suami dari Yuvita tantenya Ganendra tadi.

"Ya tapi kalau bisa jangan terlalu lama ya Aruna, Ganendra juga sudah kepala tiga lebih loh," sahut Yuvita lagi, Aruna mengangguk setuju. "Iya Tante, Aruna nanti pasti berusaha sama Mas Ganendra. Doain aja ya Tante."

"Iya pasti, Tante tunggu kabar baiknya ya," ucap Yuvita menepuk pelan pundak Aruna.

Kedua pasangan suami istri itu pun pamit untuk ikut bergabung dengan keluarga yang lain. "Tante Yuvi ngobrol apa sama kamu?" ucap Ganendra yang tiba-tiba muncul, padahal dari tadi Aruna celingak-celinguk mencari suami kontraknya ini.

"Kemana aja lo?" sahut Aruna ketus, menatap suaminya yang tidak merasa bersalah.

"Tadi di panggil Papa," jawabnya lempeng sekali, Aruna menghela nafas.

"Tante Yuvi tanya, rencananya kita pengen anak berapa, jujur gue gak memikirkan ini. Gimana ya? Pertanyaan ini pasti sering di lontarkan keluarga lo," ucap Aruna tidak yakin kedepannya akan menjawab seperti apa.

"Nanti kita pikirkan, sekarang kita ikut gabung lagi sama mereka," dengan entengnya Ganendra menjawab. Menarik tangan Aruna untuk ikut gabung kembali bercengkrama.

"Aduh pengantin baru gandengan tangan terus ya," goda Damar, salah satu kakak sepupu Ganendra.

"Iri ya Mas? Makanya cari gandengan sana, jangan godain Ganendra terus," sindir Iris, Ibu Damar. Pasalnya putra sulungnya itu juga sudah berkepala tiga tapi tidak ada tanda-tanda membawa calon menantu untuknya.

"Ibu, jangan gitu nanti aku bawain kok calon mantunya," ucap Damar cengengesan. Semua yang ada disana tertawa melihatnya.

"Cari yang kayak Aruna gini loh Mas Damar, atau tanya Aruna siapa tau temennya ada yang jomblo bisa dikenalin ke Mas Damar," goda Kartika tersenyum menatap menantunya.

"Boleh, kebetulan temen-temen saya banyak yang jomblo Mas Damar, nanti bisa lah saya kenalin," sahut Aruna, tersenyum ramah. Semuanya tertawa mengejek ke arah Damar yang terlihat malu bukan kepalang. Mereka melanjutkan mengobrol sampai malam. Ngomong-ngomong tentang keluarga Aruna, mereka sudah balik lebih dulu tadi. Karena kesehatan eyang yang tampaknya memburuk, Aruna pun sempat khawatir, tapi dengan keyakinan penuh Manggala memberitahu kepada putrinya kalau eyang kakung hanya perlu istirahat.

******

"Kamu perlu goda Ganendra Run, buat Ganendra bertekuk lutut sama kamu!"

"Gaada ruginya kamu buat Ganendra jatuh cinta, malah kamu yang lebih untung. Jangan egois sama diri kamu sendiri Aruna, kamu perlu bahagia. Di coba dulu."

"Aruna rencananya mau punya anak berapa?"

Perkataan Carrisa dan Tante Yuvi terus saja berputar di kepala cantik Aruna. Dia benar-benar kepikiran dengan semua itu, apa perlu dia berbuat jahat memisahkan Ganendra dengan Asha? Merebut Ganendra dari Asha? Lalu apakah dengan merebut kebahagiaan orang lain akan membuat dirinya bahagia? Aruna terus saja memikirkan kemungkinan terburuknya. Dia tau, Asha dan Ganendra saling mencintai, cinta mereka benar tidak salah, yang salah disini adalah Aruna. Aruna lah yang memisahkan keduanya.

"Aruna, saya mau bicara," ucap suara bariton milik Ganendra. Aruna mendongak menatap suaminya yang tampak menawan. Menggunakan shirt polos dan celana pendek sepaha. Sejujurnya baru kali ini Aruna melihat Ganendra berpakaian santai di depannya. Lelaki itu jauh lebih menawan sekarang.

"Kenapa?" tanyanya, menatap ke arah suaminya.

"Kalau Mama saya nyuruh kamu ikut-ikut arisan atau kamu sering diajak keluar belanja gak usah ikut gak apa. Kamu bisa bilang kalau kamu ada kerjaan. Gak usah sungkan bilang, atau kamu bisa alasan tidak diijinkan oleh saya," ucap Ganendra memberitahu. Aruna mengerutkan keningnya tanda bertanya. "Kenapa emangnya?"

"Saya gak mau kamu terbebani sama Mama saya. Beliau itu cerewet, takutnya kamu terganggu," jelasnya. Tidak mau Aruna mengomel panjang seperti mantan istrinya dulu.

Aruna berpikir sejenak, selama ini Kartika memang tampak cerewet tapi wanita paruh baya itu sungguh tidak membebaninya sama sekali. Aruna malah senang kalau Kartika tampak memperhatikannya.

"Tenang aja, Mama lo udah kayak Mama gue sendiri. Gue gak merasa terbebani kalau misal Mama minta ditemenin belanja. Gue juga suka belanja jadi kita sepertinya cocok," sahut Aruna enteng. Diluar dugaan sekali Aruna menjawab seperti itu.

"Oke yang penting saya gak mau kalau kamu harus ngomel gara-gara Mama saya. Kedua, Papa akan sering mengundang kamu dalam acara bisnisnya, ini tentu sama saya. Tapi kalau memang mendesak dan saya benar-benar tidak bisa hadir kamu diijinkan Papa untuk datang sendiri. Jadi saya harap kamu bisa menjaga sikapmu. Saya tau kamu pintar dan bisa menempatkan diri," ucap Ganendra menatap istrinya yang tampak menghela nafas.

"Perjalanan kita masih panjang Aruna, saya harap kamu bisa jadi partner saya selama satu tahun ini dengan baik. Selamat malam," katanya meninggalkan Aruna sendiri di dalam kamar. Ganendra sialan itu selalu saja mengatakan satu tahun satu tahun, apa mereka akan segampang itu untuk pisah nanti? Apa Harjasa mengijinkan putra sulungnya menjadi duda lagi? Dan dia, nama baiknya di pertaruhkan.

*****

"Kamu masih ada hubungan dengan Ganendra?" ucap lelaki yang umurnya menginjak kepala empat lebih.

"Ya masih, dia akan menikahi saya secara siri dua minggu lagi," ucapnya sombong.

"Terus? Kamu gak kasih saya servis lagi dong? Mau nikah kan kamu?" ucap lelaki itu.

"Kalau Bapak mau bisa telepon saya, yang penting Bapak bisa menjaga rahasia kita. Saya mohon jangan beritahu apapun ke siapapun," ucapnya memohon.

"Tentu Sayang, yang penting servis kamu ke saya. Semuanya aman, kita jaga rahasia sama-sama," katanya tersenyum smirk. Keduanya kembali bergelut dengan gelombang panas. Tanpa tahu ada kamera dibalik televisi yang menyoroti mereka berdua.

 Holding you [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang