4.

400 23 0
                                    


"Anakmu itu sudah keterlaluan, tadi sekretarisnya di bentak sambil menggebrak meja. Ganendra sekarang seperti tidak memiliki etika!" ucap Harjasa marah-marah. Kartika langsung mendekat, mengelus lengan suaminya dengan lembut mencoba merendahkan amarah sang suami.

"Sabar Mas, jangan marah-marah terus. Nanti tensinya naik. Ganendra kalau dikerasin bakal menjadi. Kamu sudah tau itu sejak dia masih remaja," nasihat istrinya.

"Gak bisa dibiarkan mau jadi apa dia. Mentang-mentang sudah punya perusahaan sendiri bisa berontak seperti itu. Ini juga salahmu, dari dulu kalau dia salah selalu saja kamu lindungi. Sekarang liat anakmu," ucapnya masih marah, duduk di sofa.

"Terus saja begitu, padahal kamu tau aku lah yang paling pertama marah kalau dia buat salah. Memang anaknya harus diberi omongan pelan-pelan. Aku sudah berusaha, mungkin memang dia sudah punya calon sendiri Mas, aku kan sudah bilang berulang kali. Ganendra pasti punya calon, karena dia sangat kekeuh sama pendiriannya," jelas Kartika ikut duduk di samping suaminya.

"Siapa lagi kali ini? Anak itu tidak ada kapoknya," ucap Harjasa menghela nafasnya.

"Aku kira kamu sudah cari informasi tentang itu Mas, Ganendra jelas sangat menutupi, apalagi posisi seperti ini," sahut Kartika.

"Aku kira dia hanya main-main waktu itu, ternyata dia benar memberontak. Aku penasaran siapa gadis itu, padahal anak Manggala benar-benar sangat cocok untuk Ganendra. Entah kenapa saat melihat anak gadis Manggala aku merasa dia pantas bersanding dengan anak kita," ucapnya memberitahu.

"Aruna memang gadis yang baik, tapi menurutku Ganendra tidak cocok untuknya Mas, aku kan juga sudah bilang waktu itu. Aruna masih terlalu kecil, dia baru saja lulus tahun ini," ucap Kartika berpendapat. Sebenarnya obrolan tentang ini sudah diulang berkali-kali. Tetapi Harjasa tetep kekeuh untuk menikahkan mereka.

"Kamu tau sendiri Kartika, selain Aruna menantu yang sangat ideal. Perusahaan milik keluarganya juga sangat bagus, aku sudah meneliti perusahaan Manggala beberapa tahun ini, kalau saja Manggala bisa kita kendalikan maka keluarga kita akan sangat aman. Kasus korupsi di anak cabang, juga gagalnya proyek di Kalimantan membuat aku harus menutup dengan uang triliunan, perusahaan kita sebenarnya sangat rugi. Bergabung dengan Manggala adalah salah satu cara memulihkan kondisi perusahaan. Manggala dari dulu sudah sering kita bantu, kini ganti mereka," jawabnya persis seperti perdebatan awal mereka.

"Nanti aku coba bujuk lagi Ganendra, kamu tenang dulu jangan terlalu banyak pikiran. Minggu ini tensimu naik Mas," ucap Kartika mengakhiri perdebatan.

"Ya, aku akan telepon anak buahku untuk mengawasi Ganendra dan mencari tau siapa gadis yang sedang dia kencani. Kalau aku sudah menemukan gadis itu, tolong kamu beritahu dia untuk jauh dari Ganendra," kata Harjasa berdiri, diikuti Kartika yang mengangguk patuh.

*******

Aroma pencampuran antara alkohol dan asap rokok langsung tercium melekat saat Ganendra masuk, dia sebenarnya sudah sangat lama tidak masuk ke tempat ini. Tapi, entahlah malam ini sepertinya dia butuh minum sejenak.

Sorakan dari table VIP langsung menyambut Ganendra.

"Wih kesambet apa lo kesini?" Ucap Johan tertawa mengejek.

"Kenapa lo? Bukannya lo lagi bahagia ya?" Sahut Fadli.

"Kalau susah aja baru inget kita-kita," timpal Ardian. Mereka ini teman satu tongkrongannya sejak SMA. Tapi memang semenjak bersama Asha, Ganendra benar-benar melupakan teman lamanya juga meninggalkan dunia malam.

"Pusing gue," sahutnya ikut duduk diantara mereka.

"Kenapa? Bangkrut lo?" Ucap Johan.

"Mana mungkin bangkrut kolongmerat kok, paling lagi diselingkuhi tuh sama si model," ucap Ardian tertawa, diikuti tawa yang lainnya.

 Holding you [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang