•° Chapter 21 °•

151 82 22
                                    

📌
Ini hanya cerita fiksi, murni imajinasi penulis dan tidak berhubungan dengan kejadian atau terjadi di dunia nyata
📌
Harap bijak dalam berkomentar, ya:)
🌛Thanks and Happy Reading🌜

•°•°•°•°🌛☀️🌜•°•°•°•°

Langit berubah gelap, matahari yang terik kini tergantikan oleh rembulan tanpa satupun bintang. Mungkin sebenarnya ada, tapi karena banyaknya lampu di gedung pencakar langit menyala jadi tidak kelihatan.

Di jam-jam pulang seperti ini, jalanan pasti ramai kendaraan yang hendak menjemput alam mimpinya. Begitu pula Velyn, satu hari yang panjang bersama para hewan telah terlewati. Setelah membereskan barang bawaan, ia ingin langsung pulang dan tidur di kasur.

"Velyn, mau ikut?" tawar para pegawai lainnya.

"Kemana?"

"Ngilangin capek. Makan seafood hotlevel," balas Angeli santai.

Mereka masih di depan animal selter, ada yang membawa motor dan yang lainnya menunggu jemputan. Ada pula yang hendak pergi ke halte bus, mungkin Velyn akan ikut ke rombongan yang satu ini.

Velyn menggeleng. "Mau langsung pulang."

"Kamu di jemput?" tanya Citra memastikan.

"Nunggu taksi," balas Velyn masih canggung.

"Mending minta jemput, atau mau aku anter pulang? Di sini bahaya kalau larut."

Citra mendekat, lalu berbisik pelan. "Ada banyak orang mabuk suka keliaran."

Velyn manggut-manggut sambil meringis ngeri. "Makasih infonya. Aku minta jemput aja," ucapnya berubah pikiran.

Setelah memastikan Velyn menelpon, akhirnya Citra dan pegawai lain pergi ke arah berlawanan sesuai rute masing-masing. Dan kini perempuan itu berdiri sendiri di pinggir jalan. Tidak banyak motor yang lalu lalang di jam sembilan malam, semuanya berpusat di tengah kota. Entah itu keuntungan atau kerugian untuknya.

Berkali-kali ia menghubungi Ryuki, hasilnya nihil. Tidak ada satupun jawaban yang jelas dari seberang. Hanya suara operator yang seolah akan menyampaikan pesannya pada Ryuki. Semilir angin malampun mulai mengganggu. Bukan, bukan itu yang Velyn takutkan sekarang.

Tapi suara cekikikan dari segerombolan laki-laki yang sepertinya datang mendekat. "Mu-mungkin gue naik taksi aja," gumamnya sendiri.

Langkah kaki ia percepat dan kepalanya terus memandang ke depan. Ya, Velyn takut menoleh ke belakang. Sangking takutnya ia bergidik ngeri sampai tidak lihat jalan dan menabrak pohon tidak bersalah di pinggir jalan.

"Auwwshh... " Velyn mengusap pelan dahinya.

Pyaarr!!!

Suara botol pecah mendorongnya untuk kembali berjalan cepat. Para pemabuk itu berbahaya, mereka membuat onar dengan melempar botol-botol miras ke trotoar dan berjalan sempoyongan menabrak semua yang ada di depannya. Sebenarnya Velyn sudah terbiasa jika melihat beberapa orang minum alkohol lalu berjalan seperti itu, tapi kalau di lihat dari penampilan mereka tidak seperti orang berpendidikan.

"Mbak Velyn, ayo naik."

Velyn mengerutkan kening ketika sebuah motor hitam berhenti tepat di samping zebra cross saat lampu menyala merah. "Dia siapa?" batinnya.

Laki-laki itu membuka kaca helm fullface nya. "Gue Brian. Buruan naik, Mbak."

"O-oh, ok."

Velyn menggenggam erat jaket kulit yang dikenakan Brian, bersiap untuk menyapa kencangnya angin yang datang. "Tenang aja, gue nggak ngebut," ucap Brian seolah paham gerakannya.

SetaLynaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang