With you by my side, there's nothing that we can't do.
Oline mengerjapkan matanya kala Ia sudah terbangun dari tidur lelapnya dan menyadari sebuah tangan bertengger di atas perutnya, seakan memeluk dirinya. Sedangkan sang empu masih asik terlelap dengan mimpi indah nya, Oline memandang setiap inci wajah indah gadis itu seakan tersihir dengan kesempurnaan gadis yang ada dihadapannya ini. Wajah nya yang terlihat tenang serta menggemaskan itu sudah pasti membuat siapa saja juga enggan untuk melepaskan pandangannya, begitu pula dengan Oline. Tidak berniat untuk mengganggu mimpi indahnya atau mengubah posisi tidurnya, membiarkan tangan Erine masih tetap berada padanya. Oline melihat jam dinding yang berada tepat di seberang kasur milik Erine. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi, berarti hanya mereka berdua saja yang berada dirumah. Oline tadi malam sudah diperingatkan untuk tidak ikut pergi bersama opa dan oma nya untuk hari ini dan beberapa hari kedepan, Ia harus beristirahat yang cukup kala melihat kondisi tubuhnya yang masih tidak memungkinkan untuk bekerja.
Efek imun tubuhnya yang masih lemah membuat Oline kembali diserang dengan rasa ngantuk. Kini Ia kembali memejamkan matanya, tetapi sekarang tubuhnya makin Ia dekatkan dengan Erine lalu memeluk balik tubuh mungil gadis itu. Entah keberanian dari mana, tanpa perlu pikir panjang Ia mendekap erat gadis dihadapannya dan ikut terlelap lagi dalam mimpi nya.
Erine perlahan membuka matanya, mengumpulkan kesadarannya yang masih berada di bawah alam sadarnya. Sesaat kemudian Ia tersadar bahwa posisi tidurnya sedang didekap oleh seseorang yang lebih besar darinya. Erine sedikit memundurkan jaraknya melihat Oline yang tertidur sambil memeluknya erat dengan suhu tubuh nya yang sedikit panas. Jantungnya yang juga berdegup sedikit kencang, sambil memikirkan bagaimana bisa mereka tertidur dengan posisi berpelukan layaknya seorang kekasih. Segera melupakan isi pikirannya, Erine kini melepaskan pelukan gadis itu perlahan agar tidak membangunkan seseorang dihadapannya ini. Kemudian Ia beranjak dari kasur dan pergi keluar kamar untuk sebentar memasakan air agar sedikit hangat. Setelah dirasa cukup hangat, Erine menuangkan air dalam panci ke dalam wadah yang sudah berisi dua handuk kecil. Setelah dirasa cukup, kembali Erine masuk ke dalam kamar dan mendekatkan diri nya pada Oline. Tak lupa Ia mengubah posisi tidur Oline secara perlahan agar dapat terlentang. Dengan hati-hati Erine mengompres Oline di bagian dahi nya, cara ampuh yang dari dulu dilakukan orang tua nya jika suhu tubuhnya sedang naik. Selesai mengurus Oline, handuk satu lagi yang masih berada didalam wadah Ia gunakan untuk mengompres bagian perutnya yang masih sedikit nyeri. Bersyukur jika sudah hari ketiga tamu bulanannya tidak terlalu menyakitkan dibandingkan dua hari pertama.
Oline terbangun setelah merasa ada sesuatu yang mengganggu diatas dahi nya, Ia mengedarkan pandangannya kemudian melihat Erine yang duduk dipinggir kasur membelakangi dirinya. "Erine?" mendengar namanya dipanggil membuat Erine menolehkan kepalanya kearah Oline. "Loh kok udah bangun aja, duh gue berisik ya?" Oline menggelengkan kepalanya, menepuk pelan kasur disampingnya bermaksud menyuruh Erine untuk kembali tidur bersamanya. "Mau ngajak tidur bareng lagi? Yaudah tapi sebelum itu lo sarapan dulu ya terus minum obat yang semalem dibeli di puskesmas, oma udah masak sebelum pergi ke sawah tadi."
Oline menggelengkan kepalanya, nafsu makannya saat ini sangat tidak ada apalagi jika harus mengonsumsi obat-obatan. Sekarang Ia hanya ingin beristirahat saja sepanjang hari, namun Erine tentu tidak akan pernah membiarkan hal itu terjadi. "Kalo lo ga mau makan, gue ga bakal mau tidur bareng lo. Orang sakit ga usah ngelawan, bentar gue siapin makanan lo dulu."
Erine segera keluar dari kamar menyiapkan makan untuk teman desa satu-satu nya ini, Oline memejamkan matanya sembari menunggu Erine kembali. Bukannya merasa lebih baik dari sebelumnya, Oline malah merasa kondisinya makin melemah hari ini. Beberapa saat setelah itu Erine masuk membawa nampan yang terdapat sebuah piring yang sudah diisi dengan lauk dan sayuran, tak lupa dengan buah pear yang sudah di potong dalam wadah kecil, dan yang terakhir dua gelas berisi air hangat. Ia meletakan nampan tersebut di meja kecil dekat kasur lalu mendudukan posisi Oline, "Ini kita makannya bagi dua aja ya, lo kan lagi kurang nafsu makan terus gue juga kalo sarapan ga bisa banyak-banyak" Erine menyuapkan dengan telaten sedikit demi sedikit pada Oline dan juga dirinya.
"Liatin gue nya ga usah sampe segitunya juga kali"
Oline tersenyum mendengar perkataan Erine barusan "Emang salah ya kalau aku liat kamu?" pertanyaan itu dibalas gelengan oleh Erine "Ga salah tapi biasa aja dong, ga bisa lepas mata lo liatin gue dari tadi"
"Aku senang aja, udah lama ga di kasih perhatian dari orang lain kalau aku lagi sakit. Rasanya beda dibanding harus ngurus diri aku sendirian"
Erine mengalihkan pandangannya sepenuhnya kepada Oline "Kenapa sebelumnya ga pernah minta tolong sama oma gue buat ngurus lo?"
Oline menggelengkan kepala nya pelan sambil tersenyum tipis "Aku ga mungkin nambah kerjaan mereka dengan minta buat dijagain. Lagian aku udah biasa ngelakuin semuanya sendiri"
"Lo selalu perhatian sekaligus baik ke orang lain, tapi lo sendiri ga pernah mau kalau harus minta bantuan sama orang lain. Manusia tuh diciptain juga buat saling tolong-menolong kan? Please banget jangan pernah takut buat minta tolong ke orang, jangan ngeberatin semuanya di pundak lo lin"
"Mau sampe kapan lo bakal nanggung semua hal sendirian? Maaf kalo kesannya gue terlalu sok tau tentang apa aja yang udah lo lewatin selama ini. Tapi gue cuma ga mau kalo lo bakal terus-terusan maksa diri lo buat jalan sendiri, padahal banyak orang di sekitar lo yang siap bantuin lo biar ga jalan sendirian, salah satunya gue. Lo itu orang baik, semua orang didesa ini tau itu. Minta tolong itu bukan hal yang hina lin."
Tidak ada suara antara keduanya lagi, sibuk dengan pikiran masing-masing hingga lupa dengan makanan yang berada di pangkuan Erine. Sesaat kemudian Erine tersadar jika sesi suap-suapan mereka terhenti, melirik Oline yang juga terlihat sudah enggan untuk melanjutkan makannya, Erine meletakkan kembali piring tersebut pada nampan. Mengambil obat-obatan yang memang sudah berada di meja, lalu mengambil juga segelas air hangat.
Erine memberikan obat dan juga gelas berisi air hangat itu pada Oline, "Langsung di minum obat nya, abis itu lo boleh tidur lagi kalo masih ngantuk" Oline mengangguk dan menuruti perintah yang dikatakan lawan bicara nya ini. Melihat Oline yang enggan berbicara membuat Erine berniat pergi keluar dari kamar, mungkin Oline membutuhkan waktunya sendiri saat ini.
"Makasih Erine" suara yang muncul tiba-tiba itu membuat langkah Erine yang hendak keluar seketika berhenti, Ia membalikkan badannya melihat seseorang yang berada di kasurnya itu.
"Makasih karena kamu udah peduli sama aku, makasih karena kamu udah mau ngurus aku, makasih udah buat aku sadar kalau aku masih butuh orang lain." Erine tersenyum tipis, senang mendengar perkataan yang keluar dari gadis itu.
Ia melangkahkan kakinya mendekat kepada Oline, mengambil buah pear yang ada di wadah kecil diatas nampan, kemudian menyuapkan sepotong buah itu pada Oline yang langsung diterima dengan senang hati. Oline juga melakukan hal yang sama, bergantian menyuapkan buah itu pada Erine. "Gini kan namanya saling tolong-menolong?" Erine menganggukan kepalanya menjawab pertanyaan Oline.
Mereka menghabiskan tiap potong buah tersebut hingga tidak tersisa lagi, Erine merentangkan kedua tangannya kearah Oline. "Gue bilang tadi lanjut tidur barengnya kalo udah kelar makan sama minum obat kan, masih mau gak? Kalo ga mau lagi paling gue tinggal keluar aja sih" dengan cepat Oline memeluk Erine kemudian menarik tubuhnya agar kembali dalam posisi tidur sebelumnya.
Tidak butuh waktu lama untuk Oline kembali ke alam mimpi, efek obat-obatan juga yang membuat Ia dengan cepat dapat terlelap. Sedangkan Erine hanya sibuk menatap gadis yang memeluknya dengan erat ini. Senyuman kecil tercetak di wajah cantiknya kala melihat Oline yang tertidur seperti anak kecil yang takut kehilangan induknya.
Entah sejak kapan, tapi yang pasti, Erine sudah merasa sangat nyaman jika sedang bersama dengan Oline. Bahkan jika dia harus dipeluk sepanjang hari seperti ini, Erine dengan senang hati akan menerimanya jika orang itu adalah Oline. Semua rasa risih dan ketidaksukaan nya pada gadis itu sudah hilang sepenuhnya dalam pikirannya, Ia senang bisa bertemu dan berteman dengan gadis yang awalnya Ia benci ini.
up nih up nihh, aku udah kelar ujian 😲 niatnya mau double up tapi KEAPUSSS maaf yahh, besok aja up nya tapi itu juga kalo kalian mw sie
see youu sahabat orine
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanderlust (ORINE)
General FictionSemuanya berubah semenjak Erine yang terpaksa harus tinggal beberapa waktu di kampung halaman oma dan opa nya. Banyak hal yang tidak pernah Ia sangka sejak itu, termasuk bertemu dengan seorang gadis aneh dengan perawakan nya yang kumuh dan lusuh itu.