We don't need to rush, we don't need a plan. Just your hand in mine, it's enough to stand.
Lima hari berlalu semenjak Erine ditempatkan sementara di desa, sejauh ini Ia masih mencoba diri nya untuk terbiasa dengan keadaan sekarang. Tapi hal yang paling sulit baginya adalah sangat sulit nya untuk mengakses sebuah internet, secuil jaringan hanya akan muncul jika pada saat tertentu saja, itu juga biasanya tidak akan bertahan lama. Membuat itu Erine juga menjadi jarang menggunakan telepon genggam nya itu. Terkadang Erine harus berterimakasih kepada Oline yang senantiasa menemani dan mengajaknya melakukan banyak hal baru yang cukup menyenangkan, walaupun ada saja tindakan aneh yang dilakukan gadis itu tapi Erine lebih memilih menghiraukannya saja. Ia selalu berpikir jika orang desa memang seperti itu, selalu bertingkah aneh.
Balik lagi kepada Erine, sepertinya hari ini dunia sedang memihak kepadanya. Dari pagi tadi, Ia mendapat banyak sekali notifikasi di handphone nya. Ternyata sedang ada sinyal yang muncul, pantas saja. Hal tersebut membuat Erine sedari pagi sibuk berkutat dengan gadget nya itu, sungguh Ia merindukan teman-teman dan akun sosial medianya yang sudah hampir seminggu tidak aktif.
Seperti sekarang Erine sedang sibuk bercengkrama melalui via call dengan Delynn.
"Sombong banget nih diliat-liat baru sekarang ngecall gue nya. Dari kemarin kemana aja? Cukup tau aja sih gue" ucap seseorang yang tak lain adalah Delynn.
"Lebay, lo gatau aja gue disini udah kayak hidup di zaman purba tau gak, semuanya masih pada kolot banget orangnya. Ohh iya jaga-jaga nih kalo sekiranya call nya udah ga ke connect artinya sinyal gue udah ilang"
"Sumpah apaan banget dah. Masa sih sampe segitunya?"
"Ngapain gue boong, literally semuanya masih pada ketinggalan zaman. Gue aja bingung kok ada yang bisa hidup disini"
"Terus lo selama disana ngapain aja, kan lo susah dapet jaringan"
"Ada satu cewe aneh yang disuruh opa sama oma gue buat jadi temen gue selama mereka kerja. Well, thanks to her sih, kalo ga ada dia udah mati kali gue"
"Wow hahaha tumben lo bisa cepet temenan sama orang yang notabane nya baru kenal beberapa hari"
"Sotoy lo, itu cuma buat gue selama disini aja. Ntar kalo gue balik ke Jakarta juga ga bakal berurusan lagi sama tuh orang"
"Iya deh iya paling ntar ga bakal gitu endingnya, anyway nama dia siapa?"
"Namanya Oline seumuran sama kita sih"
"Ciee bisa hampir mirip gitu nama kalian, cakep gak orangnya?"
"Ehmm biasa aja sih sebenernya tapi dekil banget sumpah, ya apa yang mau lo harepin dari anak desa. Udah ah ga penting, bahas yang lain aja"
Mereka berdua terlalu asik mengobrol hingga diganggu oleh ketukan pintu dari luar rumah diiringi teriakan yang Erine sudah tau jelas itu siapa.
"Buset suara siapa tuh kenceng bener ampe kedengeran kesini"
"Itu si Oline yang gue ceritain tadi, bentar deh gue datengin dulu. Call nya gue mute dulu ya"
Erine segera beranjak keluar dari kamarnya yang jaraknya memang sangat dekat dengan pintu rumah. Terlihatlah Oline yang menunggu di depan pintu. "Hai Erine"
"Iya hai juga, gue tebak lo mau ngajak gue main lagi ya" yang jelas dibalas anggukan oleh Oline.
"Tapi hari ini gausah deh lin, gue mau dirumah aja soalnya lagi mager keluar. Lo pulang aja sana"
"Hah mager itu apa?"
Bisa-bisa nya Erine lupa dia sedang berbicara dengan siapa sekarang, "Mager itu artinya males gerak Olen"

KAMU SEDANG MEMBACA
Wanderlust (ORINE)
Fiction généraleSemuanya berubah semenjak Erine yang terpaksa harus tinggal beberapa waktu di kampung halaman oma dan opa nya. Banyak hal yang tidak pernah Ia sangka sejak itu, termasuk bertemu dengan seorang gadis aneh dengan perawakan nya yang kumuh dan lusuh itu.