Even when I'm at my worst, it's not 'bout being perfect.
"Papa minggu depan bakal kosongin waktu buat ke rumah opa, katanya ada yang mau diomongin"
Ujar pria paruh baya itu disela-sela makan malam mereka, Erine yang mendengar itu sontak mengernyit bingung dengan pembicaraan yang mendadak dari papa nya. "Kok tiba-tiba kesana sih?"
"Ngga tiba-tiba dong kan masih minggu depan kakak, tadi siang papa dapet panggilan dari opa kamu disana" jawab mama nya yang ikut menimpali obrolan itu, Erine hanya mengangguk-anggukan kepalanya yang lalu lanjut dengan makannya sebelum tiba-tiba Ia tersadar kembali. "Eh kalo gitu aku mau ikut! boleh ya pah" permintaan itu ditolak mentah-mentah oleh yang lebih tua. "Kamu disini aja sama mama, lagian papa cuma nginep satu malam disana"
"Ah biarin aku mau ikut ih, kok ngelarang?"
"Kamu kan harus sekolah juga Erine, lagian ini urusan orang dewasa jadi gak boleh tau"
"Kan absen dulu gapapa, udah empat bulan lewat aku belum ada absen kan di semester ini. Toh aku nanti disana gak bakal nimbrung obrolan kalian"
"Udah bolehin aja pa gapapa absen dulu nanti si kakak"
"Nah mama aja setuju berarti aku ikut yeay!"
Sello menghela napasnya sudah tidak bisa menolak lagi jika sudah seperti ini "Yaudah iya kamu ikut, kamis pagi kita berangkatnya"
Hari ini kamis pukul delapan pagi, Erine dan Sello akan berangkat menuju perjalanan yang ditempuh. "Ini siapa sih cuma nginep sehari aja yang dibawanya banyak banget"
Erine menatap sinis mendengar sindiran papa nya, "Apa ga senang? suka-suka aku dong, namanya juga cewe"
Cynthia menggelengkan kepalanya melihat pertengkaran dua orang dihadapannya yang sudah menjadi makanan sehari-harinya. Setelah merasa sudah tidak ada yang perlu dibawa lagi mereka berdua pamitan dengan Cynthia kemudian mobil yang dibawa oleh Sello mulai berangkat menjauh dari halaman rumah mereka.
Mobil itu menempuh jarak jauh yang menghabiskan waktu lebih setengah hari untuk sampai ke tempat tujuan.
Setelah memakan waktu berjam-jam kini mereka sudah sampai di kediaman opa dan oma yang disambut hangat oleh keduanya, Erine yang tertidur selama perjalanan diangkat oleh papa nya masuk ke dalam karena enggan membangunkan putrinya.
"Cucu oma udah empat bulan ngga oma lihat padahal mau oma peluk dulu, sana kasih tidur lagi ke kamar nak"
Hari sudah menunjukkan pukul lima sore, mereka semua masuk dan membiarkan anak dan cucu nya untuk beristirahat dahulu menunggu waktu makan malam nanti.
Erine sedikit terusik saat mendengar samar suara papa nya yang membangunkan dirinya, "Kak ayo makan malam dulu, nanti lanjut lagi tidurnya" Ia melihat sekeliling kamar yang sudah tidak asing baginya, "Loh kita udah sampe pah?" Sello menganggukan kepala menjawab pertanyaan putrinya lalu kembali mengajak untuk makan malam sebelum keluar dari kamar.
Erine tersenyum kecil melihat semua yang ada dikamarnya ini masih tersusun rapih. Sedikit merindukan, *ralat maksudnya sangat merindukan tempat yang memiliki banyak kenangan yang sudah dia lewati. Terlebih dengan seseorang yang selalu menggangu pikirannya setiap saat. Sontak Ia semakin tersenyum mengingat bahwa sekarang Ia memiliki kesempatan untuk bertemu kembali dengan seseorang itu, jantungnya seketika juga ikut berdetak lebih kencang dari sebelumnya. Membayangkannya saja sudah membuatnya tidak karuan, berharap apa yang selama ini menggangu pikirannya mengenai seseorang itu dapat terselesaikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanderlust (ORINE)
General FictionSemuanya berubah semenjak Erine yang terpaksa harus tinggal beberapa waktu di kampung halaman oma dan opa nya. Banyak hal yang tidak pernah Ia sangka sejak itu, termasuk bertemu dengan seorang gadis aneh dengan perawakan nya yang kumuh dan lusuh itu.