12

2.2K 369 17
                                    

I'm not sure I would find someone else, that would love me with all my mistakes and my flaws.

Jakarta, minggu 10.00

Nada dering yang terdengar dari ponsel Erine yang berada di atas nakas seketika mengganggu pendengaran dan tidur nyenyaknya. Dengan mata yang masih setengah terpejam Ia mengambil ponselnya yang sedari tadi berbunyi itu, ada panggilan telepon oleh seseorang dari tempat lain, yang tak lain dan tak bukan adalah Delynn. Erine dengan malas menekan tombol hijau ponselnya mengangkat telepon dari sang empu. "ERINE KOK LO BALIK GAK NGABARIN GUE?!!"

Erine seketika menjauhkan benda pipih yang berbentuk persegi panjang itu dari telinga nya saat mendengar pekikan dari seberang sana.

"Lupa ah semalem nyampe nya malem jadi langsung tepar, by the way please ga usah teriak gitu bikin gue budek"

"Hehe iya deh maaf, eh gue kerumah lo ya ntar, kangen banget cayang"

"Lo ga izin juga tetep bakalan dateng sih monyet, dah ah gue mau mandi bye" Erine langsung memutuskan panggilan sepihak, rasa rindu nya sudah terpenuhi saat melihat kamar nya dan barang-barang yang masih tersusun rapi. Ia segera bangkit dari kasurnya dan keluar menuju dapur nya yang berada di lantai bawah.

"Mama sama papa kemana mbak?" tanya Erine pada ART nya saat merasa tidak ada kehadiran kedua orang tua nya.

"Ibu lagi ada arisan dek Erine sekalian beli peralatan sekolah kamu buat besok katanya, kalau bapak kurang tau dek"

Erine mengangguk paham kemudian kembali berjalan menuju meja makan. Erine mengambil piring yang berisi potongan buah pear dan salad yang sudah terhidang untuknya seperti biasa jika di rumah. Tiga minggu memang cukup membuat perbedaan yang sangat signifikan bagi Erine, biasanya selama tiga minggu itu Erine selalu sarapan pagi dengan masakan buatan oma nya. Dan kini Ia harus kembali untuk menjaga pola makan bersih nya.















"ERINE SAYANGKU CINTAKU GUE KANGEN"

Delynn melengos masuk ke dalam kamar Erine dan tanpa aba-aba memeluk gadis yang sibuk bermain handphone itu, Erine melepas paksa dekapan itu memandang malas dengan gadis disebelahnya. "Kenapa sih lo ga menyambut balik kedatangan gue, hey gue setia nungguin lo balik loh. Secepet ini kah gue ga dianggep?" sambungnya dengan jengkel karena melihat tidak ada respon dari sahabatnya ini.

"Iyadeh sorry gue juga kangen tapi ga usah hiperbola juga kali, energi gue masih abis dari semalem"

"Yah padahal baru aja mau gue ajak ke PI. Eh lo liburan disana gimana aja sih rasanya?"

"Yaa kayak yang gue bilang pas callan terakhir alias ga ada apa-apa, tapi ya kalo udah kebiasa sebenernya asik sih apalagi suasananya adem"

Delynn mengangguk paham, "Oiya terus si temen lo yang selama disana tuh gimana? siapa sih namanya lupa gue" pertanyaan yang dilontarkan Delynn sejenak membuatnya kembali teringat mengenai Oline yang lalu membuatnya mengehela napas nya. "Menurut lo... konyol gak kalo gue bilang gue suka mungkin sama dia?" gadis di sebelahnya itu mengernyit bingung dibuat, sedikit mencerna kalimat yang baru saja keluar tadi. "Hah gimana-gimana?"

"Ya itu menurut lo aneh gak kalo gue mungkin slightly attracted to her?"

"Bentar, maksud lo si cewe itu? lo? attracted? to her? what the heck, kok bisa?" Erine hanya mengendikkan bahunya tidak tahu "Tau ga sih tiap gue bareng dia rasanya kayak gue ga pengen waktu cepet jalan, gue bisa jadi diri gue sendiri rasanya. Gue emang denial lama banget, selalu nyangkal kalo gue ga mungkin bisa suka modelan kayak dia soalnya menurut gue ga ada alesan yang bisa disukain dari dia, tapi yah karna sikap egois gue tiba-tiba yang nyuruh dia buat pindah ke Jakarta jadinya dia ngejauh seminggu kurang sebelum gue pulang. And yaa selama dia ga nemuin gue, baru gue sadar kalo gue emang suka (?) sama dia"

"Yaampun eyin...gue...bener...bener...gak...expect...sama lo..."

"Out of nowhere lo bilang naksir sama orang, padahal seinget gue waktu itu lo masih ngomel gak suka liat dia deh, terus sekarang you said that you like her? diluar prediksi banget cuma tiga minggu langsung naksir, tapi lucu sih gue bayangin"

"Makanya itu tapi gue kemarin bego banget jujur" Delynn sedikit tertawa mendengar penyesalan yang diucapkan gadis itu. "Gue ga tau seberpengaruh apa dia tapi konyol banget, baru kali ini gue ngeliat lo ngerasa bersalah sama orang lain. Namanya siapa gue lupa"

"Namanya Oline, pikun banget lo. Udah ah lupain aja soal dia lagian ga bakal ketemu dia lagi kayaknya"

"Kenapa, kan lo bisa datengin dia lagi pas liburan tahun baru nanti?"

"Ih inget please kita mulai besok udah resmi jadi agit, gue mau fokusin diri buat masuk kuliah. Lagian ya gue ga yakin bakalan kesana lagi kan biasanya bokap gue jarang ngajak tahun baruan kesana"

"Yaudah terserah lo deh semoga problem lo sama dia bisa diselesaiin next time. Oiya ngomongin soal sekolah, Jarrel nyariin lo mulu tau bahkan gue di spam terus monyet, katanya kenapa lo mendadak ngilang apalagi sosmed lo juga ga aktif"

Erine mendengus kesal mendengarnya membuat suasana hatinya semakin tidak baik rasanya "Duh gue sampe lupa lagi dia masih idup, tapi kok bisa tau gue ga aktif? kan gue udah block semua sosmed dia"

"Masih gampang diakses kalo sosmed doang mah, lagian dia spek intel gitu masa lo lupa"

Hanya decakan yang direspon gadis itu sebelum kembali berbaring pada kasurnya, lebih baik Ia menonton film daripada menghabiskan waktu memikirkan hal tidak penting sembari mengumpulkan energi nya untuk kembali memulai hari pertama di semester baru.
















Sedangkan di tempat yang berbeda dalam waktu yang sama, Oline kini tengah sibuk menata buku dan perlengkapan sekolahnya besok. Rasanya tidak sabar untuk kembali bersekolah seperti biasa. Ia melihat potongan kertas kecil yang berada diatas mejanya, semalam sebelum berangkat papa Erine menitipkan kertas kecil yang terdapat nomor telepon putrinya. Papa nya menitipkan kepada oma agar memberikan kertas itu kepada gadis yang menemani putrinya selama ini, berharap mungkin akan sedikit berguna, karena jujur Ia merasa tidak tega melihat anak satu-satunya itu murung sedari tadi. Dan tadi pagi oma nya memberikan kertas itu karena baru teringat dengan titipan papa Sello.

Oline memandang kertas yang berada ditangannya, sedikit berpikir apa boleh dia menghubungi pemilik nomor itu? Ia bisa saja langsung pergi bergegas mendatangi wartel di desa ini, tapi pikirannya masih sibuk bergulat memikirkan hal tersebut. Cukup lama berpikir, Oline akhirnya mengurungkan niatnya menghubungi gadis itu. Sangat tidak etis jika dia tiba-tiba menyalurkan panggilan pada seorang di seberang sana setelah hampir seminggu menghilang dari nya, Oline berpikir begitu.

Oline menyimpan kertas itu, dan memilih melanjutkan menata barang-barang dan merapihkan seragam sekolahnya.


















Senin pagi hari itu Erine menatap dirinya pada pantulan cermin di kamarnya, wajah indah yang sudah ditimpa bedak tipis dan tinted lip balm, juga tidak lupa dengan seragam sekolah yang sudah melekat padanya menambah kecantikan yang sudah terpancar dari gadis mungil itu. Rambut yang dibiarkan digerai jatuh dengan sedikit curly dibawah nya tentu membuat siapapun yang melihat ikut tertarik pada kecantikannya. Tapi walaupun begitu, suasana dan mimik wajah cantik itu masih terlihat tidak bersahabat sampai sekarang ini.

"Anak gadis udah cantik gitu kok masih murung aja dari semalem ga berhenti" sahut papa nya saat melihat putri tunggalnya turun dari tangga.

"Kamu loh mulai papa jemput dirumah opa itu masih aja murung terus. Sayang, papa tau kamu lagi ada yang dipikirin, tapi jangan terlalu dibuat beban oke? Lupain dulu kalau belum ada jalan keluarnya, yakin kok papa pasti nanti ada waktu semuanya bakal clear"

Erine mengangguk mengerti "Iya pah maaf suka bete ga jelas" Sello tersenyum memandang putri semata wayangnya itu, "Gapapa, udah ayo berangkat sekolah nanti kamu telat hari pertama"



















hehehe udah bulan juli jadi sudaaa up guuyss, maaff draft nya aku anggurin 4 harian harusnya up semalem 🙇🏼‍♀️

segitu dulu yess see you next chappp

Wanderlust (ORINE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang