Altheo pergi ke ruang guru untuk melihat daftar siswa angkatannya. Terutama anak-anak songong di kelas yang ia tempati(sementara). Memangnya mereka itu siapa? Sok berkuasa sekali.
"Terima kasih, pak," Altheo menundukkan kepalanya ketika menerima berkas itu. Fokusnya kembali teralihkan pada berkas di tangannya. Diam-diam bersorak, namun di sisi lain juga merasa was-was.
"Di urutan ke dua belas.. Yona Rahsheda, oh si cebol itu rupanya, di sini tertera kalau-" Altheo segera membekap mulutnya. Terkejut dengan apa yang dia lihat. Gadis pendek itu ternyata seorang peretas data yang handal.
"Palingan cuma dia," Berusaha berpikir positif, Altheo membalikkan halaman selanjutnya. Namun lagi-lagi dia merasa oksigen tengah direnggut saat melihat halaman berikutnya. Nama Ishana Maharani tertera di sana. Juara taekwondo berturut-turut.
"Kuatkan lah mental hamba," Altheo berdoa lirih, mengucap basmalah lalu membalikkan halaman berikutnya. Di sana tertera nama Abiasa.
"Ini nama orang? Serius? Lah?" beo Altheo tertawa. "Pasti orang tuanya berharap anaknya cepat terbiasa," Namun tawa itu surut saat dia melihat prestasi Abiasa ini. Pemain voli handal yang lolos seleksi internasional dan baru kembali Minggu lalu.
Di halaman selanjutnya tertera nama Reine Minerva, si paling memiliki nama tokoh mitologi namun kelakuan bak kuntilanak--hanya opini seorang siswa yang tertekan. Intinya, first-sight Altheo sudah buruk.
"Dih, apaan gini doang, aku juga bisa!" Altheo sedikit lega, rupanya dia tidak terlalu bodoh. Di halaman ini tertera bahwa tahun lalu Reine menjuarai olimpiade Ekonomi nasional. Mendadak Altheo bangga karena dia tidak pernah turun dari posisinya sebagai pemegang medali emas di olimpiade, meski bidangnya bukanlah Ekonomi. "Aku bisa bernafas di tempat ini," Tawanya menggelegar, Altheo puas. "Mari kita lihat halaman selanjutnya.."
"Wah ada orang Tiongkok," gumam Altheo sedikit skeptis. Tan Longwei, penulis muda yang menggemari sastra, antologi. Mendadak Altheo teringat akan pemilik suara tenang yang ia temui di ruang seni beberapa hari lalu. Andai saja dia sempat bertanya siapa namanya.
Selanjutnya, ada Marlo Dimitri. Laki-laki yang begitu lihai di bidang fisika. Laki-laki menyebalkan yang mendadak melemparkan pertanyaan kuantum memuakkan kepada Altheo. Di halaman selanjutnya, nama Aditya Tyo Wana, laki-laki dari suku Jawa yang gemar memakan rumput--hah?
"Aneh-aneh, buset," gumam Altheo. Mendadak ia kembali mendengus melihat prestasi Aditya, kimiawan muda bersama Estrid Catra Hestie--si gadis bermata indah-namun tidak dengan kepribadiannya yang bak penyihir berhidung sepanjang Pinokio.
"Oh, yang pake jaket itu siapa ya?" Altheo berusaha mencari, namun nihil hasilnya. Hanya satu nama yang ia dapatkan setelah mencarinya. Anara. G.A. Gambar dan keterangan lain pun tidak ada, aneh sekali.
Baru saja ia akan menutupnya, selembar kertas terjatuh. Di kertas itu tertera nama adiknya sebagai member Sirius Class. Lalu, kenapa Altheo tidak melihat Thea sama sekali? Kenapa Thea tidak pernah cerita? Padahal dirinya yakin bahwa adiknya itu tipikal hiperaktif, seperti anak kecil yang melompat-lompat bak kelinci, dan mengoceh secepat kereta api.
KAMU SEDANG MEMBACA
Uprising Start
Teen FictionPREQUEL NEMESIS YANG BERFOKUS PADA TAHUN 2013, ARE YOU READY? UNTUK READER BARU, BACA NEMESIS DULU YAK Anara sang putri senja. Itulah julukan yang diberikan kepada dirinya akibat helaian rambut berwarna senja turunan gen dari kakeknya. Semua orang m...