15: Nuraga Klandestin

55 8 15
                                    

Marlo terbangun lebih awal hari ini-lebih tepatnya pukul setengah lima pagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Marlo terbangun lebih awal hari ini-lebih tepatnya pukul setengah lima pagi. Dia berusaha untuk terlelap kembali, namun ujung-ujungnya hanya tindakan yang sia-sia. Marlo memasuki kamar Aditya yang berada di sampingnya, tidak lagi terkejut perkara Aditya yang tidak mengunci pintunya. Tampak kawannya itu tengah terlelap dengan nyaman-padahal biasanya Aditya selalu jadi yang kedua dalam hal bangun tidur.

Apa mungkin Aditya lelah karena semua ini?

Memilih berbalik dan membiarkan Aditya beristirahat, Marlo melangkah turun dan berpapasan dengan Anara.
"Udah bangun?" tanya Anara.

Marlo mengangguk,"Dari tadi, aku mencoba tidur namun tidak bisa, ngomong-ngomong kau bangun jam berapa?"

"Aku tidak tidur," jawab Anara enteng seolah itu adalah hal yang biasa saja.

"Tidak tidur?!" ujar Marlo sedikit berseru, "Kau ngapain? Nyari penyakit?" tanyanya dengan intonasi yang lebih pelan saat sadar bahwa di gedung ini hanya mereka berdua yang terbangun.

"Nyari penyakit dari mananya coba," celoteh Anara. "Kan emang penyakitan," lanjutnya dalam batin.

"Oh ternyata kalian bangun ya?" Suara orang yang semalam meminta mereka semua untuk keluar dari ruang tengah mendadak muncul dengan sendirinya tanpa diundang.

"Theo?"

"Kenapa?" tanya Altheo dengan nada bicara yang seperti biasanya. Seperti tidak ada yang terjadi semalam.

Tatapan heran dan bingung terpancar dari wajah Anara dan Marlo. Masih marah ini? Atau tidak? Atau hanya pura-pura tidak marah?

"Al-"

"Ngomong-ngomong," Altheo menyela Anara. "Apa ada yang melihat palet kuas ku?" Bibirnya melengkung membentuk senyuman yang tampak biasa saja. Di matanya, terdapat binar yang entah apa maksudnya. Dia berbicara dengan nada ringan, tak seperti semalam.

Marlo tampak kebingungan. Kepalanya penuh dengan pertanyaan-pertanyaan yang tak berani ia lontarkan. Seperti bayangan di air, segala sesuatu tampak buram dan sulit dipahami. Marlo yakin bahwa dia merasakan ada sesuatu yang tidak beres, tetapi tak tahu apa.

"Emang ada?" beo Marlo.

"Ada lho, aku kan hebat dalam segala hal, dan seni bukan pengecualian," ucap Altheo.

Di sisi lain, Anara mengamati dengan cermat. Dia melihat lebih dari sekadar senyuman lelaki ini. Ada getaran halus dalam suaranya, ada ketegangan yang tersembunyi di balik gerakan tangannya. Seperti membaca buku dengan halaman-halaman tersembunyi, Anara menangkap isyarat-isyarat yang disampaikan Altheo tanpa kata.

Uprising StartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang