;
Wajah itu menatapku.
Maniknya menajam, dengan nanar dipenuhi air mata.
Aku tau, kau pasti kecewa.
Marahmu sudah mendarah, kau naasnya kembali hilang arah.Apa kau pernah tertawa?
Pernahkah kau tersenyum bahagia tanpa beban di kepala?Aku tersenyum kosong.
Kau ternyata semenyedihkan itu.
Aku menyentuh wajahmu, mengelus dengan lamat.
Menatap penuh kerinduan."Rasanya aku ingin pulang." Kau merengek dengan lirih.
Perasaanku remuk redam, aku menangis dalam diam.Kasian sekali, mengapa kau tak mati saja?
"Aku mencoba, tapi nyatanya tak bisa. Aku takut!" Kau gemetaran sesak nafas.Perempuan dalam cermin itu, rasanya ingin aku dekap.
—30 Mei, 2024.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Poem; Mental Illness
PoetryAtas semua kekacauan dalam kepala, puisi ini tercipta. Pada setiap luka yang mendarah-darah, puisi ini adalah perantara. Abadilah dalam setiap dendam yang membara. -The Poem; Illness. Adrni