;
Di nisan itu, tertulis namaku,
Dengan bunga-bunga layu dan tanah yang telah mengeringOrang-orang menangis, mengerubungi kuburan yang di dalamnya,
aku tertidur begitu lelap.Akhirnya, aku meninggalkan dunia ini, meninggalkan orang-orang bajingan itu.
Tak ada lagi beban yang kan selalu menghantui mereka, tak ada lagi sosok yang kan selalu membuat mereka berteriak.
Aku tertawa begitu keras, memekik dengan suara riang.
Akhirnya, kematian itu menjemputku dengan cepat.Mereka tak bisa lagi menyakiti aku, ucapannya takkan lagi membuatku terluka.
Tapi, dalam suasana sukacita ini, mengapa air mataku terus jatuh?
"Sadarlah! Lagi-lagi kau membayangkan kematian mu sendiri. Rasanya sulit sekali ya?"
Ya, aku hanya ingin di dengar.
Aku hanya ingin di pahami.
Aku hanya ingin di pandang sebagai anak baik.
Aku hanya memeluk diriku sendiri, menyembuhkan luka yang menganga, dan bersembunyi sampai;Aku puas dengan sakitnya.
—Senin, 1 Juli 2024.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Poem; Mental Illness
PoetryAtas semua kekacauan dalam kepala, puisi ini tercipta. Pada setiap luka yang mendarah-darah, puisi ini adalah perantara. Abadilah dalam setiap dendam yang membara. -The Poem; Illness. Adrni