Meresahkan

241 29 16
                                    

Hinata bukanlah siswi yang terlalu pintar. Dia selalu masuk peringkat lima besar, terkadang tiga besar tapi tidak pernah menyentuh peringkat satu. Paling tinggi, Hinata mendapatkan peringkat tiga besar. Itu pun saat SMP.

Ketika masuk SMK, Hinata belum pernah masuk peringkat tiga besar. Dari kelas sepuluh sampai saat ini Hinata di kelas sebelas semester dua, peringkatnya bolak balik di angka empat dan lima. Terakhir semester satu kemarin, Hinata mendapat peringkat empat.

Hinata juga bukan siswi yang aktif mengikuti organisasi. Hinata hanya pernah mengikuti satu organisasi saat kelas sepuluh, yaitu kesenian, itu pun tidak bertahan lama. Untungnya, sekolah tidak mewajibkan siswa atau siswinya untuk mengikuti ekskul.

Intinya, Hinata itu siswi yang biasa-biasa saja. Tapi meskipun begitu, Hinata termasuk salah satu siswi yang cukup terkenal di sekolah.

Itu karena Hinata pernah menjadi petugas upacara satu kali, pada saat kelasnya kebagian jadwal untuk menjadi petugas upacara. Waktu itu Hinata diminta untuk menjadi petugas pembaca doa. Hinata sempat menolak karena tidak suka tampil di depan orang banyak, tapi teman-temannya terus membujuknya. Akhirnya, Hinata pun menyerah dan menyanggupi permintaan teman-temannya.

Dari situ, Hinata mencuri perhatian banyak murid di sekolahnya karena kecantikannya dan pembawaan gadis itu yang disebut-sebut adem karena suaranya yang lembut saat membacakan doa.

"Anjir! cakep mulu deh Kak Hinata. Kak Ino juga cantik banget duh yang mana aja ikhlas gue mah asli."

"Silau banget, coy. Kira-kira mungkin gak ya Kak Hinata bisa naksir sama gue? Ya Allah, naksir banget gue sama Kak Hinata."

"Mimpi lu jangan ketinggian lah. Kasian Kak Hinata anjir kalo sama lo. Cakep kagak, mana kelakuan kayak setan. Yang bener aje? Rugi dong!"

"Bangsat ya lo."

Begitulah kira-kira percakapan yang terjadi di antara sekumpulan adik kelas sambil memperhatikan Hinata yang sedang mengikuti pelajaran olahraga di lapangan sekolah bersama semua teman sekelasnya.

Semua itu bisa di dengar jelas oleh Sasuke dan kedua temannya yang sedang nongkrong di koridor depan kelasnya karena kebetulan sedang jam kosong. Guru yang seharusnya sekarang mengisi jadwal di kelas Sasuke, tiba-tiba sakit dan tidak bisa hadir.

Sebenarnya sang guru memberikan pesan untuk tetap diam di dalam kelas dan mengerjakan tugas yang ia berikan. Tapi ya, biasalah... namanya juga remaja, sukanya berbuat nakal. Selesai mengerjakan tugas bukannya diam di kelas, Sasuke dan teman-teman sekelasnya malah asik mondar mandir keluar masuk kelas. Tidak semua sih, tapi sebagian besar termasuk Sasuke dan dua teman dekatnya.

"Sas, sabar, Sas." Celetuk Naruto tiba-tiba.

Bagaimana tidak? Wajah Sasuke berubah menggelap sejak percakapan antara adik kelas mereka itu terdengar. Naruto jadi ngeri sendiri, takut tiba-tiba Sasuke mengamuk. Ya, meskipun kemungkinannya amat sangat kecil sih. Sasuke bukan tipe yang gampang tantrum. Tapi tetap saja, siapa yang tahu kan? Bisa saja di satu waktu Sasuke kehabisan stok kesabarannya.

"Udah biasa kali si Sasuke mah, Nar." Timpal Sai.

Sasuke hanya menggumam singkat menanggapi celotehan kedua kawannya.

Memang benar, Sasuke sudah biasa mendengar orang-orang di sekitarnya asik memuji Hinata atau mendambakan sahabatnya itu. Tapi meskipun begitu, jujur saja dari lubuk hatinya yang paling dalam sebenarnya Sasuke ingin mengamuk. Untungnya, Sasuke masih cukup waras untuk tidak melakukan itu.

"Eh, ya ampun! Maaf gak sengaja!"

Sasuke mengenal suara itu. Perhatiannya yang semula terfokus pada layar ponselnya langsung ia alihkan ke lapangan sekolah sesaat setelah mendengar Hinata berteriak. Disusul dengan suara ricuh dari teman sekelas Hinata yang lainnya.

Beautiful Secret (SASUHINA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang