PART 1

978 70 0
                                    


Hosh!
Hosh!
Hah~
Hah~

"PAMAN JELEK! Leon gak cuka! Hikch."

Leon terisak saat merasa kaki mungilnya yang sakit sehabis dibawa berlari cukup lama.
Leon melirik kebelakang, ketika tidak melihat keberadaan preman tadi Leon menghela nafas lega. Duduk di bawah pohon yang cukup lebat, Leonpun menutup mata sembari menikmati angin sore yang menenangkan.

'Untung uang leon nda jadi di ambil cama paman jelek itu. Leon nda cuka cama dia!'  Leon menggerutu dalam hati.
Asik dengan pikiran sendiri, Leon tanpa sadar terlelap dibawah pohon itu.

Leon adalah anak yatim piatu, sejak umur 3 tahun orang tua Leon sudah meninggal. Orang tuanya adalah salah satu korban Gempa yang mana saat itu menimpa warga kampung Cimangi. 
Saat orang tua Leon masih hidup, Leon sangat bahagia, Bunda yang menyayanginya, Ayah yang berperan sebagai super heronya.
Dulu  Leon dan orang tuanya sangat bahagia, meski uang mereka hanya berkecukupan untuk makan dan keperluan sehari-hari.
Mereka tetap bersyukur atas apa yang Allah berikan pada mereka.

Dulu kata Ayah 'selagi kita bisa makan, kita bisa tidur di tempat yang nyaman, bisa berkumpul bersama, kita harus  tetap bersyukur. Karena dengan bersyukur kita akan selalu bahagia.'
Leon selalu mengingat perkataan Ayahnya, meski samar-samar tapi Leon selalu tanamkan dalam pikirannya. Leon selalu bersyukur, dan selalu berdo'a pada Allah akan dilancarkan rezekinya, dan berdo'a agar mendapatkan kebahagiaan.

Pukul 6.25 Waktu Indonesia Barat. Matahari kini mulai berganti dengan bulan, namun Leon masih enggan untuk bangun.
Hingga ketika suara adzan berkumandang Leon membuka perlahan mata yang terpejam itu.
Menggosok matanya pelan, lantas Leon langsung beranjak bangun.

"Astagfillullah ampun Allah, Leon nda cengaja tidul campai maglib.
Maappin leon yah ya Allah?" Leon mengucapkan ampun pada Allah sembari mengadahkan tangan keatas sejajar dengan dadanya.

'Leon cholat maglib deh, minta ampun cama Allah, dan minta peltolongan pada Allah,' Leon membantin sembari melangkah kearah mesjid yang tak jauh dari posisinya.

Mengadahkan tangan, sejajar dengan dada, mendonggakkan kepala menatap langit-langit mesjid.

"Ya Allah ya Tuhanku, Ampunilah segala doca doca hamba, dan doca doca olang tua hamba ya Allah, belikan lah tempat yang nyaman untuk meleka di atac cana ya Allah, belikan lah meleka tempat yang paling ictimewa di campingmu ya Allah.

"Leon cangat cayang pada meleka, cangat cangatttt cayang cama meleka.

"Ya Allah, boleh Leon minta catu hal? Nda banyak kok! Leon cuman minta, cemoga Leon bica dapat bahagia becok atau becok nya agi.

"Coalna Leon penen bahagia, cepelti Anak-anak panti bilang waktu itu. Boleh yah ya Allah? Kalau gitu mmm Itu caja deh, untuk hali ini. ya Allah, Leon mau ijin lanjut jalan dulu yah, Leon mau cali uang agi. Moga Leon bica dapat uang banyak nanti. Amin yallabbal allamin."

Selepas sholat leon berjalan keluar, banyak yang menatap iba kepada bocah 5 tahun ini, apa lagi saat melihat bocah itu berdoa sembari menangis, bukan satu dua orang yang merasa tertampar, tapi semua orang yang ada didalam mesjid itu yang melihat Leon Berdoa merasa tertampar.
Mereka sholat tidak se'khusyu itu.
'Masyaallah'

"Leon mau cali uang dimana agi yahh?" Berpikir, bocah itu membawa kaki mungilnya melangkah tanpa tujuan.
Hingga Leon tiba didepan rumah mewah yang berkilau, cat seputih tulang, dan tiang yang di campur dengan ornamen keemasan, semakin menambah kesan mewah bangunan itu.

"Wahh~ lumah na becal cekali! Lampu na uga banyak!" Bocah itu berbinar saat melihat rumah mewah yang baru pertama kali ia lihat.

Krukkk~

"Eungh ... Leon lapal agi," Leon lantas mengerucutkan bibirnya sedih. Lantas Leon mengambil uang yang ada di sakunya.

UANG?! uang Leon mana? Pikir Leon  gelisah, lantas merogoh semua lubang yang ada di celana serta baju nya. Melompat, berguling, bahkan membuka bajunya pun uang itu masih tidak ada.

"Hikch uang na Leon mana? Hikch Leon uwdah nda punya uang agi hikch." Leon berjongkok di samping gerbang rumah mewah itu, sambil terisak Leon mengingat-ingat letak uangnya.

Aha! Leon baru ingat, tadi uangnya tidak sengaja ketinggalan di mesjid.

"Leon nda tau ini dimana, mecjid tadi pun Leon nda tau dimana."  mengerucutkan bibir, Leon ingin sekali menangis kembali, namun harus ditahan.
Kata ibu panti anak laki tidak boleh cengeng, anak laki nda boleh nangis. Begitu pikirnya.

"Tapi Leon lapal," berbalik melirik rumah mewah yang ada dibelakangnya.
Mata itu seketika berbinar ketika melihat sosok pria paru baya yang sedang duduk di pos satpam.

"PAMAN!!" teriak Leon nyaring, padahal pintu gerbang tak jauh dari arah gerbang.

Mendengar suara nyaring itu, lantas satpam yang sedang menikmati kopi pahitnya tersedak, membuat tenggorrokkannya sakit. Langsung melihat kearah gerbang.
Beranjak meninggalkan pos, satpam itu lantas menghampiri bocah lusuh itu, yang sudah membuat ia hampir serangan jantung.

"Bocah tengik! Kamu mau buat saya metong iyah?!"

Menunduk Leon menggeleng pelan.  "nda paman, maappin Leon yah? Coalna Leon pikil paman nda dengel. Hehe," Bocah itu cengengesan setelah melihat raut wajah satpam itu.

Memutar bola mata dengan malas lantas satpam itu berkacak pinggang sembari melihat buntalan daging yang menggemaskan didepannya ini.

"Ada apa? Kenapa memanggil saya?" Ucap pak satpam itu. Kini suara yang tadi kasar, sedikit melembut.

"Paman baik, Leon bica minta makan tidak? Leon lapal, dali kemalin. Uang Leon ilang telus. Kalau nda di ambil cama paman jahat, pacti uang na jatuh. Leon kan kecel!"

'Malah curhat nih bocah hahaha, tapi kesihan juga sih.' Monolog satpam dalam hati, sembari meneliti penampilan bocah di hadapannya ini.

Menggelengkan kepala tak habis pikir melihat pakaian lusuh Leon, lantas satpampun membukakan gerbang untuk bocah itu.

"Kamu tunggu di tempat paman ini dulu yah? Paman mau ke dalam dulu oke?" Tanya satpam itu sembari menuntun Leon untuk duduk dikursi yang sudah tersedia disana.

"Oke!! Leon tunggu paman dicini."

"Anak pintar, tunggu sebentar yah."

Setelah memberikan wejangan untuk bocah itu, satpam tadi segera  bergegas menuju dapur, untuk mengambil makanan.
Satpam itu tidak tahu, kalau majikannya saat ini masih  melaksanakan makan malam. 
Ketika ia sampai didapur, ia Melihat Mpok Dali, menghampiri Mpok Dali satpam itu meminta sepiring nasi serta lauk pada Mpok Dali di rumah itu.

"Mpok Dali" ucapnya pelan.

Mendengar ada yang memanggil namanya, lantas sang empu melihat kearah suara.
Mengenal siapa yang memanggilnya, mpok Dali menghampiri orang itu.

"Ada apa Mang Asep? Ada yang bisa Dali bantu?" Tanyanya sembari merapikan celemeknya.

"Saya minta sepiring nasi sama lauknya yah mpok, soalnya saya ada tamu kecil hari ini hehe." Ucap Mang Asep sambil cengengesan.

"Oalah, sek sek. Tak ambilin dulu," beranjak dari sana, lantas mpok dali mengantarkan sepiring nasi dan lauk pada Mang Asep.

Menerima nampan itu lantas Mang  Asep bergegas kearah posnya kembali.
Namun saat ingin melangkah keluar pak Asep tak menyadari banyak pasang mata yang sedang menatap satpam itu.

Pintu belakang memang dekat dengan ruang makan, dan majikannya itu mempunyai pendengaran yang tajam, jadi meski sekecil apa pun suara itu, masih tetap di dengar oleh  mereka, jika suara itu tak jauh dari posisi mereka. Mang Asep melupakan itu.

"Mang Asep!!"

Deg

.
.
.
.

Jeng jeng!!!
Gimana cerita hari ini?? Bagus ngak?
Kalau enggak yah ngak apa apa sih hehe.
Makasih udah baca cerita aku! Semoga suka yah!!
Dan juga jangan lupa vote oke?
Dadahhhh semua nya!!!
See you next part^3^

Jalan pulang untuk Leon [Slow Up] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang