Part 11 [ Tolong Mpok Dali! ]

395 38 0
                                    


Pagi pun tiba, Kicauan burung yang merdu menghiasi langit kota Indonesia.
Sekarang pukul 6:02 WIB masih terlalu pagi untuk seorang bocah untuk bangun dijam segini.
Siapa lagi kalau bukan bocah kesayangan kita yang imut? Yeah, itu adalah Leon.
Leon memang terbiasa bangun sepagi ini, kemarin saja dia bangun dijam segini, namun belum sempat berjalan kearah dapur, abang tertuanya langsung menggendongnya untuk tidur bersamanya.

Dengan langkah riang Leon menuruni tangga, sesekali bernyanyi untuk menemani langkah kecilnya itu.
Setelah sampai di anak tangga terakhir Leon tersenyum manis ketika berpas-pasan dengan pelayan yang sedang menyapu.

"Allo Aunty Cancik."

"Hallo juga anak manis," sapa pelayan itu tak kalah ramah.

"Tuan muda mau kemana?" Lanjut pelayan itu, ketika melihat Leon ingin menuju kearah dapur.

"Leon mau kedapur Aunty, di dapur ada ciapa?"

"Mau ngapain tuan muda? Kalau didapur sekarang tuh Bi Ocu dan Mpok Dali." Jawab pelayan itu, dia bertanya-tanya. Mau apa tuan mudanya yang manis ini kedapur?

"Leon mau bantu-bantu didapur Aunty cancik, coalnya kan Leon tinggal dicini, jadi Leon nda mau jadi beban hehe." Leon menyengir polos, seakan-akan jawabannya itu adalah jawaban yang bagus, tapi nyatanya. Pelayan itu sama sekali tak senang, dia sedih, dia merasa jantungnya seakan-akan ditusuk jarum jahit yang banyak.

Deg

Mengapa? Mengapa anak ini sudah punya pikiran yang seluas ini? Padahal umurnya baru 5 tahun itu?
Bagaimana bisa?
Apakah dia sudah bersyukur hari ini?
Dia bahkan tadi sempat mengeluh?
Ya Allah ampunilah hamba.

Pelayan itu sudah tak bisa untuk berkata apa-apa lagi, dia termenung didepan tangga sembari menatap kosong kearah Leon pergi.
  Pelayan itu tersentak saat ada yang menepuk punggungnya, lantas ia berbalik untuk melihat siapa orang itu.

"Ah! Eh? ... ma-maaf Nyah saya tidak sadar kalau ada nyonya." Jawab pelayan itu gugup saat nyonya keduanyalah yang menepuk punggungnya.

"Kenapa kau nampak melamun tadi?" Steffani menatap pelayan itu dengan intens, menuntut jawaban dari pelayan yang sedang gemetaran itu.

"Ti-tidak ada Nyah, Sa-saya hanya habis berbincang dengan Tuan muda Leon tadi. Dan saya sangat terharu dan sedih mendengar cerita Tuan muda Nyah."

Dan mengalirlah cerita Pelayan itu kepada Steffani, semua kata yang keluar dari mulut Pelayan itu membuat hati Steffani terasa seperti diiris-iris.
Leon? Mengapa anak itu sudah dewasa sebelum umurnya menginjak 10 Tahun?

"Dimana dia sekarang?" Steffani bertanya pada Pelayan itu, dia tak tahan, air matanya sedari tadi tak bisa ia hentikan.

"Tu-tuan muda sedang kedapur Nyah," jawab Pelayan itu gugup.

Mendengar itu, lantas Steffani bergegas menuju dapur.
Sedangkan disisi lain, Leon tengah berdebat kecil dengan Mpok Dali.
Kenapa? Yah karena Leon ngotot ingin membantu mencuci piring.

"Jangan Tuan muda, nanti Tuan dan Nyonya marah," bukan hanya Tuan dan Nyonya saja Tuan muda, tapi semua anggota keluarga Artara tidak akan melepaskan saya, batin Mpok Dali frustasi.

"Ada apa ini?"

Nahkan, aduhh ... tolong selamatkan saya didalam situasi ini!! Mpok Dali berbalik guna melihat siapa yang berbicara tadi.

"Ny-nyah? I-itu ...." sungguh, Mpok Dali tidak tahu ingin mengatakan apa sekarang, dia terlalu takut untuk bicara sekarang.

Mungkin kalian tidak tahu? Wanita Artara itu sebenarnya adalah yang paling terkejam dibanding dengan para lelakinya.
Sekali saja ada penghianat didalam rumah mereka, maka see good baye untuk dunia.

"Imo!! Leon mau cuci piring!" Seru Leon kegirangan tanpa tau situasi Mpok Dali sekarang.

'Matek aku'

.
.
.
.
.
.
.

Jalan pulang untuk Leon [Slow Up] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang