Part 8

561 46 0
                                    

20.02 WIB
Malam ini, Leon duduk termenung.
Ditemani lampu tidur memamcarkan kehangatan yang dapat dirasakan oleh tubuh mungil Leon.
Jujur saja, Leon masih tidak percaya akan hal ini semua, Dia? Sekarang punya rumah? Punya keluarga yang selama ini ia impikan?
Apakah semua ini mimpi? Leon berharap, jika ini mimpi. Ia bermohon dengan sangat pada Allah, ia tak ingin bangun lagi.
Namun jika ini bukan mimpi, Dia akan sangat-sangaattt bersyukur pada Allah Subhanna Watta'alla karena sudah mengabulkan Do'anya selama ini.

  Tadi, diruang keluarga. Anggara mengatakan kalau Leon telah ia adopsi, dan ia juga bilang. Kalau Leon sekarang berganti nama menjadi
Leonardo Artara.
Leon sangat sangat bersyukur, Sekarang. Ia punya Rumah, sekarang ia punya tujuan untuk pulang sekarang.

"Hikch, Bunda? Bunda, cekalang leon dah punya lumah. Bunda tau ngak? Lumah Leon yang balu cekalang, becalll .... banget, leon ceneng Bunda Hikch. Ayah ... Hikch, Ayah.

Leon cekalang punya kelualga balu loh, hikch Leon nda bakal makan bekac campah lagi hikch, Leon nda bakal ketemu cama paman jelek lagi ayah.
Hikch hikch, Le-Leon nda bakal dipukul pukul lagi Ayah. Hikch hikch, Leon kangen Ayah, Bunda."

Leon menangis tersedu-sedu, hanya ia dan sunyinya Malam, menemaninya malam ini, Leon sangat bersyukur, Leon tak akan membuat Keluarga ini malu karena mau mengangkatnya menjadi Anak mereka.
Dia sangat, sangar berterima kasih pada keluarga ini.

"Leon janji, Leon akan jadi anak baik dicini, dan Leon janji. Leon akan selalu mengikuti semua apa yang mereka katakan pada Leon," Leon terlelap selepas menangis sedari tadi, mengungkapkan syukur atas yang terjadi padanya, malam ini.

Leon tak sadar, jika sedari tadi. Ada yang menatapnya intens, orang itu juga bisa merasakan betapa pedihnya hidup Leon sebelum bertemu mereka.
Ia sangat bangga pada Leon, Ia juga sangat senang karena Ayahnya ingin mengangkat Leon Sebagai keluarga mereka.

"Abi ..."

Abi Tersentak, kala ada yang menepuk punggungnya.
Ia sungguh kaget, bagaimana tidak?
Ia sedang melamun loh tadi, malah dikagetkan.
Abi berbalik badan, lalu menatap sinis orang yang mengagetkannya tadi.

"Ayah, apakah Ayah ingin membuatku jantungan? Bagaimana aku mati nanti?"

"Namun? Bagaimana denganmu? Kamu sedang apa disini?" Selidik Angga sembari menatap anaknya penuh tanda tanya.

"Aku hanya ingin berbincang dengan anak itu, namun. Saat aku tiba, aku mengurungkan niatku untuk menemuinya. Ia ... anak itu menangis," Abi kembali berbalik setelah menjelaskan tujuannya pada sang Ayah.

Angga ikut menatap kearah objek yang diperhatikan oleh Abi.
Lalu mengangguk, mengerti apa yang dikatakan anak sulungnya itu.

"Ntah mengapa, Ayah sangat menyayangi anak ini. Padahal, kita baru saja bertemu."

"Bukan hanya ayah saja, aku juga sangat menyayangi anak ini, aku ingin menjadikannya sebagai anakku," Abi kembali berbalik dan menatap Ayahnya dengan penuh binar harapan.

"Hahaha! Ia ia. Ayah tau, memang. Rencananya Ayah akan mencantumkan nama orang yang mengadopsi Leon itu adalah kamu.
Semoga kamu menjadi ayah yang baik yah abi."

Abi tahu, kata-kata terakhir itu adalah sindiran untuknya.
Abi menatap malas kearah dimana Ayahnya pergi, Ayahnya pikir? Ia tak bisa merawat anak begitu? Helloo!!
Keponakan keponakannya pada nempel terus sama siapa coba?
Ya sama dialah.

'Cih dasar tua bangka.'

Abi berbalik, menatap sebentar kearah Leon yang sedang terlelap. Tersenyum tipis, lantas menutup pintu itu kembali.

"Sweet dream little baby dady."

Jalan pulang untuk Leon [Slow Up] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang